MOTIVASI HIDUP ISLAM

Visit Namina Blog

Friday, 18 September 2015

- 13 Alasan Emanuel Adebayor Masuk Islam -

- 13 Alasan Emanuel Adebayor Masuk Islam -
Beberapa bulan terakhir, berita tentang masuk Islamnya seorang atlet sepak bola internasional terdengar cukup ramai berseliweran di dunia maya.
Ya, seorang pemain internasional asal Togo, Sheyi Emmanuel Adebayor, mengumumkan bahwa ia telah memeluk Islam. Ia telah meninggalkan keyakinan Kristennya dan memilih Islam sebagai jalan hidup. Jalan kebenaran yang ia yakini.
Menariknya, ia juga menyebutkan beberapa alasan mengapa ia memilih Islam dan meninggalkan Kristen. Tentu ini menunjukkan, Adebayor melakukan pengkajian, membandingkan, dan merenungkan sehingga sampai pada kesimpulan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Bukan sekedar ikut-ikutan dan emosional saja.
Berikut ini alasan Adebayor memeluk Islam sebagaimana dirilis olehtheheraldng.com. Pesepakbola yang pernah bermain untuk klub-klub sepak bola top Eropa: Arsenal, Manchester City, Real Madrid, dan kini Tottenham Hotspurs ini mengatakan,
“Aku punya 13 alasan yang kuat mengapa seorang muslim itu sama seperti Yesus dan mereka lebih mengikuti Yesus daripada orang-orang Kristen:
Pertama, Yesus mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan. Hanya satu Tuhan saja yang berhak untuk disembah. Hal itu termaktub dalam Deut 6:4, Mark 12:29. Umat Islam juga meyakini demikian. Sebagaimana diajarkan Alquran dalam surat 4 (An-Nisa) ayat 171.
Kedua, Yesus tidak makan daging babi. Dijelaskan dalam Leviticus 11:7. Sama dengan yang dilakukan umat Islam. Dan hal itu dijelaskan Alquran dalam surat 6 (Al-An’am) ayat 145.
Ketiga, Yesus mengucapkan salam dengan kalimat “assalamu’alaikum” (kedamaian selalu bersamamu). Terdapat dalam John 20:21. Muslim juga mengucapkan salam dengan cara demikian.
Keempat, Yesus selalu mengucapkan “God Willing” (insya Allah). Umat Islam mengucapkan kalimat ini juga sebelum mereka melakukan apapun. Sebagaimana dituntunkan dalam Alquran surat 18 (Al-Kahfi) ayat 23-24.
Kelima, Yesus mencuci wajah, kedua tangan, dan kedua kakinya sebelum shalat. Hal yang sama juga dilakukan oleh seorang muslim.
Keenam, Yesus dan nabi-nabi lainnya yang terdapat di dalam Injil shalat dengan meletakkan kepala mereka di tanah. Dijelaskan dalam Matthew 26:39. Muslim juga melakukan demikian. Sebagaimana diajarkan Alquran dalam surta 3 (Ali Imran) ayat 43.
Ketujuh, Yesus memiliki janggut dan memakai throbe (gamis). Hal ini disunnahkan bagi seorang muslim.

Kedelapan, Yesus mengikuti syariat (syariatnya tauhid sama seperti nabi-nabi sebelumnya pen.) dan mengimani semua nabi. Lihat Matther 5:17. Muslim juga diajarkan demikian oleh Alquran. Lihatlah surat 3 (Ali Imran) ayat 84 dan 2 (Al-Baqarah) 285.
Kesembilan, Ibu Yesus, Maryam, mengenakan pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya dan mengenakan hijab. Sebagaimana terdapat dalam 1 Timothy 2:9, Genesis 24: 64-65, dan Corinthians 11:6. Wanita muslimah juga mengenakan pakaian yang sama. Alquran mengajarkan mereka dalam surat 33 (Al-Ahzab) ayat 59.
Kesepuluh, Yesus dan nabi-nabi lainnya yang disebutkan di dalam Injil berpuasa hingga lebih dari 40 hari. Lihat Exodus 34:28, Daniel 10:2-6. 1Kings 19:8 dan Matthew 4:1. Muslim pun berpuasa selama bulan Ramadhan. Seorang muslim diwajibkan berpuasa sebulan penuh, 30 hari. Lihat Alquran surat 2 (Al-Baqarah) ayat 183. Kemudian dianjurkan untuk melanjutkan berpuasa 6 hari untuk menambah ganjaran pahala.
Kesebelas, Yesus mengajarkan agar berucap “Kedamaian untuk rumah ini” ketika memasuki rumah. Lihat Luke 10:5. Dan juga memberi salam kepada orang-orang di dalam rumah dengan ucapan “Kedamaian untuk kalian”. Sekali lagi, muslim melakukan hal yang sama persis dengan apa yang dilakukan dan diajarkan Yesus. Ketika kita masuk ke rumah kita, atau rumah orang lain, kita mengucapkan “Bismillah” dan juga memberi salam “assalamualaikum”. Inilah tuntunan Alquran dalam surat 24 (An-Nur) ayat 61.
Kedua belas, Yesus dikhitan (disunat). Khitan merupakan salah satu dari 5 sunnah fitrah dalam ajaran Islam. Dalam Islam, seorang laki-laki diwajibkan untuk berkhitan. Berdasarkan Injil Luke 2:21. Yesus berusia 8 hari saat ia dikhitan. Di dalam Taurat, Allah berfirman kepada Nabi Ibrahim bahwa khitan adalah sebuah “perjanjian abadi”. Lihat Genesis 17:13. Di dalam Alquran, surat 16 (An-Nahl) ayat 123, seorang muslim diwajibkan untuk mengikuti agama Nabi Ibrahim. Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Ibrahim berkhitan setelah berumur delapan puluh tahun” (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
Ketiga belas, Yesus berbicara dalam bahasa Aramaik dan menyebut Tuhan dengan Elah. Secara penyebutan atau pelafalan, sama dengan lafadz Allah. Aramaik adalah bahasa kuno. Ia merupakan bahasa Bible. Bahasa ini merupakan salah satu dari Bahasa Semit. Termasuk juga bahasa Hebrew (Ibrani), Arab, Ethiopia, dan bahasa-bahasa kuno lainnya seperti bahasa Assyria dan Babylonia yang merupakan Bahasa orang-orang Akkadia.
Bahasa Aramaik “Elah” dan bahasa Arab “Allah” adalah sama.
Kata Aramaik “Elah” berasal dari bahasa Arab “Allah”. Yang artinya adalah Tuhan. Allah dalam bahasa Arab artinya juga Tuhan. Tuhan Yang Mahatinggi. Anda bisa dengan mudah mendapatkan kesamaan pelafalannya. Dengan demikian, Tuhannya Yesus juga merupakan Tuhannya orang-orang Islam. Dialah Tuhan semua manusia. Dan Tuhan semua makhluk yang ada.
Nah, sekarang katakan kepadaku, siapakah pengikut Yesus yang sebenarnya? Tentu saja jawabnya umat Islam. Sekarang saya yakin saya telah menjadi pengikut Yesus yang sebenarnya”. Tutup Adebayor.

Penutup
Kajian yang dilakukan Adebayor benar-benar menunjukkan bahwa yang benar itu jelas dan yang menyimpang itu juga telah jelas. Oleh karena itu, benarlah apa yang Allah firmankan,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS:Ali Imran | Ayat: 85).
Rugilah mereka yang memilih agama selain Islam. Apalagi menukarnya dengan yang selainnya.
Share:

# Adil Yang Susah #

# Adil Yang Susah #
Menjadi hakim/penengah antara 2 orang yang tidak kita kenal, mungkin mudah. Tapi menjadi penengah antara orang yang kita suka atau kita benci, itu akan sulit.
Maka Allah pun mewanti-wanti masalah ini, ketika Dia memerintahkan untuk berbuat adil, dan Allah sebutkan motivasi yang seharusnya dimiliki orang yang menjadi penengah agar mudah berbuat adil:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّـهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. (al Maaidah: 8)
Kemudian Allah jelaskan satu hal yang banyak menyebabkan orang tak bisa berbuat adil:
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. (al Maaidah: 8)
Allah pun mengulang lagi perintah untuk adil, dengan memberikan hikmah dalam berbuat adil:

اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. (al Maaidah: 8)
Makin sempurna keadilan, makin sempurna ketakwaan. Allah pun perintahkan untuk bertakwa, karena Allah tahu setiap gerak-gerik manusia:
وَاتَّقُوا اللَّـهَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (al Maaidah: 8)
Maka niat yang ikhlas karena Allah dalam menghakimi, akan membuat orang makin mudah berbuat adil. Sebaliknya, tendensi yang ada pada seseorang, akan menjerumuskan seseorang pada kezaliman.

Kata sahabat saya, kalau Anda menjadi penengah 2 orang yang tak Anda kenal, maka minimal Anda kan dapatkan seorang teman. Tapi kalau Anda menjadi penengah 2 orang teman Anda yang berselisih, besar kemungkinan Anda kan kehilangan seorang teman.
Share:

# Menjabat Tangan Ketika Memberikan Salam #

# Menjabat Tangan Ketika Memberikan Salam #
Diantara adab salam adalah menjabat tangan. Selain mengucapkan salam, akhlaq yang indah (karimah) bagi seorang Muslim ketika bertemu dengan saudaranya adalah menjabat tangannya dengan hangat. Seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, ”Wahai Rasulullah, jika seseorang dari kami bertemu dengan saudaranya atau temannya apakah harus menunduk-nunduk?” Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Tidak!” Tanyanya, ”Apakah harus merangkul kemudian menciumnya?” Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Tidak!” Tanyanya sekali lagi, ”Apakah meraih tangannya kemudian menjabatnya?” Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ya!” (HR. Muslim).
Selain memiliki nilai kehangatan dan persahabatan (ukhuwwah), jabatan tangan juga akan menghapus dosa di antara kedua muslim yang melakukannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Tidaklah dua orang Muslim yang bertemu kemudian berjabat tangan kecuali Allah akan mengampuni dosa keduanya sampai mereka melepaskan jabatan tangannya” (HR. Abu Daud). Yang tetap perlu diperhatikan hendaklah lelaki tidak berjabat-tangan dengan wanita yang bukan mahromnya; demikian pula sebaliknya.
Share:
- Kesalahan-Kesalahan Seputar Manji Junub -
1. Suami istri tidak mandi kecuali setelah mengeluarkan air mani (orgasme)
Kesalahan semacam ini telah menyebar di kalangan kaum muslimin. Sebagian mereka apabila menggauli istrinya tidak mandi dan tidak menyuruh istrinya mandi kecuali jika keduanya mencapai orgasme.
Hal semacam ini memang pernah terjadi pada permulaan datangnya Islam sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ الْمَاءِ
“Sesungguhnya air itu dari air“.
Akan tetapi, hadits itu di-mansukh (dihapus) dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Apabila dua khitan (kemaluan laki-laki dan perempuan) telah bertemu dan kepala zakar telah masuk, maka hal itu sudah wajib mandi, baik keluar mani (orgasme) maupun tidak”.
Oleh karena itu, barangsiapa yang mendatangi istrinya dan belum orgasme, lalu ia tidak mandi junub dan langsung mengerjakan shalat, maka shaltnya batal. Sebab, dia masih dalam keadaan junub.
2. Tidak menutupi aurat dari pandangan manusia ketika mandi
Sesungguhnya malu itu sebagian dari iman. Akan tetapi, pada kenyataanya masih kita dapati sebagian kaum muslimin yang melepas pakaian malunya. Mereka berdiri di tempat-tempat umum, seperti tepi sungai atau laut untuk mandi jumat atau mandi janabat di depan orang-orang tanpa merasa malu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa di antara sebab-sebab adzab kubur adalah tidak menutup (aurat) ketika kencing. Lantas, bagaimana jika tidak meutupnya ketika mandi?!!
3. Berkeyakinan bahwa dua mandi tidak boleh disatukan
Banyak kaum muslimin tidak mengetahui bahwa jika waktu hari raya itu datangnya bersamaan dengan hari jumat, maka dia cukup mandi satu kali seraya menggabungkan dua niat. Demikian pula dengan mandi junub dan mandi jumat. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Setiap orang akan mendapat sesuai yang dia niatkan“.
4. Meyakini bahwa mandi tidak dapat menggantikan wudhu
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berwudhu setelah mandi.”
Abu Bakr bin Al-Arabi mengatakan, “Para ulama tidak berbeda pendapat bahwa wudhu sudah masuk dalam mandi dan niat bersuci dari janabat sudah mencakup niat untuk bersuci dari hadats serta menghilangkannya. Hal ini desebabkan penghalang-penghalang janabat lebih banyak daripada penghalang-penghalang hadats sehingga niat yang lebih sedikit masuk ke dalam niat yang lebih besar dan yang demikian itu sudah mencukupinya”.
5. Tidak meratakan air ke seluruh tubuh
Hal ini khususnya terjadi pada orang gemuk. Terkadang, ada bagian-bagian dari tubuhnya, khususnya dada dan lemak pada peru, yang saat air melewatinya, air tidak bisa mengalir ke anggota badan yang berada di bawahnya. Dalam keadaan seperti ini, maka mandinya tidak sempurna.
6. Menunda mandi junub dan mandi setelah haid hingga matahari terbit
Sebagian wanita apabila dalam keadaan junub (setelah bersetubuh dengan suaminya) atau ketika suci dari haid pada malam hari, dia menunda mandi hingga matahari terbit. Setelah itu, dia baru mandi dan melaksanakan shalat Shubuh. Hal ini hukumnya haram menurut ijma’. Sebab, dia wajib segera mandi dan mengerjakan shalat pada waktunya. Allah berfirman:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا
“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah pada saat berdiri, duduk, dan berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiabn yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman“. (An-Nisa’ [4]: 103).
Sebab, menunda waktu shalat dengan sengaja hingga habis waktunya termasuk dosa besar. Jika suaminya mengetahui hal itu, maka dia juga terjerumus ke dalam dosa bersama istrinya (keadaan ini jika istrinya sudah mengerti hukumnya). Namun, jika istrinya tersebut belum mengerti hukumnya, maka dirinya tergolong orang yang udzur lantaran kebodohannya hingga dia mengerti.
7. Menutup kepala ketika mandi
Sebagian orang jika hendak mandi meletakkan sesuatu di atas kepalanya lantaran khawatir bila rambutnya basah. Padahal, hal itu dapat mencegah masuknya air. Ini merupakan kesalahan besar. Sebab, dengan demikian bersucinya menjadi kurang sempurna lantaran dia menutup sesuatu yang semestinya wajib untuk dibasuh
Share:

- Allah Lebih Dekat dari Urat Leher -

- Allah Lebih Dekat dari Urat Leher -
Dalam sebuah posting masalah aqidah, kami pernah mengangkat pembahasan cukup krusial yaitu mengenai keberadaan Rabb kita. Keberadaan Allah adalah di atas langit dan Dzat Allah bukan di mana-mana. Itulah kesimpulan yang dapat ditarik. Namun sebagian orang kemudian mengangkat suara tanda kurang setuju. Mereka pun mengemukakan ayat dalam surat Qaaf berikut.
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” (QS. Qoof: 16).
Kata mereka, dari sini kita harus katakan bahwa Allah itu dekat, bukan jauh di langit sana. Itulah argumen mereka.
Semoga tulisan berikut bisa menjawab kerancuan di atas. Hanya Allah yang memberi taufik dan kemudahan.
Apa yang Dimaksud Kedekatan Dalam Ayat Ini?
Para ulama ahli tafsir berselisih pendapat mengenai makna kedekatan dalam ayat di atas, apakah yang dimaksud adalah kedekatan Allah atau kedekatan malaikat.
Abul Faroj menyebutkan bahwa ada dua pendapat ketika mengartikan kedekatan dalam ayat di atas.
Pertama adalah kedekatan para malaikat.
Kedua adalah kedekatan Allah dengan ilmu-Nya, sebagaimana yang disebutkan dari Abu Sholih, dari Ibnu ‘Abbas.
Namun ingat, mereka sama sekali tidak memaksudkan kedekatan di situ adalah kedekatan Dzat Allah ‘azza wa jalla, yaitu Dzat Allah dekat dengan urat leher dari seorang hamba. Jadi, jika ulama tersebut menafsirkan kedekatan di situ bukan kedekatan para malaikat, maka mereka mereka akan menafsirkan bahwa kedekatan tersebut adalah kedekatan dengan ilmu dan qudroh (kekuasaan) Allah. –Demikian penuturan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah-[1]
Jadi, perlu diperhatikan bahwa tidak ada satu pun ulama Ahlus Sunnah yang mengartikan kedekatan Allah dengan kedekatan Dzat-Nya, sehingga jika kedekatan-Nya dimaknakan Allah berada di mana-mana, ini adalah makna yang jelas-jelas keliru.
Dari dua tafsiran ulama mengenai “kedekatan” dalam surat Qaaf ayat 16, kedekatan yang lebih tepat adalah kedekatan para malaikat bukan kedekatan ilmu Allah. Alasannya adalah:
Pertama: Melihat kelanjutan surat Qaaf ayat 16 yang membicarakan tentang malaikat.[2]
Selengkapnya Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ, إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 16-18).
Konteks ayat ini membicarakan tentang malaikat.
Kedua: Yang dimaksudkan “al insan (manusia)” dalam surat Qaaf ayat 16 adalah umum, baik mukmin ataupun kafir. Jika kita menyatakan yang dimaksudkan dalam ayat itu adalah kedekatan Allah, maka ini sangat bertentangan. Kedekatan Allah tidak mungkin pada orang kafir. Kedekatan Allah hanya pada orang beriman saja. Sehingga yang lebih tepat kita katakan, maksud ayat ini adalah kedekatan para malaikat.[3]
Mungkin ada yang mengatakan bahwa dalam surat Qaaf ayat 16 digunakan kata ‘Kami (nahnu)’, “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya”, namun kenapa yang dimaksudkan adalah malaikat dan adakah contoh yang semisal?
Jawabannya, ada contoh ayat yang semisal. Sama-sama menggunakan kata ‘Kami (nahnu)’, namun yang dimaksudkan adalah kedekatan malaikat. Contohnya firman Allah Ta’ala,
لا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ , إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasai) nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” (QS. Al Qiyamah: 16-17).
Yang dimaksud dengan “Kami” di sini adalah Malaikat Jibril. Allah menyandarkan perbuatan Jibril pada diri-Nya karena Jibril adalah utusan-Nya. Sebagaimana dalam surat Qaaf ayat 16 Allah menyandarkan kedekatan malaikat pada diri-Nya karena malaikat adalah utusan-Nya. Hal itu dibuktikan dalam ayat,
أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ بَلَى وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ
“Apakah mereka mengira, bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar), dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka.” (QS. Az Zukhruf: 80)[4].
Sehingga pendapat yang lebih tepat, yang dimaksud kedekatan dalam ayat tersebut adalah kedekatan malaikat sebagaimana pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Begitu pula jika kita temukan dalam ayat lainnya yang menyebutkan kedekatan secara umum (mencakup mukmin dan kafir), maka yang dimaksudkan adalah kedekatan para Malaikat.[5]
Kesimpulan:
1. Allah berada di atas ‘Arsy sesuai dengan sifat yang layak bagi-Nya.
2. Allah juga selalu dekat dengan hamba-Nya yang beriman, namun bukan berarti Dzat Allah di mana-mana.
3. Ilmu Allah di mana-mana, namun Dzat Allah tetap di atas ‘Arsy-Nya.
4. Tidak ada satu pun ulama Ahlus Sunnah yang mengatakan kedekatan Allah dengan kedekatan Dzat-Nya sehingga berarti Allah ada di mana-mana.
5. Allah Maha Tinggi, namun dekat. Dia Maha Dekat, namun tetap berada di ketinggian.
6. Sesuatu yang mustahil bagi makhluk, tidak mustahil bagi Allah. Makhluk tidak mungkin dikatakan berada di tempat yang tinggi tetapi dekat, namun hal itu mungkin saja bagi Allah. Karena Allah Maha Besar, segala sesuatu sangat mungkin bagi Allah.
7. Menurut pendapat yang lebih tepat, pada surat Qaaf ayat 16 (Kami lebih dekat dari urat leher), yang dimaksud adalah kedekatan malaikat. Jika ingin dimaknakan kedekatan Allah, maka yang dimaksudkan adalah kedekatan Allah dengan ilmu-Nya dan bukan berarti Dzat Allah di mana-mana.

[1] Lihat Majmu’ Al Fatawa, 5/502, Darul Wafa’, cetakan ketiga 1426 H.
[2] Lihat Majmu’ Al Fatawa, 5/504-505. Lihat pula penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ketika menjelaskan surat Qaaf ayat 16 dalam Tafsir Al ‘Allamah Muhammad Al ‘Utsaimin, 8/15, Asy Syamilah
[3] Lihat Tafsir Al ‘Allamah Muhammad Al ‘Utsaimin, 8/15.
[4] Lihat Tafsir Al ‘Allamah Muhammad Al ‘Utsaimin, 8/15-16.
[5] Lihat Tafsir Al ‘Allamah Muhammad Al ‘Utsaimin, 8/16.
Share:

Monday, 14 September 2015

Yang Lain Sangat Cemburu Pada Adzan Magrib Ramadhan

# Yang Lain Sangat Cemburu Pada Adzan Magrib Ramadhan
Pernahkah kita cemburu?
Ya demikianlah rasa dan perasaannya
Siapa yang tidak cemburu..
perhatian hampir seluruh manusia tertuju pada yang satu ini ketika Ramadhan.
Telinga Peka dan siap mendengar
Mata menoleh berulang-ulang kali mata penunjuk waktu
Ketika datang bersahut-sahutan, disambut dan hati siapa yang tidak bahagia
Telah basah dahaga dan telah terisipembuluh
Anak-anak gembira memainkan jari mencomot hidangan
Yang paling bahagia adalah hati seorang mukmin ikhlas
Ketika kita berbahagia ternyata ada yang cemburu,
adzan-adzan yang lain
adzan-adzan di luar Ramadhan
mereka cemburu…
Adalah adzan Subuh yang paling cemburu
sedikit sekali telinga yang terpasang
sedikit sekali mata yang terjaga
sedikit sekali hati yang tersentuh
dan sangat sedikit juga anggota badan yang bergerak
Padahal …
shalat subuh termasuk yang paling berat dilakukan oleh orang munafik
beliau bersabda,
“Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafik selain dari shalat Shubuh dan shalat ‘Isya’. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada pada kedua shalat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walau sambil merangkak.”
Padahal…
shalat adalah tempat istirahat dari segala ketegangan dan kepenatan dunia
bagi mereka yang sudah merasakan manisnya iman
Beliau bersabda,
“Berdirilah wahai Bilal (lantunkanlah adzan), istirahatkanlah kami dengan shalat (HR. Abu Dawud, shahih)
Dan Kami berdoa dalam mustajab di kemustajaban Ramadhan
Agar dimudahkan untuk beribadah yang menjadi kebutuhan kami
Merasakan lezatnya beribadah yang selalu dinanti
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu.”
Share:

Tidak ada yang Kebetulan

- Tidak ada yang Kebetulan -
Bismillah, jangan pernah merasa "kebetulan", sehingga melupakan ihsan dan hikmah Allah di dalam setiap peristiwa demi peristiwa, yang hakekatnya jika kita renungkan dg baik, dapat disimpulkan peristiwa-peristiwa itu menguntungkan kita.
Barangkali sebagian orang kurang menyadari bahwa sesungguhnya dirinya telah dipilih oleh Rabb nya dari sekian miliar manusia untuk menjadi orang yang "sangat sulit melakukan kemaksiatan" ,
karena Allah telah pilihkan untuknya : teman, suami/istri, Ustadz, anak yang baik, sehingga ketika sedikit sja melakukan kemaksiatan langsung ada yg memergoki, melaporkan ataupun menasehati.
Allah telah pilihkan baginya : pekerjaan, tugas dan kesibukan yg membuatnya gak sempat memikirkan kemaksiatan, apalagi melakukannya.
Allah pilihkan baginya ketidakterkenalan dan ucapannya tidak banyak didengar orang, yg hal itu membuatnya tidak memiliki kesempatan berbuat riya` dan sum'ah, serta menyesatkan manusia.
Allah telah pilihkan kemiskinan untuknya, yg membuatnya sulit melakukan kemaksiatan dengan harta.
Adakah sesuatu yg "kebetulan" (tdk dibawah pengaturan Allah yg penuh hikmah, karunia ataupun keadilan) di dunia ini?
Share:

Hukum Vaksin dan Imunisasi

- Hukum Vaksin dan Imunisasi -
Pertanyaan:
Bagaimana hukum vaksinasi atau imunisasi untuk anak-anak, apakah halal atau haram? Karena kami bingung.
Jawaban:
Untuk pertanyaan di atas, ada beberapa hal yang perlu dijelaskan:
Pertama, pengobatan untuk mencegah terjadinya penyakit adalah hal yang diperbolehkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَصَبَّحَ بِسَبْعِ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً لَمْ يَضُرَّهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ سُمٌّ وَلاَ سِحْرٌ
“Barang siapa yang makan pagi dengan tujuh butir kurma ‘Ajwah, dia tidak akan dibahayakan oleh racun dan sihir pada hari itu.” (Hadits Sa’d bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhary dan Muslim)
Dari hadits di atas, telah jelas bahwa pencegahan terhadap bahaya racun dan sihir adalah dengan memakan kurma ‘Ajwah.
Kedua, penggunaan vaksinasi dan imunisasi, berupa zat yang bermanfaat dan halal, adalah hal yang diperbolehkan berdasarkan dalil-dalil umum tentang pembolehan untuk berobat.
Ketiga, sebagian efek sementara yang timbul akibat vaksinasi dan imunisasi, berupa panas dan semisalnya adalah hal yang tidak dipermasalahkan selama ada manfaat besar yang terkandung pada vaksinasi dan imunisasi itu. Hal ini sebagaimana khitan pada seseorang, yang membahayakan lantaran rasa sakit dalam proses khitan itu, tetapi tidak dipermasalahkan karena manfaat khitan yang sangat besar.
Keempat, kalau terbukti, berdasarkan ilmu kedokteran, bahwa suatu vaksinasi atau imunisasi memberi bahaya yang lebih besar terhadap anak, seseorang tidak diperbolehkan untuk melakukannya karena Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ.
“Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kebinasaan.” [Al-Baqarah: 195]
Juga karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak (diperbolehkan) ada bahaya dan pembahayaan.” (Diriwayatkan oleh sejumlah shahabat. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Irwa` Al-Ghalil no. 896) [(Dijawab oleh ust Dzulqarnain di majalah Asy-Syifa ed.2 ]
Share:

Apakah Ipar Termasuk Mahram

- Apakah Ipar Termasuk Mahram ? -
Soal:
Bersalaman dengan istri dari saudara kandung (baca: saudara ipar) haram atau halal? Dan bolehkan berdua-duaan dengannya? Apa hukumnya?
Jawab:
Istri dari saudara kandung bukanlah termasuk mahram bagi saudara si suami. Maka tidak boleh berjabat tangan dengannya dan tidak boleh berdua-duaan dengannya. Yang menjadi dasar atas hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua imam, yaitu imam Ahmad dan imam Al Bukhari dari sahabat ‘Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إياكم والدخول على النساء، فقال رجل من الأنصار: يا رسول الله: أفرأيت الحمو؟ قال: الحمو: الموت
“Jauhilah masuk ke rumah-rumah para wanita”. Maka seorang lelaki Anshar bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan ipar?”. Beliau bersabda: “ipar adalah maut“.
Makna dariالحمو di sini adalah saudara kandung suami.
Share:

Jagalah Pandanganmu

- Jagalah Pandanganmu -
Kelazatan memandang yg haram mewariskan kegelapan dalam hati, menyirnakan kekhusyu'an dalam sholat, serta membuat sulit mengalirkan air mata
Kelezatan dn kebahagiaan dalam hati krn menjaga pandangan lebih indah drpd kelezatan semu krn memandang yg haram yg berakhir dgn kegelisahan
Nabi Yusuf alaihis salam lebih menyukai kelezatan beribadah dipenjara drpd memenuhi kelezatan ajakan zina para wanita. (QS Yusuf : 33)
Share:

Menjabat Tangan Ketika Memberikan Salam

- Menjabat Tangan Ketika Memberikan Salam -
Diantara adab salam adalah menjabat tangan. Selain mengucapkan salam, akhlaq yang indah (karimah) bagi seorang Muslim ketika bertemu dengan saudaranya adalah menjabat tangannya dengan hangat. Seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, ”Wahai Rasulullah, jika seseorang dari kami bertemu dengan saudaranya atau temannya apakah harus menunduk-nunduk?” Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Tidak!” Tanyanya, ”Apakah harus merangkul kemudian menciumnya?” Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Tidak!” Tanyanya sekali lagi, ”Apakah meraih tangannya kemudian menjabatnya?” Jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ya!” (HR. Muslim).
Selain memiliki nilai kehangatan dan persahabatan (ukhuwwah), jabatan tangan juga akan menghapus dosa di antara kedua muslim yang melakukannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Tidaklah dua orang Muslim yang bertemu kemudian berjabat tangan kecuali Allah akan mengampuni dosa keduanya sampai mereka melepaskan jabatan tangannya” (HR. Abu Daud). Yang tetap perlu diperhatikan hendaklah lelaki tidak berjabat-tangan dengan wanita yang bukan mahromnya; demikian pula sebaliknya.
Share:

Batas Menceritakan Aib dalam Pernikahan

- Batas Menceritakan Aib dalam Pernikahan -
Tidak ada gading yang tak retak. Itulah kalimat pepatah yang mungkin paling layak untuk dijadikan prinsip ketika hendak menentukan pasangan. Bahkan terkadang masing-masing pihak bersih kukuh mempertahankan prinsip idealisme perfectionits, yang justru memperpanjang usia bujang.
Di sisi lain, ada juga pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf yang sangat singkat atau proses ta’aruf dengan data yang sangat terbatas. Setelah layar terkembang, masing-masing saling mengenal sifat dan karakter pasangannya, muncullah berbagai permasalahan. Bahkan sampai ada yang merasa tertipu dengan pasangannya. Mungkin pernah kita jumpai ada suami yang mengembalikan istrinya kepada orang tuanya, karena merasa ada aib besar pada istrinya, dan sebaliknya.
Nah.., agar hal semacam ini tidak disikapi berlebihan, kita perlu tahu apa batasan aib dalam pernikahan, sehingga ketika aib ini tidak disebutkan dalam proses ta’aruf, masing-masing pihak berhak untuk memilih,apakah dilanjutkan ataukah berpisah.
Dalam Fatwa Islam, tanya jawab, dilayangkan sebuah pertanyaan, bahwa ada seorang wanita yang mengalami ovariectomy, apakah dia harus menceritakan kepada calon suami yang meminangnya?
Syaikh Muhamad Sholeh Al-Munajed menjelasakan:
Jika ovariectomy yang dia alami tidak menghalanginya untuk punya anak, karena ovarium yang lain masih berfungsi dengan baik maka dia tidak wajib memberitahukan lelaki yang meminangnya. Karena batasan aib dalam nikah yang wajib untuk disampaikan dalam proses ta’aruf adalah segala keadaan yang bisa menyebabkan hilangnya 3 tujuan utama pernikahan, yaitu mut’ah (kenikmatan), khidmah (pelayanan), dan injab (tidak mandul). Hanya saja, sebaiknya semacam ini disampaikan kepada orang yang melamar, untuk menghindari munculnya berbagai permasalahan selanjutnya, karena suami merasa bahwa sikap istrinya termasuk penipuan. (Fatwa Islam: Sual-jawab, no. 125910).
Selanjutnya, beliau menukil keterangan Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin:
Aib adalah segala keadaan yang menghilangkan tujuan utama nikah. Dan dipahami bersama bahwa tujuan utama diantaranya adalah mut’ah (kenikmatan), khidmah (pelayanan), dan injab (tidak mandul). Tiga hal ini adalah tujuan yang paling utama. Jika ada keadaan yang menghalangi tiga hal di atas maka itu termasuk cacat. Oleh karena itu, jika seorang istri menjumpai suaminya ternyata mandul atau suami mendapati istrinya mandul maka ini termasuk aib. Atau suami baru tahu ternyata istrinya buta maka ini juga aib, karena pasangan yang buta akan mengurangi dua tujuan nikah, mut’ah (kenikmatan) dan khidmah (pelayanan). Demikian pula ketika suami baru tahu ternyata istrinya tuli atau bisu, ini juga termasuk aib.
Akan tetapi jika suami baru mengetahui ternyata gigi istrinya bermasalah, padahal masih muda maka ini tidak termasuk aib. Karena aib semacam ini mungkin untuk dihilangkan. Sementara kebutuhan suami terhadap gigi istrinya adalah kesempurnaan kecantikan, dan masih mungkin untuk dipasang gigi sebaik mungkin. Untuk itu, jika ada orang yang bertanya: Apabila ada suami yang baru mengetahui ternyata istrinya kurang cantik, tapi tidak ada cacat seperti yang disebutkan di atas, apakah suami boleh mengajukan cerai ke pengadilan? Jawab: Tidak berhak. Kecuali jika suami mempersyaratkan hal itu di depan.
Karena itu yang tepat, aib dalam nikah jumlahnya tidak terbatas dengan bilangan tertentu, tapi dia dibatasi dengan kaidah tertentu, bahwa segala sesuatu yang menghilangkan tujuan utama nikah, meskipun bukan kesempurnaan nikah maka itu termasuk aib, yang membolehkan adanya hak pilih. Baik untuk suami maupun untuk istri. (As-Syarhul Mumthi’, 12: 220 – 221)
Share:

Menyembunyikan Amal Shalih

- Menyembunyikan Amal Shalih -
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ خَبْءٌ مِنْ عَمَلٍ صَالِحٍ فَلْيَفْعَلْ
"Barang siapa diantara kalian yang mampu untuk memiliki amal sholeh yang tersembunyikan maka lakukanlah !" (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no 2313)
Coba kita bersikap jujur dan bertanya pada diri sendiri, "Berapakah amal sholeh kita yang tersembunyi, tidak ada seorangpun yang mengetahuinya, bahkan istri dan anak-anak?. Ataukah setiap kali kita beramal sholeh hati dan lidah menjadi gatal ingin segera menceritakannya kepada orang lain??". Sungguh tidaklah mudah menyembunyikan amalan sholeh, karena sesungguhnya manusia adalah makhluk yang senang untuk dipuji dan dihormati. Dengan menampakan kebaikan dan amal sholehnya maka orang-orangpun akan menjadi menghormati, menghargai, dan memujinya.
Faedah menyembunyikan amal sholeh :
- Menyembunyikan amal sholeh lebih menjauhkan seseorang dari penyakit riyaa dan sum'ah
- Amal sholeh yang tersembunyi pahalanya lebih besar daripada amal sholeh yang dinampakan
- Amal sholeh yang tersembunyikan bisa menjadikan seseorang jauh dari penyakit ujub. Karena ia sadar bahwasanya ia telah berusaha menyembunyikan amalan sholehnya sebagaimana ia telah mati-matian berusaha untuk menyembunyikan kemaksiatan-kemaksiatan dan keburukannya. Jika orang-orang tidak mengetahui kebaikannya maka sebagaimana mereka tidak mengetahui keburukan-keburukannya
Karenanya Salamah bin Diinaar berkata :
اُكْتُمْ مِنْ حَسَنَاتِكَ كَمَا تَكْتُمْ مِنْ سَيِّئَاتِكَ
"Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukan-keburukanmu"
- Amal sholeh yang tersembunyikan melatih seseorang terbiasa hanya mencari muka di hadapan Allah dan tidak memperdulikan komentar manusia, karena yang terpenting adalah penilaian Allah dan bukan penilaian manusia
- Menyembunyikan amal sholeh menjadikan seseorang bahagia, karena meskipun tidak ada orang yang menghormatinya ia akan merasa bahagia karena Penguasa alam semesta ini mengetahui amal sholehnya
Share:

Manfaat Belajar Bahasa Arab

-Manfaat Belajar Bahasa Arab -
Sangat banyak manfaat yang akan didapat oleh seorang yang belajar ilmu nahwu. Diantaranya :
# Mendapat pahala.
Menuntut ilmu adalah ibadah. Terlebih lagi, hukum belajar bahasa arab adalah wajib kifayah. Dan pahala ibadah wajib lebih tinggi dari pahala ibadah sunnah. Tentu jika ikhlash dalam belajar.

# Meningkatkan kualitas ibadah
Manfaat luar biasa, yaitu meningkatkan kualitas ibadah kita. Bayangkan, selama ini kita hanya membaca beragam bacaan shalat tanpa memahaminya. Kosong tanpa arti. Namun, tatkala memahami apa yang dibaca, maka shalat akan terasa ringan dan lebih khusyu’. Mencoba menghayati setiap bacaan akan meningkatkan kualitas shalat kita. Sehingga pahala yang bisa didapat dari shalat bisa semakin besar.

# Bisa menjaga diri dari kesalahan atau penyimpangan
Sebagian orang yang melakukan kesalahan atau terjerumus dalam penyimpangan diakibatkan dari ketidak pahamannya terhadap bahasa arab.

Imam Syafi’I mengatakan, “Tidaklah manusia menjadi bodoh dan berselisih melainkan karena mereka tidak belajar bahasa arab dan lebih cenderung pada bahasa aristoteles” (Siyar A’laamin Nubalaa, 10/74)
# Menjaga wibawa
Kesalahan berbahasa menjadi momok tersendiri bagi mereka yang memahami pentingnya berbahasa arab dengan baik.

Diriwayatkan bahwa Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mengatakan,”Saya membaca kemudian terjatuh lebih saya sukai daripada saya membaca tapi keliru (bacaannya)” (Min Taariikhin Nahwi Al ‘Arabiyy, hal. 9, Maktabah Syamilah)
Dan manfaat lainnya.
Share:

Dampak Noda-Noda Dosa

# Dampak Noda-Noda Dosa #
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah :
« كما أن الإنسان يغمد عينيه فلا يدري شيئا وإن لم يكن أعمى ؛ فكذلك القلب بما يغشاه من رين الذنوب لا يبصر الحق وإن لم يكن أعمى كعمى الكافر »
"Sebagaimana orang yang menutup kedua matanya tidak dapat melihat sesuatu meskipun dia tidak buta. Demikian juga hati yang tertutupi oleh noda-noda dosa, tidak mampu melihat kebenaran meskipun hatinya tidak buta sebagaimana orang kafir."
(Majmuu Al Fataawa, 7/22)
Share:

- Cacat Hewan Kurban yang Membuat Tidak Sah -

- Cacat Hewan Kurban yang Membuat Tidak Sah -
Ada empat cacat yang membuat hewan kurban tidak sah: 
(1) buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya, 
(2) sakit dan tampak jelas sakitnya, 
(3) pincang dan tampak jelas pincangnya, 
(4) sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang. Kalau dianggap tidak sah, berarti statusnya cuma daging biasa, bukan jadi kurban.
Hal inilah yang disebutkan oleh Ibnu Hajar selanjutnya pada kajian Bulughul Marom.
Dalam hadits no. 1359, disebutkan,
وَعَنِ اَلْبَرَاءِ بنِ عَازِبٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَامَ فِينَا رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ: – “أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي اَلضَّحَايَا: اَلْعَوْرَاءُ اَلْبَيِّنُ عَوَرُهَا, وَالْمَرِيضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا, وَالْعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرَةُ اَلَّتِي لَا تُنْقِي” – رَوَاهُ اَلْخَمْسَة ُ . وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَابْنُ حِبَّان َ
Dari Al Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di tengah-tengah kami dan berkata, “Ada empat cacat yang tidak dibolehkan pada hewan kurban: (1) buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya, (2) sakit dan tampak jelas sakitnya, (3) pincang dan tampak jelas pincangnya, (4) sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.” Dikeluarkan oleh yang lima (empat penulis kitab sunan ditambah dengan Imam Ahmad). Dishahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Hibban.
Hadits di atas menunjukkan bahwa jika di antara empat cacat tersebut ditemukan, maka tidak sah dijadikan kurban.
1- Buta sebelah yang jelas butanya, yang dimaksud adalah buta yang sampai nampak matanya keluar atau tercungkil. Sedangkan jika di matanya putih dan tidak bisa hilang, maka itu tetap sah. Karena butanya bukanlah buta yang jelas dan tidak berpengaruh akan kurangnya dagingnya. Sedangkan jika kedua matanya buta, itu jelas lebih parah. Karena jika sampai dua matanya buta, sulit untuk berjalan, sulit mencari teman dan tidak bisa berkumpul ketika makan.
2- Sakit yang jelas sakitnya, artinya sakit yang nampak sakitnya yang menyebabkan tambah kurus dan kualitas daging menurun. Di antara penyakit tersebut adalah kudis karena dapat merusak kualitas daging dan kegemukannya.
3- Pincang dan tampak jelas pincangnya artinya tampak jeleknya. Berkaitan dengan pincang adalah bagian kaki atau tangan terpotong. Jelas hal ini tidak sah karena sudah melebihi pincang. Termasuk juga dalam hal ini jika ada bagian yang cacat dan membuat sulit berjalan karena ada penyakit yang menyerang pada bagian tertentu.
4- Sangat kurus hingga tidak memiliki sumsum tulang sampai-sampai tidak enak dipandang. Adapun jika tidak terlalu kurus dan masih memiliki daging pada tulangnya, maka tidak sampai membuat cacat.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan,
وَأَجْمَعُوا عَلَى اِسْتِحْبَاب اِسْتِحْسَانهَا وَاخْتِيَار أَكْمَلهَا ، وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ الْعُيُوب الْأَرْبَعَة الْمَذْكُورَة فِي حَدِيث الْبَرَاء ، وَهُوَ : الْمَرَض ، وَالْعَجَف وَالْعَوْرَة وَالْعَرَج الْبَيِّن ، لَا تُجْزِي التَّضْحِيَة بِهَا ، وَكَذَا مَا كَانَ فِي مَعْنَاهَا ، أَوْ أَقْبَح كَالْعَمَى ، وَقَطْع الرَّجُل ، وَشَبَهه . وَحَدِيث الْبَرَاء هَذَا لَمْ يُخَرِّجهُ الْبُخَارِيّ وَمُسْلِم فِي صَحِيحَيْهِمَا ، وَلَكِنَّهُ صَحِيح رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيّ وَالنَّسَائِيُّ وَغَيْرهمْ مِنْ أَصْحَاب السُّنَن بِأَسَانِيد صَحِيحَة وَحَسَنَة ، قَالَ أَحْمَد بْن حَنْبَل : مَا أَحْسَنه مِنْ حَدِيث ، وَقَالَ التِّرْمِذِيّ : حَدِيث حَسَن صَحِيح
“Para ulama sepakat akan disunnahkannya dan dianggap baik memilih hewan kurban yang terbaik (sempurna). Para ulama pun sepakat bahwa empat cacat yang disebutkan dalam hadits Al Bara’, yaitu sakit, sangat kurus, buta sebelah, dan pincang tidak sah berkurban dengan hewan semacam ini. Begitu pula yang semakna dengannya atau lebih jelek cacatnya juga tidak sah, seperti kedua matanya buta, kakinya terpotong atau semacam itu.
Sedangkan hadits Al Bara’ tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim dalam kitab shahih mereka berdua. Akan tetapi hadits tersebut adalah hadits yang shahih diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi, An Nasai, dan selain mereka dari penulis kitab sunan dengan sanad yang shahih dan hasan. Imam Ahmad bin Hambal berkata bahwa hadits tersebut bagus (hasan). Tirmidzi mengatakan bahwa hadits tersebut hasan shahih.” (Syarh Shahih Muslim, 13: 110-111)
Share:

- Syarat-syarat Hewan Kurban -

- Syarat-syarat Hewan Kurban -
Kurban memiliki beberapa syarat yang tidak sah kecuali jika telah memenuhinya, yaitu.
1. Hewan kurbannya berupa binatang ternak, yaitu unta, sapi dan kambing, baik domba atau kambing biasa.
2. Telah sampai usia yang dituntut syari’at berupa jaza’ah (berusia setengah tahun) dari domba atau tsaniyyah (berusia setahun penuh) dari yang lainnya.
a. Ats-Tsaniy dari unta adalah yang telah sempurna berusia lima tahun
b. Ats-Tsaniy dari sapi adalah yang telah sempurna berusia dua tahun
c. Ats-Tsaniy dari kambing adalah yang telah sempurna berusia setahun
d. Al-Jadza’ adalah yang telah sempurna berusia enam bulan

3. Bebas dari aib (cacat) yang mencegah keabsahannya, yaitu apa yang telah dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
a. Buta sebelah yang jelas/tampak
b. Sakit yang jelas.
c. Pincang yang jelas
d. Sangat kurus, tidak mempunyai sumsum tulang

Dan hal yang serupa atau lebih dari yang disebutkan di atas dimasukkan ke dalam aib-aib (cacat) ini, sehingga tidak sah berkurban dengannya, seperti buta kedua matanya, kedua tangan dan kakinya putus, ataupun lumpuh.
4. Hewan kurban tersebut milik orang yang berkurban atau diperbolehkan (di izinkan) baginya untuk berkurban dengannya. Maka tidak sah berkurban dengan hewan hasil merampok dan mencuri, atau hewan tersebut milik dua orang yang beserikat kecuali dengan izin teman serikatnya tersebut.
5. Tidak ada hubungan dengan hak orang lain. Maka tidak sah berkurban dengan hewan gadai dan hewan warisan sebelum warisannya di bagi.
6. Penyembelihan kurbannya harus terjadi pada waktu yang telah ditentukan syariat. Maka jika disembelih sebelum atau sesudah waktu tersebut, maka sembelihan kurbannya tidak sah.
Share:

- Mengupah Tukang Penjagal dengan Kulit Hewan Kurban -

- Mengupah Tukang Penjagal dengan Kulit Hewan Kurban -
Assalamu’alaikum
Di kampung kami, orang yang berkurban biasanya menyuruh jagal untuk menyembelih sekaligus menjagal semua bagian hewan kurban. Biasanya jagal mendapatkan kulit, tanpa dibayar uang. Apakah ini dibolehkan?
Mohon dijelaskan, karena hal ini marak di kampung saya

Jawaban:
Wa ‘alaikumussalam
Mengupah Penjagal dengan Kulit Hewan Kurban
Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu mengatakan,
أن نبي الله صلى الله عليه و سلم أمره أن يقوم على بدنة وأمره أن يقسم بدنه كلها لحومها وجلودها وجلالها في المساكين ولا يعطي في جزارتها منها شيئا
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mengurusi penyembelihan unta kurbannya dan juga membagikan semua kulit bagian tubuh dan kulit punggungnya. Dan aku tidak diperbolehkan untuk memberikan bagian apapun darinya kepada tukang jagal.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam lafaz lainnya nabi mengatakan,
نحن نعطيه الأجر من عندنا
”Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.” (HR. Muslim).
Syekh Abdullah Al-Bassaam mengatakan, ”Tukang jagal tidak boleh diberi daging atau kulitnya sebagai bentuk upah atas pekerjaannya. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Adapun yang diperbolehkan adalah memberikannya sebagai bentuk hadiah jika dia termasuk orang kaya atau sebagai sedekah jika ternyata dia adalah miskin…” (Taudhihul Ahkaam, IV:464).
Pernyataan Syekh semakna dengan pernyataan Ibnu Qosim, “Haram menjadikan bagian hewan kurban sebagai upah bagi jagal.” Pernyataan ini dikomentari oleh Al-Baijuri, “Karena hal itu (mengupah jagal), semakna dengan jual beli. Namun jika jagal diberi bagian dari kurban dengan status sedekah bukan upah maka tidak haram.” (Hasyiyah Al-Baijuri As-Syafi’i 2:311).

Adapun bagi orang yang memperoleh hadiah atau sedekah daging kurban diperbolehkan memanfaatkannya sekehendaknya, untuk dimakan, dijual, atau yang lainnya. Akan tetapi tidak diperkenankan menjualnya kembali kepada orang yang memberi hadiah atau sedekah kepadanya (Tata Cara Qurban, Hal. 69).
Share:

- Manusia Tuntunan & Tontonan. -

- Manusia Tuntunan & Tontonan. -
Dalam kehidupan; setiap insan pastilah butuh kepada tuntunan; agar setiap derap langkah kehidupannya selalu berada di atas kebenaran.
Sungguhlah nista dan sengsara hidup orang orang yang lepas dari tuntunan. Bagi mereka kotoran bisa saja mereka jadikan perhiasan; dan kebenaran mereka anggap sebagai kesalahan; sehingga mereka memeranhinya dengan segala cara.
Sebaliknya kesalahan akan terus mereka perjuangkan dengan segala cara. Semua itu akibat dari hilangnya tuntunan dari kehidupan.
Karena itu; orang yang berakal sehat pastilah mencari tuntunan dan mengikuti tuntunan karena dengan tuntunan mereka akan terpuji; selamat dari kenistaan dan hidup mulia. Bukan hanya mulia; bahkan pada saatnya nanti setiap sikap dan ucapan mereka dapat dijadikan sebagai tuntunan bagi orang lain yang sedang kehilangan tuntunan. Allah Ta'ala berfirman:
فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون
Maka bertanyalah kepada ahluz zikri ( ulama) bila engkau tidak mengetahui. (( al anbiya' 7))
Adapun orang orang yang telah kehilangan tuntunan apalagi sengaja mencampakkannya; maka setiap ucapan dan tingkahnya akan menjadi tontonan alias cibiran bagi orang lain.
Sungguhlah nista dan sengsara mereka yang telah terlepas dari tuntunan. Bagi mereka kotoran bisa saja mereka jadikan sebagai perhiasan; dan kebenaran mereka anggap sebagai kesalahan; sehingga mereka memeranginya dengan segala cara.
Sebaliknya kesalahan akan terus mereka perjuangkan dengan segala cara. Semua itu akibat dari hilangnya tuntunan dari kehidupan. Bagi mereka hanya ada satu harapan dan keinginan yaitu nafsu dan nafsu; sebagaimana yang Allah gambarkan dalam firmannya:
فمثله كمثل الكلب إن تحمل عليه يلهث أو تتركه يلهث
Perumpamaan mereka bagaikan anjing yang bila engkau mengusirnya maka anjing itu menjulurkan lidahnya dan kalaupun engkau membiarkannya maka anjing itu juga tetap menjulurkan lidahnya. (( al aaraf 176))
Para ahli tafsir menjelaskan bahwa anjing selalu menjulurkan lidahnya; karena adanya nafsu makan yang sangat besar. Deikian pula orang yang telah krhilangan tuntunan; hanya ada satu keinginan baginya yaitu memuaskan nafsunya dengan segala cara.
Orang orang seperti ini tidaklah pantas menjadi tuntunan namun sebaliknya biasanya masyarakat menjadikannya sebagai tontonan alias cibiran. Na'uzubillah min zaalika.
Share:

- Hak-Hak Tetangga -

- Hak-Hak Tetangga -
Beberapa hak tetangga yang wajib kita ditunaikan adalah :
# Tidak menyakitinya baik dalam bentuk perbuatan maupun perkataan.
Sebagian kaum muslimin merasa ‘enjoy’ menyakiti tetangganya dengan cara menggunjing dan menceritakan kejelekannya. Wahai saudaraku, sungguh ucapan itu telah menyakiti tetangga kita walaupun dia tidak mengetahuinya. Hal ini lebih sering dilakukan oleh para istri. Namun anehnya, kadang para suami juga tidak mau ketinggalan.
# Menolongnya dan bersedekah kepadanya jika dia termasuk golongan yang kurang mampu.
Termasuk hak tetangga adalah menolongnya saat dia kesulitan dan bersedekah jika dia membutuhkan bantuan. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menghilangkan kesulitan sesama muslim, maka Alloh akan menghilangkan darinya satu kesulitan dari berbagai kesulitan di hari kiamat kelak” (HR. Bukhori). Beliau juga bersabda,”Sedekah tidak halal bagi orang kaya, kecuali untuk di jalan Alloh atau ibnu sabil atau kepada tetangga miskin …” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
# Menutup kekurangannya dan menasihatinya agar bertaubat dan bertakwa kepada Alloh Ta’ala.
Jika kita mendapati tetangga kita memiliki cacat maka hendaklah kita merahasiakannya. Jika cacat itu berupa kemaksiatan kepada Alloh Ta’ala maka nasihatilah dia untuk bertaubat dan ingatkanlah agar takut kepada adzab-Nya. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Barangsiapa menutupi aib muslim lainnya, maka Alloh akan menutup aibnya pada hari kiamat kelak” (HR. Bukhori).
# Berbagi dengan tetangga
Jika kita memiliki nikmat berlebih maka hendaknya kita membagikan kepada tetangga kita sehingga mereka juga menikmatinya. Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda, “Jika Engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya dan bagikan kepada tetanggamu” (HR. Muslim). Dan tidak sepantasnya seorang muslim bersantai ria dengan keluarganya dalam keadaan kenyang sementara tetangganya sedang kelaparan. Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda,”Bukanlah seorang mukmin yang tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangga sebelahnya kelaparan” (HR. Bukhori dalam Adabul Mufrod).
# Jika Tetangga Menyakiti Kita
Untuk permasalahan ini, maka cara terbaik yang dapat kita lakukan adalah bersabar dan berdo’a kepada Alloh Ta’ala agar tetangga kita diberi taufik sehingga tidak menyakiti kita. Kita menghibur diri kita dengan sabda Rosululloh,”Ada 3 golongan yang dicintai Alloh. (Salah satunya adalah) seseorang yang memiliki tetangga yang senantiasa menyakitinya, namun dia bersabar menghadapi gangguannya tersebut hingga kematian atau perpisahan memisahkan keduanya” (HR. Ahmad).
Share:

- Untuk Siapa Saja Larangan Memotong Kuku dan Rambut Pada Saat Kurban ? -

- Untuk Siapa Saja Larangan Memotong Kuku dan Rambut Pada Saat Kurban ? -
Assalamu ‘alaikum. Sebagaimana yg kita tahu, seseorang yg hendak kurban dilarang potong kuku dan rambut. Apakah larangan ini juga berlaku bg keluarga, seperti anak dan istrinya? Nuwun
Jawaban:
Wa ‘alaikumussalam
Larangan ini hanya berlaku untuk kepala keluarga (shohibul kurban) dan tidak berlaku bagi seluruh anggota keluarganya dengan 2 alasan:
Zahir hadis menunjukkan bahwa larangan ini hanya berlaku untuk yang hendak berkurban.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berkurban untuk dirinya dan keluarganya. Namun belum ditemukan riwayat bahwasanya nabi melarang anggota keluarganya untuk memotong kuku maupun rambutnya.
Demikian, penjelasan Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam Syarhul Mumti’ (7:529).
Share:

- Jangan Berkata "Ah" pada Orang Tua -

- Jangan Berkata "Ah" pada Orang Tua -
Allah Ta’ala berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” (Al-Israa’ : 23-24).
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya adalah berbakti, mengasihi dan lemah lembut kepadanya. Dan yang dimaksud dengan membentak mereka adalah berbicara secara kasar di saat keduanya memasuki masa tua mereka. Seyogyanyalah kita berkhidmat kepada keduanya sebagaimana mereka telah mengurus kita. Bagaimanapun juga mereka tetap yang lebih baik. Dan bagaimana bisa sama, keduanya telah derita karena kita, demi mengharapkan kehidupan kita. Sedangkan kita jika pun menanggung derita karena keduanya, kita mengharapkan kematiannya. Lalu mana mungkin bisa sama? Dan adapun yang dimaksud dengan perkataan yang mulia adalah perkataan yang lemah lembut lagi santun.”
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah Ta’ala berfirman yang memerintahkan kepada para hamba-Nya agar beribadah kepada-Nya yang tiada sekutu bagi-Nya. Sesungguhnya kata ‘al-qadha’ dalam ayat ini maksudnya adalah perintah. Mujahid rahimahullah berkata: “Wa qadha maksudnya (Allah) memerintahkan.” ‘Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Mas’ud dan Dhahhak bin Muzahim, membaca ayat tersebut seperti berikut ini: “Rabbmu memerintahkan agar engkau tidak beribadah kecuali hanya kepada-Nya.” Oleh karena itu, Allah Ta’ala menyandingkan perintah berbakti kepada kedua orang tua pada perintah beribadah kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “… dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orang tuamu dengan sebaik-baiknya.” Maksudnya Allah memerintahkan agar engkau berbuat baik kepada kedua orang tuamu yang demikian itu seperti firman-Nya dalam surat yang lain, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Bersyukurlah kepada-Ku, dan kepada kedua orang tuamu, hanya kepada-Ku tempat kembalimu.” (QS. Luqman: 14)”.
Adapun firman Allah Ta’ala(yang artinya): “Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya ‘ah’.” Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Yaitu janganlah kamu memperdengarkan kepada keduanya perkataan yang buruk, walaupun perkataan hanya perkataan “ah” yang merupakan perkataan buruk yang paling rendah. “Dan janganlah kamu membentak mereka,” yaitu janganlah ada pada dirimu kepada mereka berperbuatan yang buruk. Atha’bin Rabbah berkata, “Yaitu janganlah kamu memukulkan tanganmu kepada kedua orang tuamu”.
Adapun firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia,” yaitu perkataan yang lembut dan baik dengan penuh kesopanan, kesantunan dan penghormatan.
Adapun firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh kesayangan,” yaitu tawadhu’lah kepada mereka dengan perbuatanmu. “Dan ucapkanlah, Wahai Rabbku kasihanilah keduanya,” yaitu semasa tua mereka dan setelah mereka meninggal dunia. “Sebagaimana mereka telah mendidiku di waktu kecilku.” Yaitu pada usia tuanya dan pada saat wafatnya.
Ibu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Kemudian Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya (yang artinya), ‘Tidak sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman meminta ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik…..’” dan selanjutnya. (QS. At-Taubah: 113).
Share:

Total Pageviews