MOTIVASI HIDUP ISLAM

Visit Namina Blog

Saturday 10 January 2015

Keutamaan Bulan Shafar


Diasuh oleh Ustadz Abu Abdirrohman Yoyok Wahyu Nugroho
Tanya : “Adakah dalil-dalil yang menjelaskan adanya keutamaan bulan shafar dan amalan-amalan khusus yang dianjurkan di dalam bulan shafar ini ? Barokallohu fiikum.”
Jawab :
Tentang masalah ini, Syaikh Al-‘Allamah Shiddiq Hasan Khon rohimahulloh berkata :“Saya tidak mendapati adanya hadits tentang keutamaan bulan shafar atau celaan terhadapnya.” (Al-Mau’idzhoh Al-Hasanah, hal. 180)  
Yang beliau maksudkan adalah tidak adanya hadits shohih yang menjelaskan keutamaan bulan shafar dan juga amalan yang dianjurkan di dalamnya. Yang ada adalah hadits yang tidak shohih sebagai berikut : “Barangsiapa yang mengabarkan kepadaku dengan keluarnya bulan shafar, maka aku akan memberi kabar gembira kepadanya untuk masuk surga.”
Hadits tersebut adalah dho’if bila ditinjau dari sanad ataupun matannya, bahkan dinyatakan oleh Al-Imam Al-‘Iroqy rohimahulloh sebagai hadits yang maudhu’ (palsu) (lihat Al-Fawa’id Al-Majmu’ah (hal. 438) karya Imam as-Syaukani rohimahulloh, juga kitab Bida’ wa Akhtho’ Tata’allaqu bil Ayyam was Syuhur (hal. 251-252) karya Ahmad as-Sulami)
Disamping itu, tidak dinukilkan sedikitpun dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam tentang adanya amalan khusus yang dianjurkan beramal di bulan ini. Tetapi kalau kita perhatikan apa yang ada di umumnya masyarakat kita, akan kita dapati beberapa amalan aneh yang diyakini sebagai bagian dari agama islam. Diantaranya adalah :
Pertama : Meyakini adanya kesialan atau banyaknya bala’ (musibah) dengan bulan ini. Padahal keyakinan seperti ini adalah keyakinan masyarakat jahiliyyah quraisy yang kemudian dibatalkan oleh syari’at Islam. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak ada penyakit menular dan (tidak ada) Thiyaroh (merasa sial dengan sebab adanya burung tertentu atau hewan-hewan tertentu, edt.), dan tidak ada pula Hamah (merasa sial dengan adanya burung gagak, edt.), dan tidak ada pula (merasa sial dengan) bulan Shafar.” (HR Imam al-Bukhori no. 5757 dan Muslim no. 2220)
Kedua : Pada bulan ini, mengadakan acara ritual khusus pada hari Rebo Wekasan (bahasa Jawa). Rebo artinya hari rabu, wekasan artinya yang terakhir. Yakni acara ritual khusus yang dilakukan oleh sebagian masyarakat pada hari rabu terakhir di bulan shafar. Mereka meyakini (berdasarkan riwayat-riwayat yang palsu dan tidak ada asal-usulnya dalam syari’at agama ini, edt.) bahwa saat itu akan terjadi musibah atau malapetaka yang sangat besar.
Sehingga agar tidak tertimpa musibah, dianjurkan untuk melakukan sholat 4 (empat) rokaat, setiap roka’at membaca surat al-Fatihah, lalu membaca surat al-Kautsar 17x, lalu surat al-Ikhlash 5x, lalu surat al-Falaq dan an-Naas masing-masing 1x. Ada yang mengatakan dikerjakan hari selasa malam rabunya, atau pagi hari rabu di waktu dhuha, selesai sholat terus membaca doa-doa dan wirid buatan mereka, yang kalau kita perhatikan isinya mengandung kesyirikan dan kesesatan yang sangat banyak. (sumber amalan tersebut diambil dari kitab-kitab bid’ah penuh khurafat, seperti al-MujarobatKanzun Najah was Surur fii Fadhoilul Azmina was ShuharAl-Aurod al-Khowajah MughniddinAl-Jawahirul Khoms dan lain-lain, edt.)
Setelah selesai acara, terkadang mereka berkumpul-kumpul di masjid menunggu rajah-rajah (jimat) bikinan kyai mereka, lalu meletakkannya di gelas yang diisi air lalu meminumnya. Terus perayaan acara makan-makan, lalu berjalan di rumput-rumput dengan keyakinan agar sembuh dari segala penyakit, dan lain-lainnya.
Sungguh, ini semua adalah termasuk ritual jahiliyyah, yang munculnya karena kejahilan/kebodohan terhadap syari’at agama yang benar, lemahnya tauhid (keimanan), banyaknya ahli bid’ah dan para penyesat agama ini, berkembang suburnya kebid’ahan, serta sedikitnya para da’i yang menyeru kepada tauhid dan aqidah yang benar. (lihat Tahdzirul Muslimin ‘anil Ibtida’ fid Diin (hal. 281) karya Ibnu Hajar Alu Abi Thomi, Ishlahul Masajid (hal. 116) karya al-Qoshimi, dan Al-Bida’ al-Hauliyyah (hal. 126-132) karya Syaikh at-Tuwaijiry)
Demikianlah, berdasarkan uraian ringkas tersebut di atas, tidak ada keistimewaan khusus bulan shafar dan tidak ada pula amalan khusus yang mesti diamalkan sebagai ibadah sunnah di bulan ini. Adapun amalan-amalan yang bid’ah (yang tidak ada asalnya dari syari’at agama kita ini), wajib atas kita menjauhinya, biarpun masih banyak orang yang mengamalkannya. Kewajiban kita hanya mengingatkannya. Shahabat rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam yang mulia, yakni Ibnu Mas’ud rodhiyyallohu ‘anhu berkata : “Ittiba’-lah kalian (yakni ikutilah ajaran rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam), jangan berbuat bid’ah, sungguh telah cukup bagi kalian, semua bid’ah itu adalah sesat.” (lihat Kitabul Ilmi (54), Sunan Ad-Darimi (205),Ibnu Wadhoh (17), Ibnu Nashr (28), al-Mu’jamul Kabir (8770), Syu’abul Iman (2216) dan Dzammut Ta’wil (58) ) Wallohu a’lamu bis showab.
Share:

0 komentar:

Total Pageviews

Archive