Cacat Bawaan Kapitalisme
Kapitalisme adalah derivat ideologi sekularisme yang telah terbukti membawa dunia pada jurang kehancuran, yag kaya bertambah kaya dan yang miskin semakin terjepit. Terbukti pada tahun 1960, 20% penduduk dunia terkaya menikmati 75% pendapatan dunia; sedangkan 20% penduduk termiskin hanya menerima 2,3% pendapatan dunia. Pada tahun 1997, 20% penduduk terkaya itu menikmati 80% pendapatan dunia. Sebaliknya, 20% penduduk termiskin menerima 1% saja pendapatan dunia (Spilanne, 2003). Krisis ekonomi dunia sudah terjadi sejak tahun 1907, disusul dengan krisis ekonomi tahun 1923, 1930, 1940, 1970, 1980, 1990, dan 1998 – 2001 bahkan sampai saat ini. Di Asia Tenggara sendiri —khususnya Thailand, Malaysia dan Indonesia— krisis pernah terjadi pada tahun 1997-2002 hingga saat ini.
Krisis ekonomi dunia yang saat ini kita rasakan semuanya bersumber dari cacat bawaan sekularisme sendiri, dalam sistem ekonomi cacat bawaan ini ditandai dengan 2 hal: sistem mata uang kertas dan sistem ribawi, yang akan dijelaskan lebih terperinci dibawah ini
1. Sistem Mata Uang Kertas
Penggunaan uang kertas sebagai alat tukar secara luas sebenarnya baru dikenal kurang lebih abad ke 17, sebelumnya dunia terbiasa menggunakan emas sebagai alat tukarnya. Pada tahun 1944, pasca PDII, AS sebagai pemenang perang sekaligus negara yang mempunyai cadangan emas terbanyak pada waktu itu (80% emas dunia) menjadi tuan rumah atas konferensi dunia yang dikenal dengan nama konferensi Bretton Woods. Konferensi yang dihadiri 44 negara ini bertujuan untuk menstabilkan nilai mata uang pasca PDII, dan hasilnya adalah ditentukannya US$ sebagai mata uang internasional dan keberadaan US$ ini diback-up dengan cadangan emas yang dimiliki oleh AS, ditetapkan pula standar penggantiannya yaitu $35 per troy ounce (1 troy ounce = 31,1 gr), selain itu dibentuk pula dua lembaga internasional untuk mengawasi sistem moneter dunia yaitu IMF dan Worldbank.
Penggunaan uang kertas sebagai alat tukar secara luas sebenarnya baru dikenal kurang lebih abad ke 17, sebelumnya dunia terbiasa menggunakan emas sebagai alat tukarnya. Pada tahun 1944, pasca PDII, AS sebagai pemenang perang sekaligus negara yang mempunyai cadangan emas terbanyak pada waktu itu (80% emas dunia) menjadi tuan rumah atas konferensi dunia yang dikenal dengan nama konferensi Bretton Woods. Konferensi yang dihadiri 44 negara ini bertujuan untuk menstabilkan nilai mata uang pasca PDII, dan hasilnya adalah ditentukannya US$ sebagai mata uang internasional dan keberadaan US$ ini diback-up dengan cadangan emas yang dimiliki oleh AS, ditetapkan pula standar penggantiannya yaitu $35 per troy ounce (1 troy ounce = 31,1 gr), selain itu dibentuk pula dua lembaga internasional untuk mengawasi sistem moneter dunia yaitu IMF dan Worldbank.
Setelah ditetapkannya US$ sebagai mata uang internasional, maka otomatis AS menjadi negara yang bisa mengendalikan negara lain secara ekonomi karena semua negara mencadangkan devisanya dalam bentuk US$, kekayaan pun dapat dengan mudah dipindahkan dari negara lain kepada AS. Tetapi tidak lama, pada tahun 1971, neraca pembayaran AS mengalami defisit yang sangat parah, diikuti dengan lepasnya cadangan emas AS ke negara yang menukarkan US$ kepada emas untuk selanjutnya membeli mata uang mereka sendiri. Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1971, dibuatlah sebuah keputusan yang kontroversial yaitu AS melepaskan ikatan US$ dengan emas (baca: AS menghianati Bretton Woods yang diprakarsainya sendiri), lalu membiarkan nilai US$ ditentukan oleh mekanisme pasar (floating exchange system).
Sejak saat itu, banyak negara yang mengikuti langkah AS mengambangkan kurs mata uang mereka dan melepaskan ikatan dari emas. Hal ini tentu saja menimbulkan kekacauan besar. Karena masalah utama pada kurs mata uang megambang adalah bahwa nilai nominal (yang tertera) dengan nilai intrinsik (bahan pembuat) sangat berbeda jauh. Hal ini memungkinkan AS sebagai negara yang berhak mencetak dolar meraup keuntungan yang sebesar-besarnya dengan mencetak dolar lebih banyak, ketika dolar yang beredar di pasar menjadi lebih banyak, maka daya beli akan berkurang dan harga akan naik (inflasi). Inilah mengapa para ekonom mengatakan bahwa sistem uang kertas akan menyebabkan inflasi. William Cobet mengatakan: “inflasi dan utang nasional adalah anak sistem uang kertas (fiat money)”. Robert A. Mundell seorang pemenang nobel ekonomi memantapkan pandangan ini dengan komentarnya: “Ketika masyarakat dunia menggunakan fiat money, maka konsekuensi logisnya mereka telah memasuki tahapan ekonomi baru yaitu inflasi abadi”
2. Sistem Riba
Basis dari ekonomi kapitalis yang lain adalah sistem riba, riba atau interest/rente dianggap sebagai keuntungan atas “menjual” uang. Dengan kata lain, kapitalisme menganggap uang adalah komoditas bukan hanya sebagai nilai tukar. Riba sebenarnya adalah suatu mekanisme untuk menjerat seseorang dalam hutang serta membuat seseorang yang satu menjadi kaya raya sedangkan yang lainnya menjadi terpuruk.
Basis dari ekonomi kapitalis yang lain adalah sistem riba, riba atau interest/rente dianggap sebagai keuntungan atas “menjual” uang. Dengan kata lain, kapitalisme menganggap uang adalah komoditas bukan hanya sebagai nilai tukar. Riba sebenarnya adalah suatu mekanisme untuk menjerat seseorang dalam hutang serta membuat seseorang yang satu menjadi kaya raya sedangkan yang lainnya menjadi terpuruk.
Sebagai ilustrasi, andaikan di dunia ini hanya ada 2 orang A & B yang saling berdagang satu sama lain, lalu bank meminjamkan kepada mereka masing-masing $100 dengan bunga 5% yang harus dibayar pada akhir tahun, seandainya A berhasil mendapatkan $105 pada akhir tahun, maka dipastikan B hanya punya $95, dan masih mempunyai hutang $10 pada bank, mengapa? karena uang yang beredar sejak awal adalah $200, biasanya dalam dunia riil, bank segera menyita aset-aset B atau meminyanya berhutang lebih banyak lagi
Konsekuensi diterapkannya ribaa adalah pertama bunga akan menuntut pertumbuhan ekonomi yang terus menerus meskipun kondisi aktual ekonomi sudah mencapai titik jenuh atau konstan. Riba pun cenderung memposisikan kesejahteraan pada segelintir kaum minoritas dengan memajaki kaum mayoritas.
Selain kedua hal diatasm banyak sekali program-program derivatif daripada sistem eknomi kapitalis seperti fractional reserve requirement pada bank, suburnya ekonomi non-riil yang mengakibatkan fenomena economic bubble, dan juga kebiasaan komsumtif yang membuat seseorang terjerat pada hutang. Maka sistem ekonomi kapitalis adalah sistem yang rusak, cacat bawaan yang tidak akan pernah bia diperbaiki kecuali dengan darah dari yang lain, satu-satunya solusi bagi perekonomian dunia adalah kembali pada sistem Islam yang adil.
Wallahua’lam bi ash-shawab
0 komentar:
Post a Comment