MOTIVASI HIDUP ISLAM

Visit Namina Blog

Wednesday, 12 August 2015

Al-Qur’an dari Zaman ke Zaman

Mushaf Ustmani
Mushaf Ustmani

Diyakini oleh umat Islam bahwa penurunan Al-Qur’an terjadi secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 13 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.

Penulisan Al-Qu’an dalam bentuk teks sudah dimulai sejak zaman Nabi saw, tapi sangat rare dan jarang didapatkan, karena pada zaman itu mereka kebanyaknya mengandalkan kepada hafalan bukan kepada tulisan. Kemudian sedikit demi sedikit mulai didapatkan perobahan Al-Qur’an dari hafalan ke tulisan dan perobahan Al-Qur’an menjadi teks terus dijumpai dan dilakukan sampai pada zaman khalifah Utsman bin Affan ra.

Pada masa ketika Rasulallah saw masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur’an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Ka’ab. Sahabat yang lain juga secara diam diam menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an setelah wahyu diturunkan.

Pada masa kekhalifahan Abu Bakar ra, terjadi beberapa pertempuran diantaranya perang yang dikenal dengan nama perang Ridda yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur’an dalam jumlah yang tidak terhitung. Umar bin Khattab ra pada saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Khalifah Abu Bakar ra untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur’an yang saat itu tersebar di antara para sahabat, penghapal Al-Qur’an. Lalu Abu Bakar ra memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk membuat lajnah pengumpulan Al-Qur’an yang mengorganisai pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur’an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Khalifah Abu Bakar ra. Abu Bakar ra menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf pertama itu berpindah kepada Umar bin Khattab ra sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya diserahkan dan dipegang oleh anaknya Hafsah yang juga istri Nabi saw.

Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, Islam semakin tersebar luas ke suluruh penjuru, dan terjadilah perbedaan dialek (lahjah) antara suku yang berasal dari daerah dan negara berbeda beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijaksanaan untuk membuat keseragaman dalam cara membaca Al-Qur’an (qira’at). Lalu ia mengirim utusan kepada Hafsah binti Umar ra untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Ia memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurahman bin Al-Harists bin Hisyam. Ia memerintahkan agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika terjadi perbedaan antara dan Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al-Qur’an turun dalam dialek bahasa mereka.

Maka terbentuklah sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah). Standar tersebut kemudian dikenal dengan istilah Mushaf Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Besamaan dengan keluarnya penyamaan dengan standar yang dihasilkan, maka khalifah Ustman ra memerintahkan seluruh mushaf yang berbeda untuk dimusnahkan. Hal ini demi untuk mencegah perselisihan di antara umat islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur’an. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah.

Dari keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati dan disetujui oleh para sahabat. Hal ini agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. Al-Hijr 9

Artikel di atas telah dimuat di koran Republika dan Republika online.

Wallahua’lam

Foto Al-Qur’an dari zaman ke zaman:

 Ditulis tahun 448 H      
 Ditulis tahun 546 H

 Ditulis tahun 678    
 Ditulis tahun 953 H

 Ditulis tahun 842 H
  Ditulis tahun 952 H
 Ditulis tahun 960 H
 Ditulis tahun 985 H
 Ditulis tahun 1001 H 

 Ditulis tahun1034 H
 Ditulis tahun 1044 H
 
 Ditulis tahun 1066 H
 Ditulis tahun 1090 H   
 Ditulis tahun 1105 H 

 Ditulis tahun 1116 H
 Ditulis tahun 1119H 
 Ditulis tahun 1132H

 Ditulis tahun 1139 H 
 Ditulis tahun 1140H

 Ditulis tahun 1140 H 
 Ditulis tahun 1161 H
 Ditulis tahun 1170 H 
 Ditulis tahun 1172

 Ditulis tahun 1181 H
 Ditulis tahun 1206 H
 Ditulis tahun 1206 H 
 Ditulis tahun 1214 H

 Ditulis tahun 1215
 Ditulis tahun 1242 H 

 Ditulis tahun 1228H
 Ditulis tahun 1234 H 
 Ditulis tahun 1257 H 
 Ditulis tahun 1245 H

 Ditulis tahun 1251 H  

 Ditulis tahun 1254 H 
  Ditulis tahun 1258 H
 Ditulis tahun 1262 H
 Ditulis tahun 1263 H

 Ditulis tahun 1268 H  
 Ditulis tahun 1271 H 

  Ditulis tahun 1271 H
  Ditulis tahun 1273 H 
 Ditulis tahun 1276H 
  Ditulis tahun 1277 H

 Ditulis tahun 1222 H  
 Ditulis tahun 1278 H 

 Ditulis tahun 1286H 
 Ditulis tahun 1309H
 Ditulis tahun 1309H 
 Ditulis abad ke 8 H 
 Ditulis tahun 1294 H 


Share:

Al-Mu’tashim

Majalah Nisfi al-Dunia (Mesir) pernah memuat artikel kecil yang berjudul “Keanehan Dunia”. Artikel ini menceritakan tetang seorang gadis Mesir memiliki pendengaran sangat tajam sehingga bisa mendengar suara dari jarak puluhan km. Kelebihan ini didapatkan mulai gadis cilik itu berusia dua tahun. Ibunya bercerita pernah satu kali ayahnya mendapat eksident jatuh dari traktor yang mengakibatkan kaki kirinya patah, pada saat itu tidak ada seorangpun yang melihatnya. Kemudian dia ingat anaknya, lalu memangilnya dengan suara lemah. Beberapa saat kemudian anak dan Ibunya datang dengan mobil ambulan yang segra membawanya ke rumah sakit.

Percaya atau tidak percaya, kelebihan yang diberikan si anak ini kelihatannya memang aneh dan ganjil. Tetapi ini bukan pertama kali terjadi pada diri seseorang.. Hal aneh dan ganjil serupa ini banyak terjadi dalam sejarah umat manusia, bahkan yang lebih aneh dari itu sering kita dengar dari sejarah Islam.
Contohnya, disaat Sayyidina Umar bin Khattab ra sedang berkhutbah diatas mimbar. Tiba tiba beliau memotong khutabnya Selesai khutbah, beliau ditanya oleh Sayyidina Ali ra kenapa beliau memotong khutbahnya dan memanggil nama Sariyah bin Husun. Khalifah Umar menjawab bahwa beliau melihat tentara Muslimin di bawah pimpinan Sariyah akan diserbu dari gunung oleh orang-orang kafir di salah satu tempat yang jaraknya ratusan km dari kota Madinah. Maka beliau memotong khutabnya dan berseru agar Sariyah dan pasukannya naik keatas gunung untuk menghadang tentara kafir.
Sebulan kemudian, tentara Sariyah bin Husun datang membawa kabar gembira atas kemenangan Islam yang gemilang. Mereka mengabarkan bahwa pada hari itu mereka mendengar teriakan Umar bin Khattab: “Ya Sariyah bin Husun!..Naik ke gunung!..Naik ke gunung!..“. Mendengar teriakan itu, Sariyah dan pasukan naik kegunung, menghadang tentara kafir yang berada disana sehingga Allah memberikan kemenangan.
Pula pernah terjadi atas diri Al-Mu’tashim khalifah Abbasiyah pada peperangan Romawi dan jatuhnya kota Ammuriah ke tangan Muslimin. Kemenangan gemilang ini disebabkan karena keluhan dan rintihan seorang perempuan dari keturunan Bani Hasyim yang ditawan oleh raja Romawi. Dalam penjara ia berteriak memanggil: “Waa Mu’tashimaah!..Waa Mu’tashimaah!..“, yang artinya: “Wahai Mu’tashim tolonglah aku”. Mendengar teriakan permpuan itu dari jarak ribuan km, khalifah Mu’tashim bangun dari tempat duduknya dan segera menyiapkan tentara untuk menyerbu kota Ammuriah.
2Ringkasnya, ribuan tentara muslim bergerak dari Baghdad menuju Ammuriah. Kota Ammuriah dikepung oleh tentara Muslim selama kurang lebih lima bulan hingga akhirnya takluk ke tangan Khalifah al-Mu’tasim pada tanggal 13 Agustus 833 M. Kemenangan ini disebabkan teriakan seorang perempuan dari keturunan Bani Hasyim yang terdengar diatas kepala Khalifah Mu’tasim dari jarak ribuan km.
Adapun di abad  modern sekarang ini yang memiliki teknologi serba canggih, kita bisa mendengar dan melihat secara langsung semua yang terjadi di dunia melalui siaran tv, radio, internet, dll. Jutaan keluahan dan jeritan wanita wanita muslimah dan anak-anak yang dari alamnya tidak pernah mengetahui apa itu perang, didengar secara langsung melalui media trb. Semua kita mendengar teriakan : “Waa Mu’tasimaaaah..” tapi tidak ada satu dari pemimpin-pemimpin Arab dan Muslimin yang bergerak membantu mereka.
Musibah yang menimpah kita sebagai Muslim sekarang ini, karena kita tidak mempunyai kekuatan iman dan kesatauan kalimat. Muslimin sekarang ini hanya memiliki “Kalimat Tauhid” tapi sayang mereka tidak memiliki “Tauhidul Kalimah”(kesatuan kata). Setiap kelompok menganggap mereka paling benar, setiap kelompok membawa cara mereka masing-masing. Makanya dengan mudah umat Islam bisa dipojokan ke sudut yang gelap, ke sudut yang membuat mereka dilecehkan dan dipecahbelahkan. Ini yang kita rasakan. Umat Islam jumlahnya lebih dari satu milyar tapi tidak bisa berbuat apa apa hanya menonton dan berteriak-teriak.
Rupanya ini tanda hari kiamat sudah dekat. Sesuai dengan hadist Nabi, disaat Rasulallah saw menyatakan kepada para sahabatnya bahwa kelak diakhir zaman akan terjadi fitnah besar, orang Islam akan tertekan dan lemah, dan Islam menjadi asing dikalangan pengikutnya. Rasulallah saw ditanya oleh para sahabat: apakah bilangan Muslimin pada saat itu sedikit ya Rasulallah? Dijawab oleh Rasulallah saw: “Tidak!, pada saat itu bilanganya sangat besar tapi mereka seperti buih yang tidak berfungi”.
“Allahuma Farrij Karbal Muslimin”
Wallahua’lam
Share:

Bahasa Arab

BAHASA ARAB

Oleh: Hasan Husen Assagaf
Penghuni surga yang pertama adalah nabi Adam as. Di dalam sebuah riwayat bahwa penduduk surga itu berbahasa Arab, maka bisa dikatakan jika bahasa nabi Adam as adalah bahasa Arab. Tetapi tidak ada riwayat secara pasti mengenai bahasa yang digunakan di syurga, apakah bahasa Arab atau bahasa lainnya
1Bahasa Arab adalah bahasa yang cukup tua usianya dan tetap digunakan umat manusia sampai hari ini. Bangsa Arab yang pertama kali dikenal berasal dari Yaman, dari kabilah Jurhum yang mewariskan kabilah Al-Qahthan. Mereka berhijrah ke Jaziratul Arab, ke Makkah setelah diketemukan zamam oleh nabi Ismail dan ibunya Hajar as.
Nabi Ismail as bukan Arab tapi musta’rabah (artinya membias mejadi Arab). Karena kedatangan kabilah Jurhun yang hidup di Jaziratul Arab, maka, terjadilah setelah itu penghidupan di Makkah. Campur-baur pun antara mereka dan keluarga nabi Ismail tak bisa dielakan. Dari sana , terbentuklah masyarakat baru dan keluarlah di kemudian hari, bangsa Quraisy dan bani Hasyim. Bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Arab.
Bahasa Arab memiliki perbendaharaan yang sangat luas dan banyak. Bahkan para ahli bahasa Arab mengatakan bahwa bahasa Arab memiliki persamaan kata (sinonim) yang paling menakjubkan. Misalnya saja kalau kita buka kamus bahasa Arab yang top seperti kamus “Lisanul Arab”, kata Asad yang artinya singa, mempunyai sinonim yang banyak sekali lebih dari 50 kata semuanya artinya satu hewan Asad (singa). Diantaranya yang saya tahu adalah Laits, Ghadanfar, Dhargham, Qaswar, Haidar, Sari, Basil, Hamzah, Fadi, Usamah, Syibl, Abbas dan lain sebagainya. Hal semacam ini tidak pernah ada di dalam bahasa lain di dunia ini, hanya ada di dalam bahasa Arab, karena faktor usia bahasa Arab yang sangat tua, tetapi tetap masih digunakan sebagai bahasa komunikasi sehari-hari hingga hari ini
Itu keistimewaan bahasa Arab, lain dengan bahasa Inggris. Maksudnya, bahasa Inggris yang digunakan pada hari ini jauh berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh orang Inggris di abad pertengahan. Kalau Ratu Inggris bertemu dengan kakeknya yang ketujuh, yang hidup di abad pertengahan, mereka tidak bisa berkomunikasi, tidak bisa ngobrol walaupun mereka sama-sama orang Inggris. Kenapa? Karena setiap bahasa mengalami perkembangan, baik istilah maupun grammarnya. Setelah ratusan tahun, bahasa itu mengalami perobahan total.
Berlainan dengan Bahasa bahasa Arab, dari zaman Rasulallah saw dan sebelumnya, tidak berobah. Kalau seumpamanya Rasulallah saw, orang Arab yang hidup di abad ke 7 bertemu dengan Hb Umar bin Hafidh cucunya yang ke-45, orang Arab yang hidup di abad 21 ini, mereka bisa ngobrol dengan menggunakan bahasa Arab.
Diantara keistimewaan bahasa arab adalah kemampuannya menampung arti yang padat di dalam huruf-huruf yang singkat. Cukup hanya terdiri dari dua atau tiga huruf dalam bahasa arab, mampu memberikan penjelasan yang sangat luas dan mendalam. Sebuah kemampuan yang tidak pernah ada di dalam bahasa lain, subhanallah. Makanya bahasa Arab ini tidak bisa disingkat, dibolak-balik atau diacak-acak hurufnya. Karena bisa merobah makna dan arti.
Terus, belum pernah ada terjemahan Al-Qur’an yang sempurna yang bisa menerjemahkan Al-Qur’an percis seperti bahasa Arab aslinya. Semua terjemahan akan bertele-tele dan panjang-lebar, kadang kadang sulit difahami ketika menguraikan isi kandungan tiap ayat. Sebagai contoh ringan, lafadz “kitab” dalam bahasa arab artinya buku, ternyata punya makna lain yang sangat banyak. Kalau kita buka kamus lagi kita dapatkan kata “kitab” artinya kitab, buku, surat, hukum, takdir, catatan amal perbuatan, Al-Qur’an, Injil, Taurat dan masih banyak lagi arti2 lainya yang sulit dibawakan disini.
Bahasa lain tidak punya makna yang sedemikian padat yang hanya terhimpun dalam satu kata dan hurufnya hanya ada tiga. Saya bukan membanggakan diri, ayah saya ahli sasta Arab, seorang syair yang cukup dikenal dikalangan Alawiyyin pada zamannya, tapi ia tidak bisa menerjemahkan sastanya kedalam bahasa Indoneisa. Bukan tidak mampu, tapi bendahara  bahasa Indonesia yang tidak mampu menerjemahkan syair2nya kedalam bahasa Indoneisa.
Lain dari itu, bahasa Arab memiliki keindahan saat dilantunkan dan didengar, tidak membosankan walaupun diulang berkali kali. Lihat saja surat Al-Fatihah, dibaca orang ribuan kali baik di dalam shalat atau di luar shalat, belum pernah ada orang yang merasa bosan atau terusik ketika dibacakan. Bahkan bacaan Al-Qur’an itu begitu sejuk di hati, indah dan menghanyutkan. Itu baru orang yang tidak paham bahasa Arab. Sedangkan orang yang mengerti bahasa Arab, pasti ketagihan kalau mendengarnya. Bahkan orang yg benar-benar paham bahasa Arab kita lihat bila sholat atau berdoa sampai menangis. Kita semua tahu kisah-kisah tentang Rasulullah saw dan sahabat sahabat beliau menangis saat membaca Al-Quran, bahkan kita tahu Sayyiduna Umar Ibn Khattab ra yang pribadinya keras sebelum masuk islam, hatinya luluh saat mendengar surat Toha dibacakan.
Tidak ada satu pun bahasa di dunia ini yang bisa tetap terdengar indah ketika dibacakan, namun tetap mengandung arti yang kaya, kecuali bahasa Arab. Dengan alasan ini maka wajarlah bila Allah memilih bahasa Arab sebagai bahasa yang dipakai di dalam Al-Qur’an.
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ قُرْآناً عَرَبِيّاً لِّتُنذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا
“Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memberi peringatan kepada umulqura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya” – Asy-syura,7
Wallahu’alam
Share:

Huruf Arab

HURUF ARAB

usman
Al-Qur’an turun bukan dalam bentuk teks atau tulisan. Ia turun dalam bentuk wahyu baik langsung atau melalui perantaraan Jibril as. Adapun penulisan Al-Qur’an dalam bentuk teks sudah dimulai sejak zaman Nabi saw, tapi sangat rare dan jarang didapatkan, karena pada zaman itu mereka kebanyakannya mengandalkan kepada hafalan bukan kepada tulisan. Kemudian sedikit demi sedikit mulai didapatkan perobahan Al-Qur’an dari hafalan ke tulisan dan perobahan Al-Qur’an menjadi teks terus dijumpai dan dilakukan sampai pada zaman khalifah Utsman bin Affan ra.
Semua orang mengetahui bahwa Al-Qur’an pada zaman Utsman bin Affan ra ditulis tanpa titik dan harakat seperti yang kita lihat sekarang ini. Namun, hal ini tidak mempengaruhi bacaan Al-Qur’an karena kaum muslimin pada saat itu adalah orang-orang yang fasih dalam bahasa Arab. Keadaan ini terus berlangsung hingga Islam mulai berkembang terus meluas ke wilayah di sekitar jazirah Arab, Asia, Afrika sampai ke Eropa.
Bersamaan dengan itu, orang-orang Islam non-arab (disebut ‘ajami) merasa kesulitan untuk membaca Al-Qur’an yang pada waktu itu ditulis tanpa titik dan harakah.
Kejadian ini diawali dari cerita Abu al-Aswad Ad-duwali (1) yang hidup di zaman Muawiyah bin Abi Sufyan mendengar seseorang membaca satu ayat Al-Qur’an dalam surat At-Taubah ayat 3, yang berbunyi:

أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ

(Innallaaha bariiun min al-musyrikiina wa rasuuluhu)
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang musyrikin”.
Pada lafadz “Rasuluhu” (di baca dengan rafa’ atau dommah). Tapi, karena tidak ada harakah orang ‘ajam tersebut membacanya dengan:
“Innallaaha bariiun min al-musyrikiina wa rasuulihi”. Pada lafadz “Rasuluhu” dibaca rasuulihi (dibaca dengan kasrah)
Mendengar bacaan tersebut Abu Al-Aswad terkejut, lalu mengucap: ”Allahu Akbar, ini musibah besar, bagaimana mungkin Allah berlepas diri dari RasulNya!..
Setelah itu ia langsung berfikir dan berfikir untuk mencari solusi guna menjaga keutuhan Al-Qur’an,
Oleh karena itu, Abul Al-Aswad Ad-duwali mejadi sosok sangat penting bagi muslimin yang pertama berkiprah guna menjaga keutuhan al-Qur’an. Dialah yang menemukan kaidah tata bahasa Arab (Nahwu), salah satunya kaidah pemberian harakat. Harkat yang diciptakan oleh Abu al-Aswad ini lalu disempurnakan lagi oleh muridnya Kholil bin Ahmad al-Bashri (2) pada masa dinasti Abbasiyah, hingga menjadi bentuk harakat seperti yang ada sekarang.
Adapun titik yang terdapat pada huruf ba’, ta’, tsa’, ya, dan lain-lainnya, itu terjadi pada masa Abdul Malik bin Marwan. Dahulu huruf huruf tersebut tulisan dan bentuknya sama sehingga sulit bagi orang ’ajam (non-Arab) untuk membedakan mana yang ”ba”, mana yang ”ta”, mana yang ”tsh”, mana yang ”ya” mana yang ”nun” karena tidak bertitik. Lalu Abdul Malik bin Marwan memerintahkan Nashr bin Ashim (3) dan Yahya bin Ya’mur (4)  menyelesaikan tugas tersebut. Untuk mencari jalan keluamya, mereka berdua lalu menyusun huruf huruf yang sama karakter dan bentuknya untuk membedakan bacaanya dengan memberikan titik titik dibawah atau diatas dengan mendahulukan urutannya
Diantaranya ada beberapa huruf yang karakter dan bentuknya sama sebelum diberi titik titik yaitu:
ba (ب) , ta (ت  ) , tsa( ث ) , nun (نـ) , ya( يـ  )
jim (ج ) , ha ( ح ) ,kha( خ )
dal( د ) , dzal ( ذ )
ra ( ر ) , za ( ز )
sin ( س ) , syin ( ش )
shat ( ص ) , dhat ( ض )
‘ain ( ع ) , ghain ( غ )
fa ( ف ) , qaf ( ق )
tha ( ط ) , dza ( ظ )
Ada juga huruf huruf yang bentuk dan karakternya berbeda yaitu selain huruf huruf tersebut diatas. Karena berbeda bentuk dan karekternya maka tidak diberi titik kecuali ”ha” marbuthah, yaitu:
alif, lam, mim, kaf, ha, dan waw   أ  ل  م  ك  هـ  و
Dalam penulisan titik huruf tersebut, Nashr dan Yahya menggunakan tinta yang warnanya sama dengan tinta yang digunakan untuk menulis mushaf, agar tidak serupa dengan tanda harakat yang digunakan oleh Abu al-Aswad Ad-duwali
Maka, sejak saat itulah mushaf Alqur’an mulai ada titik dan harakat pada huruf-hurufnya.
Wallahu’alam
Hasan Husen Assagaf
—————-
(1) Abul Aswad Ad-Duwali. Namanya: Dzalim bin Amr bin Sufyan Ad-duwali al-kinani (dari bani Kinanah) al-adnani (dari Adnan datuk Rasulallah saw), lebih dikenal dengan julukannya Abu Al-Aswad Ad-Duwali (atau Ad-Dili). Dia dilahirkan pada masa Rasulallah saw dinobatkan menjadi Nabi, tapi beliau tidak pernah melihat Nabi saw, beliau beriman dengan iman yang penuh. Makanya dujuluki salah seorang tabi’in. Beliau selalu berdampingan dengan Sayyidina Ali bin Abi thalib ra saat menjadi khalifah di Basrah, ikut bersama beliau dalam peperangan Shiffin dan Al-jamal, juga dalam memberantas golongan Khawarij. Beliau dijuluki raja ilmu nahu dan bahasa arab, ia merupakan penggagas ilmu nahwu, pakar tata bahasa Arab,  sastawan arab unggul, syair tekenal, ahli hadist dan fiqih. Disamping itu beliau orang yang memiliki keutamaan dan Hakim (Qadhi) di Basyrah. Ia dianggap sebagai orang yang pertama kali mendefinisikan tata bahasa Arab. Dan yang pertama kali meletakkan harakat pada huruf hijaiyah. wafat tahun 69H (670-an M) dalam usia 85 tahun.
(2) Kholil bin Ahmad al-Bashri adalah Abu abdurahman Al-khalil bin Ahmad Al-farahidi (718 – 791). Dia peletak asas bahasa dalam bukunya ‘Al-Ain’,  pakar bahasa Arab, orang yang menemukan aturan tata bahasa dan harakat bahasa arab yang pernah digali oleh Abu Al-Aswad Ad-Duwali. Beliau sastrawan arab, pintar dalam ilmu nahwu. Guru guru beliau diantaranya Sibawai, al-ashma’i, al-kisai, Harun bin musa al-nahwi, dll. Beliau hidupnya miskin, terlantar, sabar, berambut kusut, berwajah pucat, berbaju compang camping.
(3) Nashr bin Ashim adalah Nasr bin Ashim Al-laisti (89H) dari Bani Kinanah, sastawan arab, nahu dan ilmu fiqih, fasih dan alim dalam bahasa arab, beliau salah satu anak murid Abu Al-Aswad Ad-Duwali. Dikatakan beliau adalah orang yang pertama menciptakan titik dalam huruf huruf bahasa arab atas perintah Hajjaj bin Yusuf.
(4) Yahya bin Ya’mur, beliau adalah Abu Sulaiman Yahya bin Yamur Al-Bashri dari kabilah Kinanah termasuk ulama besar, ahli bahasa, dan nahu, fasih dalam bahasa arab, berguru kepada Abu Al-Aswad Ad-Duwali.  Diriwayatkan beliau adalah orang yang pertama menciptakan titik titik dalam huruf Al-Qur’an. Wafat tahun 129H
Share:

Buta Huruf (Ummiy)

Apa betul Nabi saw itu buta huruf (Ummiy)?

Sebelumnya saya akan bawakan ayat al-Qur’an yang berbunyi:

وَمَا كُنتَ تَتْلُو مِن قَبْلِهِ مِن كِتَابٍ وَلَا تَخُطُّهُ بِيَمِينِكَ إِذًا لَّارْتَابَ الْمُبْطِلُونَ

Artinya : ”Dan kamu (wahai Muhammad) tidak pernah membaca sebelum Al-Qur’an sesuatu kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu. Andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), maka benar-benar ragulah orang yang mengingkari(mu).” – Al-Ankabut: 48
==========
KATA  mukjizat berasal dari bahasa Arab a’jaza – yu’jizu yang artinya melemahkan atau menjadikan tidak mampu. kemudian diartikan sebagai suatu hal atau peristiwa luar biasa yang diberikan kepada seorang Nabi, sebagai bukti kenabiannya yang tidak mampu ditantang atau dilawan oleh manusia biasa. Mukjizat merupakan khariqul’adat atau sesuatu yang melanggar kebiasaaan.
Jelasnya, mukjizat merupakan sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan dan tidak bisa diterima oleh akal manusia biasa hanya bisa dirasakan oleh keimanan. Berapa banyak mukjizat turun kepada para Nabi tapi tidak diimani oleh orang kafir. Mereka bukan tidak mempercayainya tapi karena sifat adat kejahiliyan, kesombongan dan kedengkian justru mereka menolaknya. Berapa banyak hal yang mereka tuntut supaya Nabi yang mereka tantang itu mampu menunjukkan kejadian-kejadian aneh diluar kebiasaan manusia, tapi setelah terbukti tetap mereka tolaknya.
Masing masing Nabi diberikan mukjizat yang berbeda-beda satu sama lain. Mukjizat ini hanya diberikan untuk menguatkan kenabiannya dan menunjukan bahwa agama yang dibawanya bukanlah bikinannya sendiri tetapi benar-benar dari Allah. Contohnya mukjizat nabi Musa as, tongkat yang diberikan kepadanya dapat menelan semua ular yang didatangkan tukang-tukang sihir dan dapat membelah laut. Dan mukjizat nabi Isa as dapat menghidupkan orang mati, menyembuhkan orang sakit dan sebagainya. Rasulallah saw berisra’ Mi’raj merupakan mukjizat. Rasulallah saw membelah bulan juga mukjizat, Rasullah saw berbicara dengan Allah secara langsung merupakan mukjizat. Al-Qur’an merupakan mukjizat. Dan masih banyak lagi mukjizat Nabi saw, salah satunya ialah bahwa beliau itu ummi (buta huruf), tidak bisa membaca dan menulis.
Beliau itu ummiy, tidak bisa membaca dan menulis, karena beliau tidak belajar kepada siapapun. Sejak kecil hati beliau telah dibedah oleh Jibril as atas perintah Allah dan dikeluarkan segumpal darah yang berisi was was syetan, lalu dicuci dan diisi dengan hikmah, makrifah dan ilmu yang tidak diberikan kepada siapapun. Setelah menjadi Nabi beliau diajarkan kepadanya oleh Allah melalui perantaraan Jibril. Makanya apa yang diucapkan beliau tidak menurut kemauan hawa nafsunya.
Yang menjadi perhatian kita bahwa Nabi itu ummiy tidak dapat membaca dan menulis, tapi kita harus berhati-hati buta huruf Nabi saw disini bukan berarti nabi itu bodoh atau jangan dikaitkan dengan kebodohan dan ketidakfahaman. Jangan sekali-kali berperasangka buruk karena yang mengajarkan Nabi saw bukan manusia tapi Allah.
Misalnya kalau kita datang kepada Albert Einstein, fisikawan terkenal di seluruh jagat yang menemukan teori relativitas dengan rumusnya yang paling terkenal adalah E=mc², kalau kita datang kepadanya dan sodorkan buku berbahasa Arab, ia pasti tidak faham karena ia buta huruf Arab. tapi kita harus berhati hati buta hurufnya Einstein dalam Bahasa Arab disini bukan berarti ia itu bodoh. 
Jadi jika dikatakan buta huruf bagi Nabi saw bukan berarti beliau itu bodoh. Allah Maha Kuasa, dan Sangat Bijaksana, dia telah membuat Nabi buta huruf agar semua sumber yang datang dari beliau hanya berupa wahyu Allah. Semua tindak-tanduk Nabi saw adalah wahyu, perbuatanya wahyu, pembicaraannya bersumber dari wahyu, keputusannya adalah wahyu. Jika beliau bisa membaca dan menulis maka ia akan belajar semua kebudayan ummat yang sudah maju pada saat itu, beliau pasti belajar kebudayaan yunani, kebudayaan Mesir, kebudaan Persia, kebudian Greek, lalu datang wahyu dari Allah maka terjadi tumpang-tindih antara kebudayan yang pernah dibaca Nabi dengan dengan wahyu yang turun dari Allah.  Jika beliau berbicara tentang satu ayat maka orang kafir akan bertanya;  “apakah ini wahyu dari Allah atau dari Anda”.  
Jadi suatu hikmat yang luar biasa Allah menjadi Nabi kita saw buta huruf, agar semua wahyu yang turun tidak bercampur-baur dengan kebudayan apapun, melulu wahyu dari Allah. Dan semua informasi dan fakta yang yang diucapkan Nabi saw hanya wahyu dari Allah Yang Maha Esa.  
Jelasnya, buta huruf bagi Nabi saw merpakan kehormatan, sebaliknya bagi kita sebagai manusia biasa merupakan cela dan aib, karena wahyu tidak turun kepada kita, kalau kita tidak belajar membaca dan menulis kita akan bodoh, sebalikna jika kita mengatakan Nabi ini buta huruf tidak bisa baca dan nulis berarti suatu kehormatan dan keistimewaan, maksudnya membuat semua perbuatan, perkataan, ilmu, dan tidak-tanduk Nabi saw adalah wahyu dari Allah.

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَى عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى

 Allah berfirman, yang artinya:
“kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat,Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli.” An-Najm 2-6
Al-Qur’an turun melalui Jibril as kepada Nabi saw bukan dengan tulisan (teks) tapi dengan lisan. Bahkan ayat pertama yang turun kepada beliau berbunyi “Iqra” (bacalah) bukan “Uktub” (Tulislah). Dari salah satu mukjizat Nabi saw adalah bahwa beliau itu buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis, karena beliau tidak belajar kepada siapapun, beliau diajarkan kepadanya oleh Allah melalui perantaraan Jibril. Makanya apa yang diucapkan beliau tidak menurut kemauan hawa nafsunya.
Adapun hikmah Nabi itu buta huruf itu telah dijelaskan oleh ayat diatas yaitu untuk menghilangkan tuduhan atau sangkaan orang-orang kafir terhadap Rasulullah saw bahwa Al-Qur’an diambil dari orang lain, atau dikutip dari kitab-kitab sebelumnya. Dengan demikina mereka tidak mendapatkan alasan sedikitpun untuk menyerang apa yang telah dibawa oleh Nabi didalam risalahnya maupun Al Qur’an yang telah diterimanya sebagai sebuah wahyu dari Allah selama diturunkannya secara berangsur-angsur hingga akhir hayat beliau.
Sekarang kenapa wahyu yang turun kepada beliau dari Allah baik melalui Jibril atau langsung bisa diterimanya? Karena ingatan dan hapalan Nabi saw super hebat, luar biasa tidak bisa disamakan dengan ingatan dan hapalan orang orang biasa. Maka semua wahyu yang dibacakan Jibril as yang turun dari Allah kepada beliau bisa langsung melekat di ingitan Nabi saw tidak bisa terlepas lagi.
Jelasnya, kalau ada orang mengatakan bahwa Nabi saw itu pintar menulis berarti dia bodoh tidak mengetahui sejarah Nabi saw atau berarti dia telah melecehkan Islam. Orang pintar pada masa Nabi saw bukan orang yang pandai menulis tapi yang hebat pada zaman itu adalah orang yang hapalanya kuat. Kalau begitu menulis bukalah budaya orang Arab. Orang Arab di masa itu merasa malu jika diketahui ia pandai menulis. Karena mereka mengandalkan diri mereka kepada hapalan. Orang yang pandai menulis berarti hapalannya tidak kuat. Makanya hadist-hadist Nabi saw yang diriwayatkan atau disampaikan dengan lisan memiliki kedudukan yang lebih kuat daripada riwayat yang disampaikan dengan tulisan
Tapi Islam adalah agama terbuka dan bisa menerima budaya yang datang dari luar semasih budaya dan cara mereka itu baik tidak keluar dari rel-rel syariat. Contohnya setalah wafatnya Nabi saw para sahabat mulai mengumpulkan Al-Qur’an dari penghapal-penghapal agar mukjizat Nabi itu tidak putus dan habis sepeninggalan mereka. Maka terbentuklah “lajnah” untuk mengumpulkan Al-Qur’an dan ini tentu memerlukan waktu dan tenaga luar biasa. Setelah terkumpul mulailah mereka menulis demi untuk menjaga keselamatan Al-Qur’an dari tangan tangan kotor dan memeliharanya agar tetap bersih, murni dan terjaga.
Share:

Benih (Nuthfah)

“Pintar-pintarlah kamu memilih nuthfah (benih), sesungguhnya bawaan keturunan itu mewariskan kepada anak”, (HR Ibnu Majah).

Saya pernah membaca makalah Fahd Al-Ahmadi, penulis Saudi, yang dimuat di surat kabar “al-Riyadh”. Makalahnya cukup bagus dan menarik. Ia mengisahkan bahwa hampir semua bayi orang Kristen yang baru lahir selalu dibaptis atau dimandikan di gereja dengan air suci. Katanya, baru baru ini ada gereja Katolik membaptis anak yang baru lahir dengan air es. Maksudnya agar dijauhkan dari ganguan Syetan dan bisa mendatangkan Ruh Kudus. Kasihannya, begitu bayi yang masih merah itu dicelup di air es ia langsung sakitan dan lama kelamaan meninggal dunia. Sudah barang tentu, cuma bayi bayi yang sehat dan kuat yang bisa bertahan hidup.
Terlepas dari kepercayaan tadi, katanya, inti tujuannya adalah untuk memilih di kemudian hari keturunan yang kuat dan sehat. karena tidak ada yang bisa berlangsung hidup kecuali bagi yang kuat dan sehat. Perinsip semacam ini telah digarap dari zaman Firaun dan Yunani. Dan sampai saat ini, masih berlaku dan diyakini orang banyak bahwa kehidupan tidak dimiliki kecuali bagi yang kuat dan sehat.
Plato (347-427 SM) telah menulis dalam kitabnya “Jumhuriah” (Republic) bahwa memilih keturunan sangat penting dalam alam kehidupan di dunia, baik bagi tumbuh tumbuhan, binatang atau manusia. Pada pasal 459 ia menjelaskan bahwa suatu keharusan untuk memilih suami atau istri dari keturunan orang baik agar mendapatkan kelak keturunan yang baik pula.
Di Swedia telah berlaku hukum tidak tertulis melarang mengawini orang orang berfisik lemah atau tunanetra/cacat, walaupun mereka telah diasuh oleh pemerintah di panti asuhan akan tetapi dilarang untuk dikawini dan berketurunan. Tujuanya agar tidak didapatkan di kemuadian hari keturunan dan bangsa yang lemah dan berpenyakitan. Bahkan sampai-sampai mereka melarang mengawini orang orang yang berketurunan rendah atau bukan dari penduduk asli seperti Negro, Cocas dan orang orang Asia.
Lee Kwan Yew di Singapura telah mengeluarkan pelaturan bagi mahasiswa2 yang memiliki otak genius untuk tidak dikawini kecuali dengan mahasiswi2 yang memilili otak dan kecerdikan yang sama. Hal ini demi untuk mendapatkan kelak keturunan yang berlevel tinggi dalam kecerdikannya.
Begitupula di Venezuela, satu satunya negara yang mempunyai Departemen Kecerdikan. Departemen ini bertujuan untuk mengumpulkan mahasisa2 yang cerdik dan genius agar dikawini dengan mahasiwi2 yang selevel dengannya. Maksudnya untuk memperbanyak atau mengembangbiaknan keturunan cerdik dan genius di kemudian hari.
Menurut saya, hal ini memang kelihatanya agak aneh untuk diterapkan pada zaman sekarang yang serba komplek, karena setiap orang mempunyai hak untuk berketurunan, baik dia itu orang lemah, bodoh, tunanetra, hamba sahaya atau orang yang berketurunan rendah. Dari sejarah penghidupan manusia yang kita ketahui, semakin banyak ditemukan penemuan penemuan baru semakin banyak manusia melanggar peraturan yang telah ditepakan agama dan syariat seperti pembunuhan keturunan sebelum terjadi perkawinan, aborsi, pembantaian orang orang cacat dan penguburan bayi perempuan seperti terjadi di zaman Jahiliah.
Dulu sebelum datangnya Islam, telah menjadi adat orang orang Arab jahiliyah yang memiliki keturunan rendah atau hamba sahaya mempersilahkan istri istrinya untuk ditiduri/digauli oleh orang orang yang berjiwa pahlawan, pemberani atau Sheikh Kabilah (kepala suku). Tujuannya adalah”Istibdhaa“ (استبضاع  ) atau agar bisa mendapatkan benih orang hebat dan keturunan orang besar. Setelah itu Islam mengharamkan dan melarang sistim dan adat buruk yang sudah menjadi kebiasan masyarakat Arab jahiliyah.
Kalau kita teliti. sesungguhnya kita ini dibentuk oleh Allah dalam cara yang sangat mengerikan dan menakjubkan. Ilmu pengetahunan genetika mengajarkan pada kita bahwa setelah ibu dan ayah kita bercampur maka terjadi peluang akan lahirnya seorang bayi yang dibentuk sebagian besar hasil dari 24 kromosom bapak dan 24 kremosom ibu. Ke 48 kromosom ini nengandung segala sesuatu yang menentukan bawaan sang bayi. Ini merupakan warisan dari bawaan ayah dan ibu. Begitu pula ayah dan ibu merupakan warisan dari bawaan kakek dan nenek dan seterusnya. Apakah itu perkiraan belaka? Tidak. Ini fakta ilmiah. Kalau anda ingin membaca lebih banyak mengenai hal ini, bacalah ”Anda dan Warisan Bawaan Kelahiran Anda” karangan Amram Sheienfeld.
Hal semacam ini telah diungkapkan oleh Rasulallah saw 14 abad yang lalu dalam hadistnya yang berbunyi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: جَاءَ الي النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رجل من بني فَزَارِةّ فَقَالَ وَلَدَتْ امْرَأَتِي غُلَامًا أَسْوَدَ وَهُوَ حِينَئِذٍ يُعَرِّضُ بِأَنْ يَنْفِيَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَل أَلَكَ إِبِلٌ قَالَ نَعَمْ قَالَ مَا أَلْوَانُهَا قَالَ حُمْرٌ قَالَ أَفِيهَا أَوْرَقُ قَالَ نَعَمْ فِيهَا لَوُرْقٌ قَالَ مِمَّ ذَاكَ تَرَى قَالَ مَا أَدْرِي لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ نَزَعَهَا عِرْقٌ قَالَ وَهَذَا لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ نَزَعَهُ عِرْقٌ وَلَمْ يُرَخِّصْ لَهُ فِي الِانْتِفَاءِ مِنْهُ – رواه البخاري ومسلم وأصحاب السنن الاربعة
Seorang dari Bani Fazarah datang kepada Nabi saw dan berkata : “Istriku telah melahirkan anak berkulit hitam” ia seakan-akan tidak mengakuinya.
Rasulullah Saw bersabda: “apakah engkau memiliki unta? “
Lelaki itu menjawab: “ya”
Rasulullah bertanya: ”apa warnanya?”
Lelaki itu menjawab: ”merah”,
Rasulullah bertanya lagi: ”apakah ada warna hitam pada unta itu?”
Lelaki itu menjawab: “sebenarnya kehitam-hitaman, entah dari mana datangnya warna hitam itu?”
Rasulullah saw bersabda: “mungkin karena faktor keturunan” (HR. Bukhari, Muslim dll)
Dari hadits di atas tergambar bahwa faktor keturunan mempengaruhi warna kulit seseorang, paras dan ciri-ciri fisik, hal ini tidak harus diwarisi dari orangtuanya saja tapi bisa juga dari nenek moyangnya, sifat fisik inilah yang disebut sifat keturunan.
Rumusan hadits di atas mengarahkan bahwa Islam sendiri menyukai, untuk keberlangsungan generasi mendatang, agar memilih pasangan dari keturunan yang baik, sehingga di dalam  pernikahan tersebut akan melahirkan keturunan yang baik pula
تَخَيَّرُوا لِنُطَفِكُمْ فإنَّ الْعِرْقَ دَسَّاس – رواه ابن ماجه والديملي
“Pintar-pintarlah kamu memilih nuthfah(benih), sesungguhnya bawaan keturunan itu mewariskan kepada anak”. (HR. Ibn Majah).
Wallahu’alam
Share:

Shiam & Shaum

Mari kita lihat perbedaan kata antara shiyam (الصيام) dan shaum ( الصوم )

Ada empat kata shiyam (الصيام) dalam dalam surat Al-Baqarah. Dua kata terdapat dalam ayat 187, satu dalam ayat 196  dan satunuya lagi terdapat dalam ayat 183. Semua kata shiam disini bermakna perintah untuk berpuasa, yaitu menahan diri dari makan, minum dan segala yang membatalkan puasa dari mulai fajar menyingsing sampai tenggelamnya matahari. Puasa ini lebih poluler lagi disebut puasa menahan perut dari lapar dan haus. Sorang muslim berpuasa dari terbit matahari sampai tenggelamnya niatnya hanya cukup untuk menjahui hal hal yang membatalkan puasa. Barang siapa berpegang teguh kepada yang telah ditetapkan syariat, maka puasanya shah dan tidak ada qadha atau kafarah baginya, dan tentu mereka akan memperoleh faidah dunia dan pahala akhirat. Akan tetapi puasa sejenis ini tidak akan mewujudkan faedah-faedah lain yang diharapkan. Inilah yang dinamakan shiam atau puasa syariat atau yang disebut puasa kebanyakan manusia.
Adapun kata shoum ( الصوم ) hanya satu kata terdapat dalam dalam surat Maryam, Allah berfirman di ayat 26:
فَكُلِي وَٱشْرَبِي وَقَرِّي عَيْناً فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ ٱلبَشَرِ أَحَداً فَقُولِيۤ إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَـٰنِ صَوْماً فَلَنْ أُكَلِّمَ ٱلْيَوْمَ إِنسِيّاً
Artinya: ”Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa (diam) untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang Manusia pun pada hari ini”.
Kata shaum (الصوم) dalam ayat diatas artinya diam atau tidak berbicara. Itu yang dianjurkan Allah kepada siti Maryam, tetkala ia mengandung anak (Nabi Isa) tanpa bapak, lalu ia menjauhkan diri dari manusia. Ia disuruh makan dan minum tapi berpuasa, maksudnya berdiam atau berzikir.
Jadi yang dimaksud dengan kata shaum yaitu disamping perut berpuasa juga seluruh anggota tubuh yang lain ikut berpuasa. Seperti mata berpuasa, telinga berpuasa, mulut berpuasa, tangan dan kaki ikut pula berpuasa. Puasa jenis ini dinamakan juga dengan puasa untuk mensucikan akhlak dari berbagai hal yang diharamkan dan dari berbagai hal yang dibenci.
Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa orang yang tidak menjaga mulutnya di bulan Ramadhan dari dusta atau mengupat seseorang, atau menuduh sesorang atau menyakiti sesorang dengan lidahnya maka puasanya menjadi batal. Seseorang yang benar benar berpuasa dengan seluruh anggota tubuhnya akan memiliki doa yang mustajab ketika berbuka. Jika anggota tubuh sesorang berpuasa sebagaimana perutnya berpuasa, maka dia akan bisa mencapai derajat yang tinggi pada hari hari terakhir dari bulan Ramadhan.
Pernah satu kali Rasulallah saw mendengar seorang wanita tengah mencaci maki tetangganya sementara dia sedang dalam keadaan berpuasa. Maka Rasulallah saw pun menyuruh wanita itu berbuka.
Rasulallah saw berkata kepada wanitu itu: “Makanlah”.
Wanita itu menjawab: “saya sedang berpuasa”
Rasuallah saw berkata: “Bagaimana mungkin engkau berpuasa sementara engkau mencaci maki tetanggamu. Sesungguhnya puasa bukanlah hanya dari makan dan minum”.
Ini perbedaan antara shiam dan shaum menurut Nabi saw. Wanita itu shiam tapi tidak shaum.
Ada lagi yang lebih tinggi dari jenis shaum, jenis ini merupakan jenis puasa yang amat sulit untuk diikuti yaitu puasa (shaum) hati. Ini biasanya dilakukan oleh orang orang shufi. Jenis ini disamping seseorang harus berpuasa perutnya, dan seluruh anggota tubuhnya, maka hatinya pun harus berpuasa.
Sekarang, bagaiman hati itu harus berpuasa? Hati berpuasa dari lintasan pikiran yang buruk dan dari sifat yang tercela, itu menurut Hb Abdullah Alhaddad dalam kitabnya yang populer Nashaih Diniyah. Maksud beliau meskipun pikiran buruk dan sifat jahat terdetik di dalam hati namun puasa (shaum) mencegahnya untuk tidak dilakukanya. Pikiran buruk itu seperti penyakit dengki, hasut, penyakit pelit dan kikir, penyakit buruk sangka, dan juga penyakit sombong.
Nah, kalau kita sudah bisa menyapai kepada kebersihan hati, dan tidak ada yang terdetik dihati kecuali Allah, tidak ada yang dicintai kecuali Allah, tidak ada yang ditakuti kecuali Allah, berarti hatinya telah menjadi milik Allah. Maka Allah akan menerangi hatinya, menerangi jalannya, menerangi pikiranya sehingga ia akan sampai derajat shufi, mencapai derajat sebagimana yang digambarkan oleh Allah dalam kitab Nya,
رِجَالٌ لاَّ تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلاَ بَيْعٌ عَن ذِكْرِ ٱللَّهِ
“Laki laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah” an Nur 37
Wallahu’alam/ Hasan Husen Assagaf
NB. Kirimlah artikel ini sebanyak mungkin kepada rekan rekan kita yang lain. Semoga Allah membalas kebaikan yang kita anggap sepele ini dengan ganjaran yang tak ternilai.
Share:

Bacalah! (Iqra’)

IQRA’

2Ada peristiwa besar dalam kehidupan Rasulallah saw yang patut direnungkan dan  dipikirkan kembali oleh kita sebagai pengikutnya. Yaitu peristiwa ketika beliau menyendiri di Gua Hira di Jabal Nur, jauh dari kesibukan kehidupan kota Mekkah.
Tiba-tiab sebuah suara terdengar: “ Iqra’ “ artinya bacalah.
Tubuh Rasulallah saw pun menggigil berkeringat.
Lalu beliau menjawab: “saya tidak bisa membaca”.
Kemudian suara itu terulang lagi: “ Iqra’ ”.
Mendengar perintah itu tubuh beliau makin menggigil.
Beliau menjawab lagi: “saya tidak bisa membaca”.
Kemudian suara itu terulang lagi: “ Iqra’ ”.
Seiring itu pula Rasulallah saw menjawab dengan ucapan yang sama:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
“Bacalah atas nama Tuhan mu yang menjadikan”
941277294_2481909890_m“Bacalah atas nama Tuhan mu yang menjadikan” adalah wahyu pertama, surat al-Alaq, dari Allah turun kepada Rasulallah saw melalui perantara malaikat Jibril as di puncak jabal Nur, di gua Hira’-Makkah. Mulai saat itu beliau menerima wahyu dari Allah berturut turut 23 tahun hingga usia beliau 63 tahun. Wahyu itu lalu dikumpulkan oleh para shahabat sehingga menjadi sebuah Mushaf, dan dikenal sebagai al-Qur’an.
Al-Qur’an diturunkan bagi manusia yang memiliki akal dan pikiran. Ini merupakan suatu amanat yang besar dari Allah agar manusia “membaca“.  Dahulu, amanat (akal dan fikiran) ini telah ditawarkan pada langit dan bumi, bulan, bintang dan matahari, gunung, lautan, api, batu, angin, tsunami dan semua benda jamad yang tidak berakal. Semua enggan untuk memikul amanat tersebut karena mereka khawatir akan menghianatinya. Maka dipikulah amanat itu oleh manusia. “Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh“ al Ahzab, 73.
Masa lalu, saat pertama kali saya belajar al-Qur’an bermula di kampung, di Cianjur. Umur saya mungkin kurang lebih tujuh tahun. Saya dibawa ke seorang kiai yang mengajarkan kami membaca al-Qur’an. Saya masih ingat dan tidak bisa melupakan kiai itu. Ia orang tua soleh, ahli dalam bacaan kitab suci, mampu berdoa dan oleh orang kampung ditaruh di garis depan di bidang rohani. Sekarang kenangan ini menimbulkan apa yang barang kali patut disebut dalam bahasa Arab “ihsas muzdawij“ atau perasaan bercampur syukur dan sedih sekaligus pada saat yang sama.
Rasa syukur muncul karena sejak saat itu saya diajari adab sopan santun yang berurusan dengan al-Qur’an, bahwa buat sekadar menyentuh kitab suci saja, diri kita harus pula suci. “tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan “ al-Waqiah,79 . Maka sebelumnya saya pun berwudu’ dan untuk membacanya, mula mula saya membaca doa ta’awudh atau doa mohon perlindungan Allah supaya kita dijauhkan dari gangguan syetan yang jahat.
Adapun yang membuat saya merasa sedih karena kitab suci dihormati cuma dari segi rohaniah saja. Padahal kitab suci, yang dalam firman Allah disebut “ berisi petunjuk yang tak diragukan” bukan hanya untuk dijadikan benda pusaka akan tetapi kitab suci itu untuk dibaca, dipelajari, ditelaah makna-maknanya dan arti-artinya secara mendalam, kemudian diamalkan sebagai kitab yang di dalamnya tak diragukan, mengajak kita supaya bertakwa pada Allah.
Imam besar Ghazali dalam kitabnya Ihya menyebutkan bahwa membaca kitab suci dengan bacaan khusyu’ dan mendalam bisa menghapus segala duka. Di dalam kitab suci, ada amalan-amalan gaib dan kekuatan wahyu yang mampu menghapus gumpalan gelap yang menutup hati. Bacaan mendalam membuat hati yang buta menjadi terang.
Maka dengan membaca al-Qur’an dan menelaah makna-maknanya, seharusnya kita bisa membuat suatu yang bisa merobah diri kita dari alam kegelapan ke alam terang menderang, membawa kita ke alam yang lepas dari kejahilan yang selalu memojokan umat Islam sekarang ini  ke sudut yang gelap, ke sudut yang bisa membuat mereka dilecehkan dan dipecahbelahkan. Kitab suci harus disikapi seperti anjuran Amirul Mu’minin Umar bin Khattab ra, yang mana kita harus bisa sebesar mungkin mengambil manfaat duniawi dari al-Qur’an tadi, bukan hanya sebagai usaha masuk surga.
Jadi apa faedahnya membaca al-Quran sejak berabad-abad bila kita tetap dikalahkan, dilecehkan, dipojokan dan dipecahbelahkan. Memang ada yang salah pada diri-diri kita bahwa kita membaca kitab suci hanya untuk persiapan mati, bukan untuk persiapan hidup. Sedang sejarah Islam telah membuktikan bahwa, dengan al Qur’an, mereka bisa merobah dunia.
Wallahu’alam,
Share:

Tuesday, 11 August 2015

Kekuatan Munajat

Alhamdulillah puasa kita jalankan dengan baik. Dan sekarang sudah hampir mencapai puncak terakhir dari bulan Ramadhan. Di puncaknya kita dapatkan pembebasan dari api neraka insyallah. Pada malam-malam terakhir para malaikat turun dari langit untuk menaburkan kasih sayang Allah kepada hambanya dan menyampaikan salam kepada kaum beriman sampai terbit fajar.

 
Pada malam yang indah ini saya akan sampaikan dua hadist.
4
 
لما روي عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ , قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , يَقُولُ : خَرَجَ نَبِيٌّ مِنَ الأَنْبِيَاءِ بِالنَّاسِ يَسْتَسْقِي فَإِذَا هُوَ بِنَمْلَةٍ رَافِعَةٍ بَعْضَ قَوَائِمِهَا إِلَى السَّمَاءِ , فَقَالَ : ارْجِعُوا فَقَدِ اسْتُجِيبَ لَكُمْ مِنْ أَجْلِ شَأْنِ هَذِهِ النَّمْلَةِ. (الحاكم في المستدرك و قال هذا حديث صحيح الإسناد)
 
Salah seorang Nabi keluar mencari air (maksudnya: shalat istisqa’, meminta hujan kepada Allah), lalu ia melihat seekor semut dengan bersandar ke punggungnya dan mengangkat kedua kakinya ke langit. Kemudian Nabi itu berkata kepada kaumnya, “Kembalilah pulang, Allah telah menerima do’a kalian karena do’a seekor semut ini.” (HR al-Hakim dalam Mustadrak dengan isnad shahih, dari Abu Hurairah ra)
 
فَعَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : هَلْ تُنْصَرُونَ وَتُرْزَقُونَ إِلا بِضُعَفَائِكُمْ (رواه البخاري)
 
Rasulallah saw bersabda: “Kalian tidaklah mendapat pertolongan dan rizki melainkan disebabkan oleh orang-orang lemah diantara kalian“ (HR: Bukhari, dari Mus’ab bin Sa’ad)
 
Al-kisah, bumi Basrah sudah lama tandus tidak turun hujan. Matahari sangat terik, angin padang pasir berhembus panas dan kering. Kemarau kali ini membuat penduduk gelisah. Air susah dicari, tanaman banyak yang mati, dan ternak mulai kelihatan kurus.
 
Penduduk tidak tinggal diam. Mereka bersepakat untuk medirikan sholat Istisqa’ (shalat minta hujan). Sholat itu dihadiri oleh para alim ulama dan tokoh masyarakat Basrah yang dipimpin oleh salah seorang ulama top di antara mereka.
 
Dengan kehadiran para alim ulama terkemuka, sholat Istisqa’ ini dianggap sesuatu yang istimewa. Mereka berfikir Allah pasti mengkabulkan permintaan mereka. Mereka yakin harapan mereka dikabulkan dan hujan akan segera turun.
 
Setelah selesai sholat istisqa’ dua rakaat dan khotbahnya , ternyata tidak ada tanda-tanda akan turun hujan, tidak ada mendung, tidak ada awan bahkan matahari semakin terik. Kemudian timbul pertanyaan mengapa hujan tidak turun? Sedangkan mereka sholat sama-sama para alim ulama Basrah.
 
Akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan sholat Istisqa’ yang kedua kalinya dengan harapan agar Allah mengabulkan do’a mereka. Selesai sholat yang kedua, keadaanya masih sama. Tidak ada tanda tanda turun hujan, tidak ada mendung dan tidak ada tanda-tanda do’a mereka dikabulkan. Langit masih tetap cerah dan matahari masih tetap terik. Para alim ulama dan masyarakat semakin bertanya tanya apa sebabnya tidak turun hujan?
 
Kemudian disusul dengan shalat istisqa’ yang ketiga. Harapan besar mereka agar Allah mengabulkan do’a mereka kali ini. Tapi, masih tetap tidak ada tanda tanda turun hujan, Matahari masih tetap terik, awan tetap cerah. Para ulama mulai gelisah. Timbul tanda tanya kenapa do’a mereka tidak dikabulkan? Akhirnya seluruh penduduk dan ulamanya pulang ke rumah dengan tangan hampa.
 
Hanya satu orang sufi yang tidak pulang. Ia bernama Malik bin Dinar (*1). Ia duduk di lapangan, beberapa saat memudian pergi ke masjid yang tidak berjahuan dari lapangan. Ia duduk di masjid sampai larut malam. Tiba-tiba ia dikejutkan dengan kehadiran seseorang ke dalam masjid. Orang itu berkulit hitam, penampilannya sangat sederhana sekali, dan memakai sarung dan baju tidak terurus.
 
Malik mengamati gerak-geriknya dan ingin mengetahui apa yang akan dilakukan di larut malam seperti ini. Orang itu pergi ke tempat wudu lalu menuju ke mihrab. Ia kemudian mengerjakan sholat dua raka’at. Sholatnya pun tidak terlalu lama, surat yang dibaca tidak panjang, begitu pula kiam, ruku dan sujudnya sekedar tuma’ninah.
 
Selesai sholat, orang itu mengangkat kedua tangannya ke langit sambil berdo’a. Malik bin Dinar mendengar isi do’a yang ia sampaikan dengan nada yang tidak terlalu keras tapi bisa didengar orang. Ia berkata:
 
5Ya Allah, sesungguhnya hamba-hamba-Mu telah datang berkali-kali kepada-Mu memohon sesuatu yang sebenarnya tidak mengurangi sedikitpun dari kekuasaan-Mu. Apakah rahmat dan belas kasihan-Mu terhadap mereka telah habis? Atau jika Kamu kabulkan harapan mereka akan mengurangi kekuasaan-Mu? Ya Allah, aku bersumpah demi nama-Mu dan kecintaan-Mu kepadaku turunkanlah hujan kepada kami dengan secepatnya
 
Setelah do’a dibaca oleh orang tersebut, angin dingin datang dengan sekerasnya, awanpun mendung, bumi mejadi gelap gulita dan suara halilintar terdengar dengan sekerasnya. Tidak lama kemudian, hujan turun dengan lebatnya. Dengan seketika bumi Bashrah menjadi basah.
 
Malik bin Dinar tercengang menyaksikan keadaan tsb. Ia menunggu hingga orang itu selesai dari munajatnya lalu menghampirinya dan berkata: “Wahai pemuda, kamu tidak malu kepada Allah dengan dengan isi do’a yang kamu bacakan tadi.”. Pemuda itu bertanya: “isi do’a yang mana yang kamu maksudkan?”. Malik bin Dinar berkata, “Do’a yang kamu baca bahwa yang mana Allah mencitaimu. Apakah kamu memang yakin bahwa Allah mencintaimu?” Lalu orang itu menjawab dengan singkat, “Karena Aku sangat mencintai Allah, maka aku yakin Allah akan mencitaiku. Bagaimana aku beribadah tanpa menanamkan rasa cintaku kepada-Nya? Maka sesuai dengan kadar cintaku kepada-Nya aku dapatkan cinta-Nya kepadaku”. Setelah itu, ia segera pergi. Malik bin Dinar mencoba menahannya. “Tunggu sebentar, aku ingin tahu siapa kamu itu sebenarnya? “Aku adalah seorang pembantu yang mempunyai kewajiban untuk mentaati perintah majikanku” jawabnya.
 
Akhirnya Malik mengikutinya dari jauh. Pemuda itu memasuki rumah orang kaya di Basrah. Pagi harinya ia segera menuju rumahnya dan menanyakan jika orang kaya itu ingin menjual pembantunya. Orang kaya itu berkata, “Ambillah budak ini. Terserah berapa saja kamu ingin bayar harganya. Ia tidak berguna bagiku, karena malam ia habiskan waktunya untuk menangis dan siang untuk shalat dan puasa
 
6Kemudian Malik bin Dinar menuntun tangan pemuda tadi dan dibawa ke rumahnya. Di tengah jalan ia meminta untuk mampir ke masjid. Setibanya di masjid, ia berwudu dan terus mengerjakan sholat sunat dua rakaat. Malik bin Dinar mengamatinya, ia ingin tahu apa yang ingin dilakukan oleh pemuda itu. Selesai sholat, ia mengangkat kedua tangannya dan berdoa seperti yang dilakukannya malam itu. Tetapi kali ini dengan do’a yang berbeda:
 
Ya Allah, rahasia antara aku dan Engkau telah telah diketahui oleh semua makhluk. Bagaimana aku bisa hidup dengan tenang di dunia ini karena telah ada orang ketiga menjadi penghalang antara aku dan diri-Mu. Aku bersumpah demi kecintaan-Mu kepadaku, cabutlah nyawaku sekarang juga,”
 
Setelah diturunkan kedua tangannya pemuda itu sujud. Malik bin Dinar mendekatinya, menunggu dia bangun dari sujudnya. Tetapi ia sujud agak lama dan tidak bangun-bangun. Malik menggerakkan badannya, tapi… ia sudah tidak bernyawa lagi. Subhanallah.
 
Itulah dunia. Makanya janganlah sekali-kali meremehkan seseorang, berperasangka baiklah kepada setiap manusia. Setiap manusia Allah berikan kelebihan yang berlainan. Janganlah memandang rendah kepada kepada yang lemah, kepada yang miskin, kepada yang bodoh, siapa tahu Allah mengangkat derajat mereka. Dunia itu berputar, sesaat ia berada diatas dan sesaat lagi berada di bawah. Kalau ia sedang  berada di atas jangalah sombong, angkuh dan bangga, sebaliknya kalau ia berada di bawah jangalah gelisah atau putus asa. Sesungghunya di langit ada kerajaan yang Maha Besar, tertulis di depan pintun gerbangya:  “Dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan Kami” almu’minun 17
 
Katakanlah : Ya Allah yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engaku cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau
hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau maha kuasa atas segala sesuatau. Engkau masukkan malam kedalam siang dan Engkau masukan siang kedalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki tampa batas” Al-Imran, 26-27
——————–
 
(1)Malik bin Dinar seorang tabi’in yang hidup di zaman Hasan al Bashri, bahkan ia adalah salah seorang muridnya. Ia terhitung sebagai seorang Shufi, ilmuwan yang zuhud dan rendah hati. Dia adalah seorang yang suka merendah dan tidak mau makan kecuali dari hasil kerjanya sendiri. Dan kerjanya adalah menulis mushaf  dengan upah. Ia juga ahli hadits yang diriwatkan dari tokoh-tokoh hadist di masa lampau seperti Anas bin Malik, Ibnu Sirin dll. Malik bin Dinar meninggal sekitar tahun 130 H yang bertepatan tahun 748 M. Dalam do’a nya yang populer Malik bin Dinar berkata : “Ya Allah, janganlah Kamu masukkan apapun ke dalam rumah Malik bin Dinar”.
 
Wallahu’alam
Share:

Total Pageviews