MOTIVASI HIDUP ISLAM

Visit Namina Blog

Monday, 14 September 2015

- Menebarkan Salam -

- Menebarkan Salam -
Salam yang dimaksud adalah ucapkan ‘Assalamu’alaikum‘ atau lebih baik lagi ‘Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh‘. Ucapan ini juga disebut tahiyyatul Islam. Bagi seorang Muslim, sungguh ucapan ini jauh lebih baik dari sapaan-sapaan gaul atau pun greets ala barat. Karena saling mengucapkan salam akan menumbuhkan kecintaan terhadap hati sesama muslim serta dengan sendirinya membuat suasana Islami di tengah kerabat dan keluarga anda. Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak dikatakan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan sesuatu yang jika dilakukan akan membuat kalian saling mencintai? Sebarkan salam diantara kalian” (HR. Muslim, no.54)
Sungguh benar apa yang disabdakan oleh Sayyidina Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam, saling mengucapkan salam akan menumbuhkan rasa cinta. Bukan cinta biasa, namun cinta karena iman, cinta karena memiliki aqidah yang sama. Dan yang luar biasa lagi, ternyata dengan kebiasaan menebarkan salam, bisa menjadi sebab seseorang masuk ke dalam surga. Nabi shallallahu‘alaihi wasallam bersabda: “Sembahlah Ar Rahman semata, berikanlah makan (kepada yang membutuhkan), tebarkanlah salam, maka engkau akan masuk surga dengan selamat” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad 981, Ibnu Majah 3694, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 2/115)
Dan jangan lupa, bahwa ucapan salam adalah doa. Kita mengucapkan salam kepada seseorang, berarti kita mendoakan keselamatan baginya. Dan doa ini akan dibalas oleh doa Malaikat untuk orang yang mengucapkan salam, walaupun orang yang tidak memberi salam tidak membalas. Sebagaimana dalam hadits: “Ucapan salammu kepada orang-orang jika bertemu, jika mereka membalasnya, maka Malaikat pun membalas salam untukmu dan untuk mereka. Namun jika mereka tidak membalasnya, maka Malaikat akan membalas salam untukmu, lalu diam atau malah melaknat mereka” (HR. Al Marwazi dalam Ta’zhim Qadris Shalah, 359. Dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah)
Jadi sama sekali tidak ada ruginya mengucapkan salam kepada seseorang walaupun tidak dibalas, karena Malaikat yang akan membalas salam kita. Hadits ini juga menunjukkan tercelanya sikap enggan menjawab salam. Karena menjawab salam itu hukumnya wajib. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Apabila kamu dihormati dengan suatu tahiyyah (penghormatan), maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu” (QS. An Nisa: 48)
Jangan lupa juga untuk mengucapkan salam ketika masuk ke sebuah rumah, karena Allah Ta’ala akan menimbulkan keberkahan dan kebaikan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya) : “Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberkahi lagi merupakan kebaikan” (QS. An Nur: 61)
Share:

- Bertaubat dari Ghibah -

- Bertaubat dari Ghibah -
Berkata Syaikh Utsaimin : “…Ghibah yaitu engkau membicarakannya dalam keadaan dia tidak ada, dan engkau merendahkannya di hadapan manusia sedangkan dia tidak ada. Untuk masalah (bertaubat dari ghibah) ini para ulama berselisih. Di antara ulama ada yang berkata (bahwasanya) engkau (yang menggibah) harus datang kepadanya (yang dighibahi) lalu berkata kepadanya: “Wahai fulan sesungguhnya aku telah membicarakan-mu di hadapan orang lain, maka aku mengharapkan-mu memaafkan-ku dan merelakan (perbuatan)ku”.
Sebagian ulama (yang lainnya) mengatakan (bahwasanya) engkau jangan datang kepadanya, tetapi ada perincian: Jika yang dighibahi telah mengetahui bahwa engkau telah mengghibahinya, maka engkau harus datang kepadanya dan meminta agar dia merelakan perbuatanmu. Namun jika dia tidak tahu, maka janganlah engkau mendatanginya (tetapi hendaknya) engkau memohon ampun untuknya dan engkau membicarakan kebaikan-kebaikannya di tempat-tempat yang engkau mengghibahinya. Karena sesungguhnya kebaikan-kebaikan bisa menghilangkan kejelekan-kejelekan. Pendapat kedua ini lebih benar, yaitu bahwasanya ghibah itu, jika yang dighibahi tidak mengetahui bahwa engkau telah mengghibahinya, maka cukuplah engkau menyebutkan kebaikan-kebaikannya di tempat-tempat yang kamu mengghibahinya dan engkau memohon ampun untuknya. Engkau bisa berkata: “Ya Allah ampunilah dia”, sebagaimana yang terdapat dalam hadits:
كَفَّارَةُ مَنِ اغْتَبْتَهُ أَنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُ
"Kafarah (penebus dosa) untuk orang yang kau ghibahi adalah engkau memohon ampunan untuknya" (Syarah Riyadlus Sholihin 1/78).
Ibnu Katsir berkata: "…para ulama lain berkata: “Tidaklah disyaratkan baginya (yang mengghibah) meminta penghalalan (perelaan dosa ghibahnya-pent) dari orang yang dia ghibahi. Karena jika dia memberitahu orang yang dia ghibahi tersebut bahwa dia telah mengghibahinya, maka terkadang malah orang yang dighibahi tersebut lebih tersakiti dibandingkan jika dia belum tahu, maka jalan keluarnya yaitu dia (si pengghibah) hendaknya memuji orang itu dengan kebaikan-kebaikan yang dimiliki orang itu di tempat-tempat yang dia telah mencela orang itu…" (Tafsir Ibnu Katsir 4/276)
Share:

- Kapan Ghibah Dibolehkan ? -

- Kapan Ghibah Dibolehkan ? -
Ghibah adalah suatu perbuatan yang tidak diragukan lagi keharamannya. Namun ghibah dibolehkan jika ada tujuan yang syar’i yaitu dibolehkan dalam enam keadaan sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi rahimahullah. Enam keadaan yang dibolehkan menyebutkan ‘aib orang lain adalah sebagai berikut:
1- Mengadu tindak kezaliman kepada penguasa atau pada pihak yang berwenang. Semisal mengatakan, “Si Ahmad telah menzalimiku.”
2- Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan untuk membuat orang yang berbuat kemungkaran tersebut kembali pada jalan yang benar. Semisal meminta pada orang yang mampu menghilangkan suatu kemungkaran, “Si Rahmat telah melakukan tindakan kemungkaran semacam ini, tolonglah kami agar lepas dari tindakannya.”
3- Meminta fatwa pada seorang mufti seperti seorang bertanya mufti, “Saudara kandungku telah menzalimiku demikian dan demikian. Bagaimana caranya aku lepas dari kezaliman yang ia lakukan.”
4- Mengingatkan kaum muslimin terhadap suatu kejelekan seperti mengungkap jeleknya hafalan seorang perowi hadits.
5- Membicarakan orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan bid’ah terhadap maksiat atau bid’ah yang ia lakukan, bukan pada masalah lainnya.
6- Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia sudah ma’ruf dengannya seperti menyebutnya si buta. Namun jika ada ucapan yang bagus, itu lebih baik. (Syarh Shahih Muslim, 16: 124-125)
Share:

- Macam-Macam Syahid -

- Macam-Macam Syahid -
Dari berbagai hadis yang menyebutkan tentang mati syahid, Al-Hafidz Al-Aini membagi syahid menjadi tiga macam. Beliau mengatakan dalam lanjutan penkelsannya,
وَفِي (التَّوْضِيح) : الشُّهَدَاء ثَلَاثَة أَقسَام: شَهِيد فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَة، وَهُوَ الْمَقْتُول فِي حَرْب الْكفَّار بِسَبَب من الْأَسْبَاب، وشهيد فِي الْآخِرَة دون أَحْكَام الدُّنْيَا، وهم من ذكرُوا آنِفا. وشهيد فِي الدُّنْيَا دون الْآخِرَة، وَهُوَ من غل فِي الْغَنِيمَة وَمن قتل مُدبرا أَو مَا فِي مَعْنَاهُ.
Dalam kitab ‘At-Taudhih’ disebutkan: Orang yang mati syahid ada 3:
Syahid dunia dan akhirat, merekalah orang yang terbunuh karena sebab apapun di medan perang melawan orang kafir.
Syahid akhirat, namun hukum di dunia tidak syahid. Mereka adalah orang yang disebut syahid, namun mati di selain medan perang.
Syahid dunia, dan bukan akhirat. Dialah orang yang mati di medan jihad, sementara dia ghulul (mencuri ghanimah), atau terbunuh ketika lari dari medan perang, atau sebab lainnya.
(Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, 14/128).

Untuk orang yang berstatus syahid dunia, namun bukan akhirat, karena ketika dia mati, kaum muslimin menyikapinya sebagaimana orang yang mati di medan perang, jasadnya tidak dimandikan. Namun mengingat orang ini melakukan pelanggaran ketika jihad, dia tidak mendapatkan pahala mati syahid di akhirat.
Share:

- Apa itu Zina Hati ? -

- Apa itu Zina Hati ? -
Pertanyaan:
Apa yang dimaksud zina hati ?
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا، أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَزِنَا العَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ المَنْطِقُ، والقلب تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ كُلَّهُ وَيُكَذِّبُهُ
“Sesungguhnya Allah menetapkan jatah zina untuk setiap manusia. Dia akan mendapatkannya dan tidak bisa dihindari: Zina mata dengan melihat, zina lisan dengan ucapan, zina hati dengan membayangkan dan gejolak syahwat, sedangkan kemaluan membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis di atas menjelaskan kepada kita hakikat zina hati yang dilakukan manusia. Membayangkan melakukan sesuatu yang haram, yang membangkitkan syahwat, baik dengan lawan jenis maupun dengan sejenis, itulah zina hati.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat yang lain bersabda:
الْعَيْنُ تَزْنِي، وَالْقَلْبُ يَزْنِي، فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا الْقَلْبِ التَّمَنِّي، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ مَا هُنَالِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ
“Mata itu berzina, hati juga berzina. Zina mata dengan melihat (yang diharamkan), zina hati dengan membayangkan (pemicu syahwat yang terlarang). Sementara kemaluan membenarkan atau mendustakan semua itu.” (HR. Ahmad)
Bagaimana jika yang dibayangkan adalah suami atau istrinya?
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,
Jika seseorang membayangkan melakukan hubungan dengan suaminya atau istrinya maka tidak masalah. Karena pada asalnya dia dibolehkan untuk bersentuhan, melihat tubuhnya. Sementara membayangkan jelas lebih ringan dibanding itu semua, namun jika yang dibayangkan adalah selain suami atau istri, hukumnya terlarang.
(Fatawa Syabakah Islamiyah, di bawah bimbingan Dr. Abdullah al-Faqih, no. 72166)
Share:

Larangan Menceritakan Setiap Apa yang Didengar

# Larangan Menceritakan Setiap Apa yang Didengar #
Yang namanya perkataan manusia ada yang benar dan ada yang dusta. Maka dalam hal ini dapat dikatakan bahwa jika ada seseorang yang menceritakan setiap yang ia dengar maka ia juga ikut menyebarkan kedustaan itu. Rasulullah shalallahu 'alayhi was salam bersabda :
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Rasulullah bersabda : “Cukuplah seseorang itu dikatakan sebagai pendusta, kalau dia menceritakan semua yang dia dengar.” (HR Muslim)
Maka ada baiknya bagi kita untuk tidak terlalu terburu-buru dalam menyebarkan berita ke tengah-tengah masyarakat tanpa diperiksa terlebih dahulu kebenarannya.
Share:

- Ingin Dimaafkan oleh Allah ? -

- Ingin Dimaafkan oleh Allah ? -
Bukankah engkau ingin dimaafkan dan diampuni oleh Allah?, maka maafkanlah dan ampunilah hamba-hambaNya..
Akan tetapi sikap memaafkan bertingkat-tingkat…

1. Ada yang memaafkan akan tetapi masih menggerutu..
2. Ada yang memaafkan akan tetapi tetap saja menyimpan dendam, hanya saja tidak membalas kesalahan saudaranya tersebut
3. Ada yang memaafkan dengan sesungguh-sungguhnya, bahkan bersikap baik dengan saudaranya tersebut…, kesalahan saudaranya benar-benar ia lupakan…
4. Ada yang memaafkan dan melupakan setelah ia berkesempatan untuk membalas. Allah berfirman
أَوْ تَعْفُوا عَنْ سُوءٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا
"Atau (jika engkau) memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa" (QS An-Nisaa : 149). Yaitu Allah Maha Pemaaf padahal Allah Maha Mampu Untuk membalas dan menyiksa
Maka…sejauh mana tingkat memaafkannya kepada saudaranya tersebut maka demikianlah Allah akan memaafkannya…
Share:

- Neraka Melihat Calon Penghuninya dari Jauh -

- Neraka Melihat Calon Penghuninya dari Jauh -
Sedari jauh, sebelum penghuninya masuk, neraka telah mengincar siapa saja yang menjadi calon-calon penghuninya.
Allah berfirman,
بَلْ كَذَّبُوا بِالسَّاعَةِ وَأَعْتَدْنَا لِمَنْ كَذَّبَ بِالسَّاعَةِ سَعِيرًا ( ) إِذَا رَأَتْهُمْ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ سَمِعُوا لَهَا تَغَيُّظًا وَزَفِيرًا
Namun mereka mendustakan hari kiamat. dan Kami menyediakan bagi siapa yang mendustakan hari kiamat, neraka yang menyala-nyala. ( ) apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya. (QS. Al-Furqon: 11 – 12)
Bayangkan ketika neraka melihat kita dari jauh, dia menjadikan kita incarannya. Dia menampakkan keganasannya, siap untuk melahap kita. Dia melihat kita untuk mencabik-cabik diri kita…
Ya Rabb.., hanya kepada-Mu kami berlindung dari neraka
Share:

- Bertamu Ala Rasulullah -

- Bertamu Ala Rasulullah -
Saling berkunjung dan bertamu di antara kita adalah hal yang biasa terjadi. Baik bertamu di antara sanak famili, dengan tetangga, atau teman sebaya yang tinggal di kos. Namun, banyak di antara kita yang melupakan atau belum mengetahui adab-adab dalam bertamu, dimana syari’at Islam yang lengkap telah memiliki tuntunan tersendiri dalam hal ini. Nah, alangkah indahnya jika setiap yang kita lakukan kita niatkan ibadah kepada Allah ta’ala dan ittiba’ pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, termasuk dalam hal adab bertamu ini.
1. Minta Izin Maksimal Tiga Kali
2. Mengucapkan Salam & Minta Izin Masuk
3. Ketukan Yang Tidak Mengganggu
4. Posisi Berdiri Tidak Menghadap Pintu Masuk
5. Tidak Mengintip
6. Pulang Kembali Jika Disuruh Pulang
7. Menjawab Dengan Nama Jelas Jika Pemilik Rumah Bertanya “Siapa?”
Share:

- 3 Syarat Taubat dari Pacaran -

- 3 Syarat Taubat dari Pacaran -
Tidak diragukan lagi bahwa taubat sesuatu yang harus bagi pelaku dosa, apalagi dosa tersebut adalah dosa besar. Di antara hal yang membuat dosa bisa menjadi besar adalah jika maksiat di lakukan terus menerus. Contoh di antaranya yang menyebar di kaula muda adalah pacaran. Berpacaran sudah jelas terlarang karena merupakan jalan menuju zina. Karena tidak ada pacaran yang bisa lepas dari jalan yang haram.
Berbagai Sisi Pacaran itu Terlarang
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’: 32).
Ibnu Katsir berkata mengenai ayat di atas, “Dalam ayat ini Allah melarang hamba-Nya dari zina dan dari hal-hal yang mendekati zina, yaitu segala hal yang menjadi sebab yang bisa mengantarkan pada zina.”
Dan sudah tidak diragukan lagi bahwa pacaran adalah jalan menuju zina. Karena hati bisa tegoda dengan kata-kata cinta. Tangan bisa berbuat nakal dengan menyentuh pasangan yang bukan miliknya yang halal. Pandangan pun tidak bisa ditundukkan. Dan tidak sedikit yang menempuh jalan pacaran yang terjerumus dalam zina. Makanya dapat kita katakan, pacaran itu terlarang karena alasan-alasan ini yang tidak bisa terbantahkan.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925)
Dosa Mengharuskan Taubat
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At Tahrim: 8)
Dijelaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa makna taubat yang tulus (taubatan nashuhah) sebagaimana kata para ulama adalah, “Menghindari dosa untuk saat ini. Menyesali dosa yang telah lalu. Bertekad tidak melakukannya lagi di masa akan datang.”
Jika taubat harus memenuhi tiga syarat tersebut, maka tiga syarat orang yang taubat dari pacaran adalah:
1. Menyesal dan sedih telah berpacaran
2. Putuskan pacar sekarang juga
3. Bertekad tidak mau pacaran lagi dan menempuh jalan yang halal dengan nikah
Ujung Zina adalah Penyesalan
Luqman pernah berkata kepada anaknya,
يا بني، إياك والزنى، فإن أوله مخافة، وآخره ندامة
“Wahai anakku. Hati-hatilah dengan zina. Di awal zina, selalu penuh rasa khawatir. Ujung-ujungnya akan penuh penyesalan. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10: 326)
Memang betul apa yang diutarakan oleh Luqman, seorang yang sholeh. Dan itu sesuai realita. Awal zina dipenuhi rasa khawatir. Coba lihat saja apa yang dilakukan oleh orang yang hendak berzina. Awalnya mereka berusaha tidak terlihat orang lain. Khawatir ada yang melihat perbuatan dosa mereka. Ujung-ujungnya dipenuhi rasa penyesalan. Karena bisa jadi si wanita hamil. Si laki dituntut tanggung jawab. Akhirnya pusing kepayang karena perut si wanita yang makin besar dan sulit ditutupi. Akhirnya yang ada adalah rasa malu. Naik ke pelaminan pun sudah dicap “jelek” karena terpaksa “Married because an accident”.
Semoga Allah mudahkan kita untuk senantiasa berada dalam kebaikan dan menjauhkan kita dari berbagai maksiat.
Share:

- Sunnah-Sunnah Saat Bangun Tidur -

- Sunnah-Sunnah Saat Bangun Tidur -
1. Mengusap bekas tidur yang ada di wajah dengan tangan
Menurut Imam an-Nawawi dan al-Hafizh Ibnu Hajar, hal ini dianjurkan berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bangun tidur kemudian duduk sambil mengusap bekas tidur dari wajahnya dengan tangannya.” (HR. Muslim)
2. Berdo’a ketika bangun tidur
Alhamdulillaahilladzii ahyaanaa ba’damaa amaatanaa wa ilaihinnusyuur.
“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah Dia mewafatkan (menidurkan) kami, dan kepada-Nya kami dibangkitkan.” (HR. Al-Bukhari)
3. Bersiwak
“Apabila Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bangun malam, beliau membersihkan mulutnya dengan bersiwak.” (Muttafaq ‘alaih)
4. Ber-istintsar
Yaitu, mengeluarkan/menyemburkan air dari hidung sesudah menghirupnya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Apabila seorang di antara kalian bangun tidur, maka beristintsarlah tiga kali, karena sesungguhnya syaitan bermalam di ujung (rongga) hidungnya.” (Muttafaq ‘alaih)
5. Mencuci kedua tangan tiga kali

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Apabila salah seorang kalian bangun tidur, janganlah memasukkan tangannya ke dalam bejana sebelum ia mencucinya tiga kali.” (Muttafaq ‘alaih)
Share:

Dakwah: Diterima Alhamdulillah, Ditolak Jangan Langsung Dimusuhi, Mereka Masih Saudara Kita Se-Islam

# Dakwah: Diterima Alhamdulillah, Ditolak Jangan Langsung Dimusuhi, Mereka Masih Saudara Kita Se-Islam
Ini adalah salah satu metode dakwah yang harus kita perbaiki bersama. Tujuan dakwah adalah agar yang didakwahi mendapatkan kebaikan. Sebagaimana kita ingin mendapat kebaikan, tentu orang lain, saudara kita se-Islam ingin juga mendapat kebaikan dan ini adalah pertanda keimanan.
Sebagaimana Sabda Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri”.[1]
Teladan yang luar biasa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala pergi ke Thaif untuk berdakwah sekaligus meminta perlindungan kepada mereka dari tekanan kafir Quraisy setelah meninggalnya paman beliau Abu Thalib dan istrinya tercinta Khadijah
beliau diusir dan dihinakan dari Thaif, Malaikat penjaga gunung berkata,
“Wahai muhammad, terserah kepada engkau, jika engkau mnghendaki aku menghimpitkan kedua bukit itu kepada mereka”
Tapi apa yang keluar dari lisanRasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Doa kepada penduduk Thoif. Beliau berdoa,
“Bahkan aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah semata, tidak disekutukanNya dengan apa pun”[2]
Subhanallah, kita sangat jauh dari cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah. Dan terbukti doa beliau mustajab. Penduduk Thoif tidak lama menjadi salah satu pembela islam dan mengikuti peperangan jihad membela islam.
Share:

- Makmum Mulai Berdiri Ketika Mendengar Iqamah -

- Makmum Mulai Berdiri Ketika Mendengar Iqamah -
Tanya:
Saya sering mendengar, makmum mulai berdiri ketika muadzin mengumandangkan iqamah di kalimat: qad qaamatis shalah… apakah ini benar? apa dalilnya, dan kapan kapan makmum mulai berdiri ketika mendengar iqamah?
Terima kasih
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Terkait masalah kapan makmum mulai berdiri menyusun shaf shalat jamaah, para ulama membagi menjadi 2 keadaan:
Pertama, Imam tetap belum masuk masjid atau berada di luar masjid.
Salah satu kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai imam tetap di masjid nabawi, beliau selalu datang telat. Shalat qabliyah beliau kerjakan di rumah, dan baru masuk masjid ketika jamaah sudah banyak yang berkumpul. Seketika setelah beliau masuk masjid, Bilal langsung mengumandangkan iqamah, dan shalat wajib dimulai.
Karena itu, mayoritas ulama mengatakan, apabila imam berada di luar masjid maka jamaah tidak boleh berdiri membentuk shaf, sampai mereka melihat imam datang.
Hal ini berdasarkan hadis dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ، فَلاَ تَقُومُوا حَتَّى تَرَوْنِي
“Apabila dikumandangkan iqamah, janganlah kalian berdiri, hingga kalian melihatku.” (HR. Bukhari 637, Muslim 604, Nasai 687, dan yang lainnya).
Kedua, Imam tetap sudah berada di dalam masjid atau di masjid tersebut tidak ada imam tetap. Dalam kasus ini ulama berbeda pendapat, kapan makmum dianjurkan untuk berdiri menyusun shaf.
Hanafiyah mengatakan, makmum mulai berdiri ketika muadzin mengucapkan: “Hayya ‘alal falaah“
Malikiyah berpendapat, tidak ada batas tertentu dalam masalah ini, semuanya dikembalikan kepada keadaan jamaah.
Syafiiyah mengatakan, makmum berdiri setelah muadzin selesai mengumandangkan iqamah
Hambali berpendapat, makmum berdiri ketika muadzin mengucapkan ‘Qad qamatis shalah‘. (Al-Masail Muhimmah fil Adzan wal Iqamah, hlm. 121)
Dari sekian pendapat di atas, tidak dijumpai adanya dalil dari sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hanya saja, terdapat beberapa riwayat dari sebagian sahabat, yang semuanya menunjukkan bahwa pendapat madzhab Hambali, lebih mendekati kebenaran.

Berikut beberapa riwayat yang menunjukkan anjuran untuk berdiri ketika mendengarkan kalimat “qad qamatis shalah.”
1. Al-Baihaqi menyebutkan dalam Sunannya,
وروينا عن انس بن مالك رضى الله عنه انه إذا قيل قد قامت الصلوة وثب فقام
“Kami mendapat riwayat dari Anas bin Malik ra bahwa apabila beliau mendengar ‘Qad qamatis shalah‘ beliau langsung berdiri.” (Sunan Al-Kubro, 2/21)
2. Keterangan dari Athiyah, beliau menceritakan,
كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ ابْنِ عُمَرَ فَلَمَّا أَخَذَ الْمُؤَذِّنُ فِي الْإِقَامَةِ قُمْنَا، فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ: اجْلِسُوا فَإِذَا قَالَ: قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ فَقُوَمُوا
“Kami duduk di dekat Ibnu Umar (menunggu shalat). Ketika muadzin mulai mengumandangkan iqamah, kamipun berdiri. Lalu Ibnu Umar mengatakan, ‘Duduklah, sampai muadzin mengucapkan qad qamatis shalah, silahkan berdiri.’ (HR. Abdurrazaq dalam Al-Mushannaf, no.1940)
3. Keterangan dari Abu Ubaid, bahwa beliau mendengar Umar bin Abdul Aziz rahimahullah mengatakan,
حين يقول المؤذن قد قامت الصلاة قوموا قد قامت الصلاة
“Apabila muadzin mengucapkan, ‘Qad qamatis shalah’, berdirilah. Karena shalat telah ditegakkan.”
(HR. Ibn Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, no. 4098).
Share:

- Mensyukuri Hidayah -

- Mensyukuri Hidayah -
Orang yang mendapatkan hidayah hendaknya banyak bersyukur. Tanpa kehendak Allah swt., mereka tidak akan pernah bisa meniti jalan menuju surga. Apapun usaha yang telah dan sedang mereka lakukan; sebesar apapun mukjizat yang telah mereka saksikan. Allah swt. berfirman, “Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” [Al-An’am: 111].
Oleh karena itu, banyak kita dapati fenomena orang telah hapal Al-Qur’an, menguasai bahasa Arab, dan mengkaji ilmu-ilmu Islam, tapi tidak beriman kepada Allah swt. Fenomena isteri atau anak seorang nabi menentang Allah swt. Ini semua membuktikan bahwa hidayah keimanan ada di tangan Allah swt.
Orang yang telah mendapat hidayah dan tergerak hatinya untuk meniti jalan menuju surga sangatlah beruntung. Karena semua manusia berada dalam kesesatan. Jiwa, syahwat, dan nafsunya lebih cenderung kepada keburukan. Gemerlap dunia membuatnya silau sehingga dia tertipu. Setan tidak henti-hentinya menggoda dan membisikkan keburukan. Manusia benar-benar dikepung oleh dengan faktor kesesatan. Ketika Allah swt. membimbingnya menuju keimanan, maka dia adalah manusia pilihan Allah swt. Hendaknya dia mensyukuri dan melestarikan hidayah tersebut dengan selalu menaati tuntunan Allah swt.
Share:

# Air Zam-Zam Bisa Jadi Obat Dan Sesuai Niat Peminumnya

# Air Zam-Zam Bisa Jadi Obat Dan Sesuai Niat Peminumnya
-Air Zam-zam berkah, bisa jadi obat dan sesuai niat yang minum (misalnya agar lebih mudah menghafal atau lebih pintar)
-Jika tidak tercapai, maka bukan Air Zam-zamnya yang salah, bisa jadi karena keimanan yang kurang, maksiat dll

Salah satu keajaiban Air sumur Zam-Zam yang membuat bingung sebagian ahli adalah airnya tidak habis-habis, pahahal diambli dalam jumlah yang sangat banyak dan tiada henti-hentinya. Ada juga keajaiban air zam-zam lainya, Air Zam-zam ini bisa juga digunakan untuk berobat.
Menyembuhkan berbagai penyakit bahkan bisa memenuhi berbagai hajat keinginan manusia dengan izin Allah Ta’ala. Karena Air Zam-Zam itu sesuai dengan apa yang diniatkan peminumnya.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
زَمْزَمُ لِمَا شُرِبَ لَهُ
“Air zamzam itu sesuai dengan apa yang diniatkan peminumnya”.[1]
Tabi’in Ahli tafsir, Mujaahid berkata,
“Air zamzam sesuai dengan apa yang diniatkan peminumnya. Jika engkau meminumnya untuk kesembuhan, maka Allah akan menyembuhkanmu. Apabila engkau meminumnya karena kehausan, maka Allah akan memuaskanmu. Dan apabila engkau meminumnya karena kelaparan, maka Allah akan mengenyangkanmu. Ia adalah usaha Jibril dan pemberian (air minum) Allah kepada Isma’il”.[2]
Ibnul-Qayyim rahimahullah, seorang ulama dan dokter telah membuktikan mujarrabnya air zam-zam menyembuhkan berbagai penyakit, beliau berkata,
“Sesungguhnya aku telah mencobanya, begitu juga orang lain, berobat dengan air zamzam adalah hal yang menakjubkan. Dan aku sembuh dari berbagai macam penyakit dengan ijin Allah Ta’ala”[3].
Share:

- Resep Rahasia "Secangkir Kopi" Lezaat. -

- Resep Rahasia "Secangkir Kopi" Lezaat. -
Sobat! Anda gemar minum kopi? Bila anda gemar minum kopi, menurut anda kopi manakah atau merek apakah yang paling lezaat?
Bisa jadi anda akan berkata : kopi lampung, atau kopi luwak, atau bias pula kopi gayo aceh dan bias pula yang lain.
Namun demikian tahukah anda, sebenarnya yang menyebabkan secangkir kopi terasa lezat dan begitu berkesan bukan sekedar “kopi”nya. Namun kelezatan kopi begitu tergantung pada keahlian anda dalam meramunya. Komposisi yang tepat antara kopi, gula dan air panas menentukan lezatnya kopi anda.
Bila anda mampu meramu kopi dengan gula dengan tepat, niscaya kopi anda terasa beeeegitu leezaat, hingga terkesan sampai ke hati, dan akhirnya: waaaah, puaaas dan mantaaap.
Namun bila anda salah komposisi, sehingga 2/3 cangkir kopi diseduh dengan sesendok gula, atau sebaliknya 2/3 cangkir gula dicampur dengan sesendok kopi, pastilah menghasilkan secangkir kopi yang mengecewakan.
Inilah resep rahasia secangkir kopi lezat yang lezatnya begitu mengesankan, dan resep rahasia ini sejatinya juga resep lezatnya kehidupan.
Sebagai seorang suami, bila hanya pandai menuntut hak, dan kurang pandai menunaikan kewajiban niscaya rumah tangga anda terasa pahit sepahit kopi pahit atau bahkan lebih. Demikian pula sebaliknya, bila seorang istri hanya pandai menuntut hak tanpa pandai menunaikan kewajibannya.
Sebagai seorang murid yang hanya pandai menuntut hak dan malas menunaikan kewajiban kepada guru pastilah menjadi murid paling sial, sebagaimana guru yang tiada henti menunut hak penghormatan tanpa menyadari akan kewajibannya menyayangi muridnya, tentu saja ia adalah guru yang paling arogan.
Seorang anak yang terus menerus menuntut haknya sebagai seorang anak tanpa peduli dengan kewajibannya kepada orang tua adalah anak durhaka. Sebagaimana orang tua yang hanya menuntut haknya tanpa sudi menunaikan kewajibannya pastilah menjadi orang tua yang paling bengis dan kejam. Karena itu, dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menekankan pentingnya keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam segala hal. 
Sebagai contohnya sebagaimana yang beliau tekankan pada keseimbangan antara hak orang tua dengan hak anak muda:

مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ حَقَّ كَبِيرِنَا فَلَيْسَ مِنَّا
Orang yang tidak menyayangi orang yang lebih muda dan tidak menunaikan hak orang yang lebih tua bukanlah dari golongan kami. (Ahmad, Abu Dawud dan lainnya).
Dan demikian seterusnya dalam segala urusan hidup ini, komposisi yang berimbang antara hak dan kewajiban adalah resep manjurnya. Karena itu, sebelum anda menuntut hak, alangkah indahnya bila anda terlebih dahulu bertanya kepada diri sendiri: sudahkah saya menunaikan kewajiban saya?
Share:

- Hukum minum dari mulut botol -

- Hukum minum dari mulut botol -
Pertanyaan, “Apakah larangan minum dari mulut siqa’ (wadah air) itu berlaku untuk minum dari mulut botol?”
Jawaban:
Terdapat larangan dari Nabi untuk minum dari mulut siqa’ (HR Bukhari dari Abu Hurairah dan Ibnu Abbas)
Siqa’ adalah wadah berisi air yang memiliki mulut sehingga air yang ada di dalamnya bisa diminum melalui mulut tersebut semisal qirbah (wadah air terbuat dari kulit).

Para ulama menyebutkan adanya sejumlah illah atau motif hukum untuk larangan ini.
Pertama, apa yang terdapat di dalam qirbah itu tidak terlihat dari luar sehingga boleh jadi di dalamnya terdapat serangga atau bahkan ular yang bisa mengganggunya. Dikisahkan ada orang yang minum melalui mulut qirbah dan yang keluar adalah ular. Motif hukum ini tidak kita jumpai pada botol minuman di zaman ini karena umumnya apa yang ada di dalam botol itu terlihat dari luar.
Kedua, orang yang minum melalui mulut qirbah itu sering kali ketumpahan air karena air yang keluar dari botol tersebut ternyata lebih banyak dari kadar yang dibutuhkan sehingga membasahi baju peminumnya. Motif hukum ini juga kita jumpai pada orang yang minum dari botol sebagaimana bisa kita saksikan.
Ketiga, maksud larangan adalah agar ludah peminum tidak mengenai mulut wadah air atau bercampur dengan air minum yang ada dalam botol tersebut atau nafasnya masuk ke dalam mulut wadah air yang berdampak peminum selanjutnya merasa jijik. Dimungkinkan juga hal tersebut menjadi penyebab tertular penyakit yang ada pada peminum pertama. Motif hukum ini kita jumpai pada aktivitas minum dari botol dengan syarat mulut botol diemut dengan mulut. Oleh karena itu jika minumnya dengan cara ditenggak sehingga mulut peminum tidak bersentuhan dengan mulut botol hukumnya tidak mengapa.
Namun hal tersebut berlaku manakala botol minuman tersebut akan diminum oleh orang lain. Jika botol minuman tersebut hanya diminum sendiri maka tidak mengapa minum dengan mengemut mulut botol.
Tidaklah salah jika kita simpulkan bahwa dilarangnya minum dari mulut wadah air itu dikarenakan ketiga faktor di atas sebagaimana pendapat Ibnul Arabi dan Ibnu Abi Jamrah yang bisa kita simak di Fathul Bari saat penulis Fathul Bari menjelaskan hadits no 5628.
Sebagian motif hukum di atas masih kita jumpai pada orang yang minum dari botol minuman. Oleh karena itu sepatutnya kita tidak minum dari mulut botol minuman terutama jika ada orang lain yang akan ikut minum darinya.
Share:

- Obat Hati, Lakukanlah Lima Perkara -

- Obat Hati, Lakukanlah Lima Perkara -
Bagaimana cara mengobati hati yang sakit, yang sedih, yang gelisah?
Berikut kita lihat penjelasan Imam Nawawi dalam At Tibyan fii Adabi Hamalatil Qur’an.
Ibrahim Al Khowash berkata, obat hati itu ada lima:
1- Membaca Al Qur’an dan tadabbur (merenungkannya)
2- Rajin mengosongkan perut (dengan gemar berpuasa)
3- Mendirikan shalat malam (shalat tahajud)
4- Merendahkan diri di hadapan Allah (dengan do’a dan dzikir) di akhir malam (waktu sahur)
5- Bermajelis (bergaul) dengan orang-orang sholeh. (At Tibyan karya Imam Nawawi, hal. 87).
Coba praktikkan amalan di atas, niscaya kita akan merasakan kesejukan dan penyejuk hati. Itulah obat hati yang paling mujarab.
Semoga Allah menganugerahkan kita hati yang selamat dari berbagai macam noda.
Share:

- Cara Berbakti Setelah Orang Tua Meninggal -


Setelah orang tua meninggal, ada banyak cara bagi si anak untuk tetap bisa berbakti kepada orang tuanya. Mereka tetap bisa memberikan kebaikan bagi orang tuanya yang telah meninggal, berupa aliran pahala. Dengan syarat, selama mereka memiliki ikatan iman.
Lebih dari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kepada salah seorang sahabat untuk melakukan beberapa amal, agar mereka tetap bisa berbakti kepada orang tuanya.
Dari Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan, ‘Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seseorang dari Bani Salamah. Orang ini bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah masih ada cara bagiku untuk berbakti kepada orang tuaku setelah mereka meninggal?’ Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
نَعَمْ، الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا، وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا، وَإِيفَاءٌ بِعُهُودِهِمَا مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِمَا، وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا، وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا
“Ya, menshalatkan mereka, memohonkan ampunan untuk mereka, memenuhi janji mereka setelah mereka meninggal, memuliakan rekan mereka, dan menyambung silaturahmi yang terjalin karena sebab keberadaan mereka.” (HR. Ahmad 16059, Abu Daud 5142, Ibn Majah 3664, dishahihkan oleh al-Hakim 7260 dan disetujui adz-Dzahabi).
Makna ‘menshalatkan mereka’ memiliki dua kemungkinan,
Menshalatkan jenazah mereka
Mendoakan mereka dengan doa rahmat.
Demikian keterangan as-Sindi yang dikutip Syuaib al-Arnauth dalam Tahqiq beliau untuk Musnad Imam Ahmad (25/458).

Diantara doa yang Allah perintahkan dalam Al-Quran adalah doa memohonkan ampunan untuk kedua orang tua kita,
وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Berdoalah, Ya Allah, berilah rahmat kepada mereka (kedua orang tua), sebagaimana mereka merawatku ketika kecil.” (QS. Al-Isra: 24)
Share:

Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah: Allah Bersemayam di atas 'Arsy

Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah: Allah Bersemayam di atas 'Arsy
Disebutkan dalam fatwa tersebut: "Dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah beristiwa’ atau bersemayam di atas ‘Arsy, dan kita wajib beriman kepada-Nya dengan tidak perlu bertanya-tanya bagaimana dan dimana. Adapun yang dimaksud dengan qarib, (dekat) ialah: Bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, Dia mendengar perkataan manusia, dan melihat segala macam perbuatannya, tidak ada hijab antara Allah dan manusia, tiada perantara atau wali yang menyampaikan doa’a mereka kepada Allah, tiada yang membantuNya dalam mengabulkan permohonan manusia kepada-Nya, Allah akan mengabulkan do’a manusia tanpa perantara seorangpun, apabila sesorang berdo’a kepada-Nya, sebab Allah-lah yang menciptakannya... "
Inilah aqidah yang shahih yang secara gamblang disebutkan oleh ayat-ayat Qur'an dan hadits-hadits Nabi dan diyakini oleh Ahlus Sunnah Wal Jama'ah sejak dahulu hingga sekarang.

Maka tidak benar sebagian orang yang serampangan menuduh sesat orang yang berkeyakinan bahwa Allah ber-istiwa di atas 'Arsy.
Share:

- Allah Ada di Mana-Mana ? -


Pertanyaan:
Dalam sebuah siaran radio, ditampilkan kisah dengan menggunakan kata-kata, “Seorang anak bertanya tentang Allah kepada ayahnya, maka sang ayah menjawab, ‘Allah itu ada di mana-mana.’” Bagaimana pandangan hukum agama terhadap jawaban yang menggunakan kalimat semacam ini?
Jawaban:
Jawaban ini batil! Ini merupakan perkataan golongan pelaku bid’ah dari aliran Jahmiyah dan Mu’tazilah, serta aliran lain yang sejalan dengan mereka. Jawaban yang benar adalah yang diikuti oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu Allah berada di langit di atas ‘Arsy, di atas semua makhluk-Nya. Akan tetapi, ilmu-Nya ada di mana-mana. Hal ini sebagaimana disebutkan di dalam beberapa ayat al-Quran, hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ijma’ (ketetapan -ed) dari pendahulu umat ini. Sebagai contoh adalah firman Allah,
إِنَّ رَبَّكُمُ اللّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
“Sungguh, Tuhan kalian adalah Allah, yang menciptakan semua langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy.” (Qa. al-A’raf: 54).
Di dalam al-Quran, (lafal) ayat ini berada pada enam tempat. Yang dimaksud dengan “bersemayam” menurut Ahlus Sunnah, yaitu “pada ketinggian” atau “berada di atas ‘Arsy” sesuai dengan keagungan Allah. Tidak ada yang mengetahui bagaimana tata cara bersemayam itu, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Malik, ketika beliau ditanya orang tentang hal ini. Beliau menjawab, “Kata ‘bersemayam‘ itu telah kita pahami. Akan tetapi, tata caranya tidak kita ketahui. Mengimani hal ini adalah wajib, tetapi mempersoalkannya adalah bid’ah.”
Yang beliau maksudkan dengan “mempersoalkannya adalah bid’ah” ialah mempersoalkan cara Allah bersemayam di atas ‘Arsy. Pengertian ini beliau peroleh dari gurunya, Syaikh Rabi’ah bin ‘Abdur Rahman, yang bersumber dari riwayat Ummu Salamah radhiallahu ‘anha. Hal ini merupakan pendapat semua Ahlus Sunnah, yang bersumber dari shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para tokoh Islam sesudahnya. Allah telah menerangkan pada beberapa ayat lain, bahwa Dia berada di langit dan Dia berada di atas, seperti dalam firman-Nya,
فَالْحُكْمُ لِلَّهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيرِ
“Maka segala ketetapan hanyalah milik Allah, Tuhan Yang Mahatinggi lagi Maha Agung.” (Qs. Ghafir: 12).
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
“Kepada-Nya-lah semua kalimat yang baik tertuju, dan amal yang shalih naik kepada-Nya.” (Qs. Fathir: 10).
وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
“Tidaklah memberatkan-Nya memelihara langit dan bumi. Dialah Tuhan Yang Mahatinggi lagi Maha Agung.” (Qs. al-Baqarah: 255).
أَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاء أَن يَخْسِفَ بِكُمُ الأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ . أَمْ أَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاء أَن يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِباً فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ
“Apakah kalian merasa aman dari Tuhan yang berada di langit, bahwa kalian akan dijungkirbalikkan dengan dibalikkannya bumi, sehingga dengan tiba-tiba bumi terguncang? Atau kalian merasa aman dari Tuhan yang berada di langit, bahwa Dia akan mengirimkan kepada kalian badai yang membawa batu, sehingga kalian kelak akan tahu bagaimana akibat mendustakan rasul yang menyampaikan ancaman?” (Qs. al-Mulk: 16-17).
Banyak ayat Al-Quran yang dengan jelas memuat penegasan bahwa Allah itu ada di langit, Dia berada di atas. Hal ini sejalan dengan makna yang dimaksud oleh ayat-ayat yang menggunakan kata “bersemayam“. Dengan demikian, dapatlah diketahui bahwa perkataan golongan pelaku bid’ah, “Allah itu berada di mana-mana,” merupakan hal yang sangat batil! Perkataan ini merupakan pernyataan aliran yang beranggapan bahwa alam ini adalah penjelamaan Allah. Aliran tersebut adalah suatu aliran bid’ah lagi sesat, bahkan aliran kafir lagi sesat, serta mendustakan Allah dan rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dikatakan demikian karena dalam riwayat yang sah dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, dinyatakan bahwa Allah berada di langit, sebagaimana sabdanya,
أَلاَ تَأْمَنُوْنِي وَ أَنَا أَمِيْنُ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Tidakkah kalian mau percaya kepadaku, padahal aku adalah kepercayaan dari Tuhan yang ada di langit?”(HR. Bukhari, no. 4351 dan Muslim, no. 1064).
Share:

- Bagaimana Menulis Insya Allah yang Benar ? -


Ada dua kata, pengucapannya hampir sama, tapi tulisanya beda,
Pertama, kata [إِنْشَاء], insyaa, disambung.
Kata ini merupakan bentuk masdar (dasar) dari kata Ansya-a – Yunsyi-u [arab: أَنْشَأَ – يُنْشِئُ]. Yang artinya menjadikan, melakukan, atau menciptakan.
Allah menceritakan penciptaan bidadari dalam al-Quran,
إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً
“Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) secara langsung.” (QS. al-Waqiah: 35).
Pada ayat di atas, Allah mengungkapkan dengan kalimat, Ansya’naa hunna insyaa-a. artinya, Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) secara langsung.
Karena bidadari itu Allah ciptakan dengan proses yang tidak seperti penciptaan manusia ketika di dunia. penciptaan yang sempurna, yang tidak akan binasa. (Tafsir as-Sa’di, hlm. 833).
Sehingga, ketika kita menulis, [إِنْشَاء اللهِ ] maka bisa berarti menciptakan Allah atau ciptaan Allah. Padahal makna ini tidak kita inginkan. Penulisan inilah yang disalahkan Zakir Naik dalam quote itu.
Kedua, kata [إِنْ شَاءَ ] in syaa-a dipisah.
Kata ini sebenarnya terdiri dari dua kata,
Kata [إِنْ], artinya jika. Dalam bahasa arab disebut harfu syartin jazim (huruf syarat yang menyebabkan kata kerja syarat menjadi jazm)
Kata [شَاءَ], artinya menghendaki. Dia fiil madhi (kata kerja bentuk lampau), sebagai fiil syarat (kata kerja syarat) yang berkedudukan majzum.
Bagaimana Transliterasi yang Benar?

Mengenai bagaimana standar baku trans-literasi, ini kembali kepada aturan bahasa penerima. Jika kita hendak menuliskan kalimat [إِنْ شَاءَ اللَّهُ] dalam bahasa latin Indonesia, berarti kita perlu merujuk bagaimana standar trans-literasi dalam bahasa kita. Sebaliknya, ketika kita hendak menulisnya dalam bahasa inggris, standar trans-literasiya harus mengikuti bahasa mereka.
Di sinilah, sebenarnya tidak ada standar yang berlaku secara internasional. Untuk itu pada prinsipnya adalah bagaimana masyarakat bisa memahami dan mengucapkannya dengan benar.
Tulisan arabnya
[إِنْ شَاءَ اللَّهُ],
Anda bisa menuliskan latinnya dengan insyaaAllah atau insyaa Allah atau inshaaAllah atau inshaa Allah atau insyaallah. Tidak ada yang baku di sini, karena ini semua transliterasi. Yang penting anda bisa mengucapkannya dengan benar, sesuai teks arabnya.
Share:

HUKUM MENGEMIS DAN MEMINTA SUMBANGAN DALAM PANDANGAN ISLAM


Meminta-minta sumbangan atau mengemis pada dasarnya tidak disyari’atkan dalam agama Islam. Bahkan jika melakukannya dengan cara menipu atau berdusta kepada seseorang atau lembaga tertentu yang dimintai sumbangan, semacam dengan menampakkan dirinya seakan-akan orang yang sedang kesulitan atau membutuhkan biaya maka hukumnya haram dan termasuk dosa besar.
Di antara dalil-dalil syari yang menunjukkan haramnya mengemis dan meminta-minta sumbangan, dan bahkan ini termasuk dosa besar adalah sebagai berikut:
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya“. (Shohih. HR. Bukhari no. 1474, dan Muslim no. 1040 ).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
“Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah sedang meminta bara api. Maka silahkan dia kurangi ataukah dia perbanyak ”. (Shohih. HR. Muslim II/720 no.1041, Ibnu Majah I/589 no. 1838, dan Ahmad II/231 no.7163).
Diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ
“Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api“. (HR. Ahmad IV/165 no.17543, Ibnu Khuzaimah IV/100 no.2446, dan Thabrani IV/15 no.3506).
Demikianlah beberapa dalil dari hadits-hadits Nabi yang mengharamkan mengemis atau meminta-minta sumbangan untuk kepentinagn pribadi atau keluarga.
MENGEMIS YANG DIBOLEHKAN
Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa ada beberapa keadaan yang membolehkan seseorang untuk mengemis atau meminta-minta sumbangan. Di antara keadaan-keadaan tersebut ialah sebagaimana berikut:
Ketika seseorang menanggung beban diyat (denda) atau pelunasan hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai dia mampu melunasinya. Setelah lunas, dia wajib untuk meninggalkan mengemis.
Ketika seseorang ditimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup.
Ketika seseorang tertimpa kefakiran yang sangat berat, sehingga disaksikan oleh 3 orang berakal, pemuka masyarakatnya bahwa dia tertimpa kefakiran, maka halal baginya meminta-minta sampai dia mendapatkan kecukupan bagi kehidupannya.
Share:

- 19 Nama Hari Kiamat -


1. As-Sa’ah
إِنَّ السَّاعَةَ لَآتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya hari kiamat pasti akan datang, tidak ada keraguan tentangnya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.” (QS. Ghafir: 59)
2. Yaumul Ba’ats (hari berbangkit)
لَقَدْ لَبِثْتُمْ فِي كِتَابِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْبَعْثِ فَهَذَا يَوْمُ الْبَعْثِ وَلَكِنَّكُمْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
“Sungguh, kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit. Maka inilah hari berbangkit itu, tetapi kamu tidak mengetahuinya.” (QS. Ar-Rum: 56).
3. Yaumud Din (hari pembalasan)
مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ
“Yang menguasai di Hari Pembalasan.” (QS. Al-Fatihah: 4).
4. Yaumul Hasrah (hari penyesalan)
وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الأمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ وَهُمْ لا يُؤْمِنُونَ
“Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputuskan, sedang mereka dalam keadaan lalai dan tidak beriman.” (QS. Maryam: 39).
5. Ad Darul Akhirah (negeri akhirat)
وَإِنَّ الدَّارَ الآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.” (QS. Al-Ankabut: 64)
6. Yaumut Tanad (hari saling memanggil)
وَيَا قَوْمِ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ يَوْمَ التَّنَادِ
“Wahai kaumku, ‘Sesungguhnya aku takut kepada kalian pada hari saling memanggil’”. (QS. Ghafir: 32).
7. Darul Qarar (tempat kembali)
يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ
“Wahai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah kesenangan sementara. Dan sesungguhya akhirat itu adalah negeri tempat kembali”. (QS. Ghafir: 39).
8. Yaumul Fashl (hari pemisahan )
هَذَا يَوْمُ الْفَصْلِ الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ
“Inilah hari pemisahan yang dahulu kamu dustakan.” (QS. Ash Shaffat: 21)
9. Yaumul Jama’ (hari berkumpul )
وَتُنْذِرَ يَوْمَ الْجَمْعِ لَا رَيْبَ فِيهِ
“Dan memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul yang tidak ada keraguan padanya.” (QS. Asy-Syura: 7)
10. Yaumul Hisab (hari perhitungan)
هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِيَوْمِ الْحِسَابِ
“Inilah apa yang dijanjikan kepadamu pada hari perhitungan.” (QS. Shad: 53)
11. Yaumul Wa’id (hari yang dijanjikan)
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ ذَلِكَ يَوْمُ الْوَعِيدِ
“Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari yang dijanjikan.” (QS. Qaf: 20)
12. Yaumul Khulud (Kekal)
ادْخُلُوهَا بِسَلامٍ ذَلِكَ يَوْمُ الْخُلُودِ
“Masukilah ke (dalam surga) dengan keselamatan. Itulah hari yang kekal.” (QS. Qaf: 34)
13. Yaumul Khuruj (hari dikeluarkan dari kubur)
يَوْمَ يَسْمَعُونَ الصَّيْحَةَ بِالْحَقِّ ذَلِكَ يَوْمُ الْخُرُوجِ
“Pada hari ketika mereka mendengar suara dahsyat dengan sebenarnya. Itulah hari keluar (dari kubur).” (QS. Qaf: 42)
14. Al-Waqi’ah
إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ
“Apabila terjadi hari Kiamat.” (QS. Al-Waqi’ah: 1)
15. Al Haqqah (yang pasti)
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحَاقَّةُ
“Dan tahukah kamu apakah hari kiamat itu?” (QS. Al-Haqqah: 3)
16. Ath Thammatul Kubra (bencana besar)
فَإِذَا جَاءَتِ الطَّامَّةُ الْكُبْرَى
“Maka apabila bencana yang sangat besar (hari kiamat) telah datang.” (QS. An-Nazi’at: 34)
17. Ash-Shakhkhah (teriakan)
فَإِذَا جَاءَتِ الصَّاخَّةُ
“Maka apabila datang suara yang memekakkan (telinga).” (QS. Abasa: 33)
18. Al-Azifah (suatu yang dekat)
أَزِفَتِ الآزِفَةُ
“Yang dekat (hari Kiamat) telah makin mendekat.” (QS. AN-Najm: 57)
19. Al-Qari’ah (ketukan keras)
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ
“Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?” (QS. Al-Qari’ah: 3)
Share:

Total Pageviews