... RENUNGAN DI BULAN SYAWAL ...
a.Yang Berlalu dan Yang Datang
Bulan Ramadhan baru saja kita lewati, ada perasan sedih yang menggelayuti jiwa dan rohani kita. Bulan yang penuh berkah telah berlalu, kita hanya bisa berharap dengan doa-doa yang selalu kita panjatkan ke hadirat Allah swt, supaya kita bisa bersua kembali dengan bulan yang penuh berkah ini tahun depan. Dibalik kesedihan berpisah dengan bulan Ramadhan, kita sambut hari yang cerah dengan terbitnya fajar kemenangan dibulan Syawal. Bulan ini kita awali dengan perayaan kemenangan perjuangan melawan hawa nafsu, yang telah membentuk diri kita sebagai insan baru. Di bulan Syawal ini merupakan saat yang tepat dimana kita dapat menorehkan untaian cerita kehidupan yang lebih bermakna pada lembar jiwa yang baru.
b.Tradisi Syawal-an
Di Indonesia, pada bulan Syawal juga lekat dengan beragam tradisi untuk merayakan Idul Fitri, tetapi yang unik dari semua tradisi itu umumnya bertujuan untuk merekatkan tali silaturahim. Sedangkan silaturahim sendiri didalam ajaran Islam sangat dianjurkan. Bahkan Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah menyambung tali silaturahim.” (Muttafaq ‘alaih). Jadi silaturahim memang memiliki keunggulan yang luar biasa untuk kemaslahatan umat. Di Indonesia sudah jamak tatkala sesama muslim bersilaturahim biasanya diwujudkan dalam bentuk halal bi halal dan dimanfaatkan untuk saling bermaaf-maafan. Walaupun mungkin diantara mereka tidak pernah saling berbuat salah
Hal ini tentunya juga sebuah tradisi yang Islami, walaupun Al Quran mengajarkan kepada umat Islam supaya menerapkan sifat “afwun” (pemaaf) itu dalam jiwanya. Artinya setiap saat dimanapun tempatnya kita harus memiliki sifat pemaaf, tidak harus menunggu satu tahun untuk saling bermaaf-maafan.
c.Tingkatan Derajat “Afw” (Pemaaf)
Setiap manusia bisa menjadi seorang Pemaaf, tetapi tidak semuanya mencapai kedudukan yang tertinggi. Al Quran mengklasifikasikan derajat “Afw” (Pemaaf) dalam tiga tingkatan, yaitu
(QS. Ali Imran 134):
“Wal kadhiminal ghaidha” (menahan marah), yaitu apabila disakiti dapat mengekang kemarahannya.
“Wal ‘afiina ‘anin naas” (memaafkan tanpa syarat), yaitu dapat memaafkan dan mengampuni orang yang bersalah.
Wallaahu yuhibbul muhsiniin” (memberikan kebaikan), yaitu orang yang disakiti tidak hanya bisa menahan marah dan memaafkan, tetapi juga bisa memberikan kebaikan kepada orang yang bersalah, sehingga orang yang bersalah tersebut justru mendapat anugrah.
d.Sikap Orang yang Bersalah
“Dzakarullaaha” (ingat kepada Allah), yaitu yaitu berhenti, sesali dan tidak mengulangi kesahannya.
“Fastaghfaru lidzunuubihim”, yaitu memohon ampunan kepada Allah SWT dan meminta maaf kepada manusia (lunasi hutang/kesalahannya)
Semoga di bulan Syawal ini kita benar-benar menjadi insan yang lebih baik dari sebelumnya
e.PUASA SYAWAL
Dari Tsauban, Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu kebaikan, mk baginya spuluh kebaikan semisal].”
(HR. Ibnu Majah & dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dlm Irwa’ul Gholil)
a.Yang Berlalu dan Yang Datang
Bulan Ramadhan baru saja kita lewati, ada perasan sedih yang menggelayuti jiwa dan rohani kita. Bulan yang penuh berkah telah berlalu, kita hanya bisa berharap dengan doa-doa yang selalu kita panjatkan ke hadirat Allah swt, supaya kita bisa bersua kembali dengan bulan yang penuh berkah ini tahun depan. Dibalik kesedihan berpisah dengan bulan Ramadhan, kita sambut hari yang cerah dengan terbitnya fajar kemenangan dibulan Syawal. Bulan ini kita awali dengan perayaan kemenangan perjuangan melawan hawa nafsu, yang telah membentuk diri kita sebagai insan baru. Di bulan Syawal ini merupakan saat yang tepat dimana kita dapat menorehkan untaian cerita kehidupan yang lebih bermakna pada lembar jiwa yang baru.
b.Tradisi Syawal-an
Di Indonesia, pada bulan Syawal juga lekat dengan beragam tradisi untuk merayakan Idul Fitri, tetapi yang unik dari semua tradisi itu umumnya bertujuan untuk merekatkan tali silaturahim. Sedangkan silaturahim sendiri didalam ajaran Islam sangat dianjurkan. Bahkan Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah menyambung tali silaturahim.” (Muttafaq ‘alaih). Jadi silaturahim memang memiliki keunggulan yang luar biasa untuk kemaslahatan umat. Di Indonesia sudah jamak tatkala sesama muslim bersilaturahim biasanya diwujudkan dalam bentuk halal bi halal dan dimanfaatkan untuk saling bermaaf-maafan. Walaupun mungkin diantara mereka tidak pernah saling berbuat salah
Hal ini tentunya juga sebuah tradisi yang Islami, walaupun Al Quran mengajarkan kepada umat Islam supaya menerapkan sifat “afwun” (pemaaf) itu dalam jiwanya. Artinya setiap saat dimanapun tempatnya kita harus memiliki sifat pemaaf, tidak harus menunggu satu tahun untuk saling bermaaf-maafan.
c.Tingkatan Derajat “Afw” (Pemaaf)
Setiap manusia bisa menjadi seorang Pemaaf, tetapi tidak semuanya mencapai kedudukan yang tertinggi. Al Quran mengklasifikasikan derajat “Afw” (Pemaaf) dalam tiga tingkatan, yaitu
(QS. Ali Imran 134):
“Wal kadhiminal ghaidha” (menahan marah), yaitu apabila disakiti dapat mengekang kemarahannya.
“Wal ‘afiina ‘anin naas” (memaafkan tanpa syarat), yaitu dapat memaafkan dan mengampuni orang yang bersalah.
Wallaahu yuhibbul muhsiniin” (memberikan kebaikan), yaitu orang yang disakiti tidak hanya bisa menahan marah dan memaafkan, tetapi juga bisa memberikan kebaikan kepada orang yang bersalah, sehingga orang yang bersalah tersebut justru mendapat anugrah.
d.Sikap Orang yang Bersalah
“Dzakarullaaha” (ingat kepada Allah), yaitu yaitu berhenti, sesali dan tidak mengulangi kesahannya.
“Fastaghfaru lidzunuubihim”, yaitu memohon ampunan kepada Allah SWT dan meminta maaf kepada manusia (lunasi hutang/kesalahannya)
Semoga di bulan Syawal ini kita benar-benar menjadi insan yang lebih baik dari sebelumnya
e.PUASA SYAWAL
Dari Tsauban, Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu kebaikan, mk baginya spuluh kebaikan semisal].”
(HR. Ibnu Majah & dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dlm Irwa’ul Gholil)
0 komentar:
Post a Comment