MOTIVASI HIDUP ISLAM

Visit Namina Blog

Monday, 10 August 2015

Dialog Dengan Iblis.

Dialog Dengan Iblis.
Astaghfirullah..
Suatu ketika Allah SWT memerintahkan seorang Malaikat menemui Iblis agar menghadap Baginda Rasul saw untuk memberitahu segala rahasianya, baik yang disuka maupun yang dibencinya. Hal ini dimaksudkan untuk meninggikan derajat Nabi Muhammad saw dan juga sebagai peringatan dan perisai umat manusia.
Kemudian Malaikat itupun mendatangi Iblis dan berkata : “Hai Iblis! Engkau diperintah Allah untuk menghadap Rasulullah saw. Bukalah semua rahasiamu dan jawablah setiap pertanyaan Rasulullah dengan jujur. Jika engkau berdusta walau satu perkataanpun, niscaya akan terputus semua anggota badanmu, uratmu serta disiksa dengan azab yang amat pedih”.
Mendengar ucapan Malaikat yang dahsyat itu, Iblis sangat ketakutan, maka segera ia menghadap Rasulullah saw dengan menyamar sebagai orang tua yang buta sebelah matanya dan berjanggut putih 10 helai yang panjangnya seperti ekor lembu.
Iblis pun memberi salam sampai 3 (tiga) kali salam, Rasulullah saw tidak juga menjawabnya, maka Iblis berkata : “Ya Rasullullah! Mengapa engkau tidak menjawab salamku? Bukankah salam itu sangat mulia di sisi Allah?” Maka jawab Nabi dengan marah : “Hai musuh Allah! Kepadaku engkau menunjukkan kebaikanmu? Jangan kau coba menipuku sebagaimana kau tipu Nabi Adam as sehingga beliau keluar dari syurga, kau hasut Qabil sehingga ia tega membunuh Habil yang masih saudaranya sendiri, ketika sedang sujud dalam sembahyang kau tiup Nabi Ayub as dengan asap beracun sehingga beliau sengsara untuk beberapa lama, kisah Nabi Daud as dengan perempuan Urya, Nabi Sulaiman meninggalkan kerajaannya karena engkau menyamar sebagai isterinya dan begitu juga beberapa Anbiya dan pendeta yang telah menanggung sengsara akibat hasutanmu.
Hai Iblis! Sebenarnya salam itu sangat mulia di sisi Allah azza wa jalla, tapi aku diharamkan Allah menjawab salammu. Aku mengenalmu dengan baik wahai Iblis, Raja segala Iblis. Apa tujuanmu menemuiku?”.
Jawab Iblis : “Ya Nabi Allah! Janganlah engkau marah. Engkau dapat mengenaliku karena engkau adalah Khatamul Anbiya. Aku datang atas perintah Allah untuk memberitahu segala tipu dayaku terhadap umatmu dari zaman Nabi Adam as hingga akhir zaman nanti. Ya Nabi Allah! Setiap apa yang engkau tanya, aku bersedia menerangkan satu persatu dengan sebenarnya, aku tidak berani menyembunyikannya”.
Kemudian Iblispun bersumpah menyebut nama Allah dan berkata : “Ya Rasulullah! Sekiranya aku berdusta barang sepatahpun niscaya hancur leburlah badanku menjadi abu”.
Ketika mendengar sumpah Iblis itu, Nabipun tersenyum dan berkata dalam hatinya, inilah kesempatanku untuk menyiasati segala perbuatannya agar didengar seluruh sahabat yang ada di majlis ini dan menjadi perisai seluruh umatku.
Pertanyaan Nabi (1) :
“Hai Iblis! Siapakah musuh besarmu?”
Jawab Iblis : “Ya Nabi Allah! Engkaulah musuhku yang paling besar di antara musuh-musuhku di muka bumi ini”.
Kemudian Nabipun memandang muka Iblis dan Iblispun gemetar karena ketakutan. Sambung Iblis : “Ya Khatamul Anbiya! Aku dapat merubah diriku seperti manusia, binatang dan lain-lain hingga rupa dan suarapun tidak berbeda, kecuali dirimu saja yang tidak dapat aku tiru karena dicegah oleh Allah. Andaikan aku menyerupai dirimu, maka terbakarlah diriku menjadi abu.
Aku cabut iktikad / niat anak Adam supaya menjadi kafir karena engkau berusaha memberi nasihat dan pengajaran supaya mereka kuat untuk memeluk agama Islam, begitu juga aku berusaha menarik mereka kepada kekafiran, murtad atau munafik. Aku akan menarik seluruh umat Islam dari jalan yang benar menuju jalan yang sesat supaya masuk ke dalam neraka dan kekal di dalamnya bersamaku”.
Pertanyaan Nabi (2) :
“Hai Iblis! Apa yang kau perbuat terhadap makhluk Allah?”
Jawab Iblis : “Adalah satu kemajuan bagi perempuan yang merenggangkan kedua pahanya kepada lelaki yang bukan suaminya, setengahnya hingga mengeluarkan benih yang salah sifatnya. Aku goda semua manusia supaya meninggalkan sholat, berbuai dengan makanan dan minuman, berbuat durhaka, aku lalaikan dengan harta benda, emas, perak dan permata, rumahnya, tanahnya, ladangnya supaya hasilnya dibelanjakan ke jalan yang haram.
Demikian juga ketika pesta di mana lelaki dan perempuan bercampur. Di sana aku lepaskan godaan yang besar supaya mereka lupa peraturan dan akhirnya minum arak. Apabila terminum arak itu, maka hilanglah akal, fikiran dan malunya. Lalu aku ulurkan tali cinta dan terbukalah beberapa pintu maksiat yang besar, datang perasaan hasad dengki hingga perbuatan zina. Apabila terjadi kasih antara mereka, terpaksalah mereka mencari uang hingga menjadi penipu, peminjam dan pencuri.
Apabila mereka sadar akan kesalahan mereka lalu hendak bertaubat dan berbuat amal ibadah, akan aku rayu supaya mereka membatalkannya. Semakin keras aku goda supaya mereka berbuat maksiat dan mengambil isteri orang. Jika hatinya terkena godaanku, datanglah rasa ria’, takabur, iri, sombong dan melengahkan amalnya. Jika lidahnya yang tergoda, maka mereka akan gemar berdusta, mencela dan mengumpat. Demikianlah aku goda mereka setiap saat”.
Pertanyaan Nabi (3) :
“Hai Iblis! Mengapa engkau bersusah payah melakukan pekerjaan yang tidak mendatangkan faedah bahkan menambah laknat yang besar dan siksa yang besar di neraka yang paling bawah? Hai yang dikutuk Allah! Siapa yang menjadikanmu? Siapa yang melanjutkan usiamu? Siapa yang menerangkan matamu? Siapa yang memberi pendengaranmu? Siapa yang memberi kekuatan anggota badanmu?
Jawab Iblis : “Semuanya itu adalah anugerah dari Allah Yang Maha Besar. Tetapi hawa nafsu dan takabur membuatku menjadi jahat sebesar-besarnya. Engkau lebih tahu bahwa diriku telah beribu-ribu tahun menjadi Ketua seluruh Malaikat dan pangkatku telah dinaikkan dari satu langit ke langit yang lebih tinggi. Kemudian aku tinggal di dunia ini beribadah bersama para Malaikat beberapa waktu lamanya.
Tiba-tiba datang firman Allah SWT hendak menjadikan seorang Khalifah di dunia ini, maka akupun membantah. Lalu Allah menciptakan manusia yang pertama (Nabi Adam as) dan seluruh Malaikat diperintah supaya memberi hormat sujud kepada lelaki itu, hanya aku saja yang ingkar. Oleh karena itu, Allah murka kepadaku dan wajahku yang tampan rupawan dan bercahaya itu berubah menjadi keji dan menakutkan. Aku merasa sakit hati. Kemudian Allah menjadikan Adam raja di syurga dan dikaruniakan seorang permaisuri (Siti Hawa) yang memerintah seluruh bidadari. Aku bertambah dengki dan dendam kepada mereka.
Akhirnya aku berhasil menipu mereka melalui Siti Hawa yang menyuruh Adam memakan buah khuldi, lalu keduanya diusir dari syurga ke dunia. Keduanya berpisah beberapa tahun dan kemudian dipertemukan Allah (di Padang Arafah), hingga mereka mendapat beberapa orang anak. Kemudian kami hasut anak lelakinya Qabil supaya membunuh saudaranya Habil. Itupun aku masih belum puas dan berbagai tipu daya aku lakukan hingga hari kiamat kelak.
Sebelum engkau lahir ke dunia, aku beserta bala tentaraku dengan mudah dapat naik ke langit untuk mencuri segala rahasia, tulisan yang menyuruh manusia berbuat ibadah dan balasan pahala serta syurga mereka. Kemudian aku turun ke dunia dan memberitahu manusia yang lain tentang apa yang sebenarnya aku dapatkan dengan berbagai tipu daya hingga tersesat dengan berbagai kitab bid’ah dan kehancuran.
Tetapi ketika engkau lahir ke dunia ini, maka aku tidak diijinkan oleh Allah untuk naik ke langit dan mencuri rahasia karena banyak Malaikat yang menjaga di setiap lapisan pintu langit. Jika aku memaksa untuk naik, maka Malaikat akan melontarkan anak panah dari api yang menyala. Sudah banyak bala tentaraku yang terkena lontaran Malaikat itu dan semuanya terbakar menjadi abu, maka semakin beratlah pekerjaanku dan bala tentaraku untuk menjalankan tugas menghasut manusia”.
Pertanyaan Nabi (4) :
Rasullullah bertanya “Hai Iblis! Apa yang pertama kali kau tipu dari manusia?”
Jawab Iblis : “Pertama kali aku palingkan iktikad / niatnya, imannya kepada kafir dan juga dari segi perbuatan, perkataan, kelakuan atau hatinya. Jika tidak berhasil juga, akan aku tarik dengan cara mengurangi pahala. Lama-kelamaan mereka akan terjerumus mengikuti kemauanku”.
Pertanyaan Nabi (5) :
“Hai Iblis! Jika umatku sholat karena Allah, apa yang terjadi padamu?”
Jawab Iblis : “Sungguh penderitaan yang sangat besar. Gemetarlah badanku dan lemah tulang sendiku, maka aku kerahkan berpuluh-puluh iblis datang menggoda manusia pada setiap anggota badannya.
Beberapa iblis datang pada setiap anggota badannya supaya malas sholat, was-was, lupa bilangan raka’atnya, bimbang pada pekerjaan dunia yang ditinggalkannya, merasa terburu-buru supaya cepat selesai sholatnya, hilang khusyuknya, matanya senantiasa melirik ke kanan dan ke kiri, telinganya senantiasa mendengar percakapan orang dan bunyi-bunyi yang lain.
Beberapa iblis yang lain duduk di belakang badan orang yang sembahyang itu supaya tidak kuat sujud berlama-lama, penat waktu duduk tahiyat dan dalam hatinya selalu merasa terburu-buru supaya cepat selesai sholatnya, itu semua membuat berkurangnya pahala. Jika para iblis tidak dapat menggoda manusia itu, maka aku sendiri akan menghukum mereka dengan hukuman yang berat”.
Pertanyaan Nabi (6) :
“Jika umatku membaca Al-Qur’an karena Allah, apa yang terjadi padamu?”
Jawab Iblis : “Jika mereka membaca Al-Qur’an karena Allah, maka terbakarlah tubuhku, putuslah seluruh uratku lalu aku lari dan menjauh darinya”.
Pertanyaan Nabi (7) :
“Jika umatku mengerjakan haji karena Allah, bagaimana perasaanmu?”
Jawab Iblis : “Binasalah diriku, gugurlah daging dan tulangku karena mereka telah mencukupkan rukun Islamnya”.
Pertanyaan Nabi (8) :
“Jika umatku berpuasa karena Allah, bagaimana keadaanmu?”
Jawab Iblis : “Ya Rasulullah! Inilah bencana yang paling besar bahayanya buatku. Apabila masuk awal bulan Ramadhan, maka memancarlah cahaya Arasy dan Kursi, bahkan seluruh Malaikat menyambut dengan suka cita. Bagi orang yang berpuasa, Allah akan mengampunkan segala dosa yang lalu dan digantikan dengan pahala yang amat besar serta tidak dicatat dosanya selama dia berpuasa. Yang menghancurkan hatiku ialah segala isi langit dan bumi, yakni Malaikat, bulan, bintang, burung dan ikan-ikan semuanya siang malam memohonkan ampunan bagi orang yang berpuasa. Satu lagi kemudian orang berpuasa ialah dimerdekakan pada setiap masa dari azab neraka. Bahkan semua pintu neraka ditutup manakala semua pintu syurga dibuka seluas-luasnya dan dihembuskan angin dari bawah Arasy yang bernama Angin Syirah yang amat lembut ke dalam syurga. Pada hari umatmu mulai berpuasa, dengan perintah Allah datanglah sekalian Malaikat dengan garangnya menangkapku dan tentaraku, jin, syaitan dan ifrit lalu dipasung kaki dan tangan dengan besi panas dan dirantai serta dimasukkan ke bawah bumi yang amat dalam. Di sana pula beberapa azab yang lain telah menunggu kami. Setelah habis umatmu berpuasa, barulah aku dilepaskan dengan perintah agar tidak mengganggu umatmu. Umatmu sendiri telah merasa ketenangan berpuasa sebagaimana mereka bekerja dan bersahur seorang diri di tengah malam tanpa rasa takut dibandingkan bulan biasanya”.
Pertanyaan Nabi (9) :
“Hai Iblis! Bagaimana seluruh sahabatku menurutmu?”
Jawab Iblis : “Seluruh sahabatmu termasuk musuh besarku. Tiada upayaku melawannya dan tiada satupun tipu daya yang dapat masuk kepada mereka. Karena engkau sendiri telah berkata : “Seluruh sahabatku adalah seperti bintang di langit, jika kamu mengikuti mereka, maka kamu akan mendapat petunjuk”.
Sayyidina Abu Bakar al-Siddiq sebelum bersamamu, aku tidak dapat mendekatinya, apalagi setelah berdampingan denganmu. Dia begitu percaya atas kebenaranmu hingga dia menjadi wazirul a’zam. Bahkan engkau sendiri telah mengatakan jika ditimbang seluruh isi dunia ini dengan amal kebajikan Abu Bakar, maka akan lebih berat amal kebajikan Abu Bakar. Lagipula dia telah menjadi mertuamu karena engkau menikah dengan anaknya, Sayyidatina Aisyah yang juga banyak menghafal Hadits-haditsmu.
Adapun Sayyidina Umar bin Khatab, aku tidak berani memandang wajahnya karena dia sangat keras menjalankan hukum syariat Islam dengan seksama. Jika aku pandang wajahnya, maka gemetarlah seluruh tulang sendiku karena sangat takut. Hal ini karena imannya sangat kuat apalagi engkau telah mengatakan : “Jikalau ada Nabi sesudah aku, maka Umar boleh menggantikan aku”, karena dia adalah orang harapanmu serta pandai membedakan antara kafir dan Islam hingga digelar ‘Al-Faruq’.
Sayyidina Usman bin Affan, aku tidak bisa bertemu karena lidahnya senantiasa membaca Al-Qur’an. Dia penghulu orang sabar, penghulu orang mati syahid dan menjadi menantumu sebanyak 2 (dua) kali. Karena taatnya, banyak Malaikat datang menghampiri dan memberi hormat kepadanya karena Malaikat itu sangat malu kepadanya hingga engkau mengatakan : “Barangsiapa menulis Bismillaahirrahmaanirrahiim pada kitab atau kertas-kertas dengan tinta merah, niscaya mendapat pahala seperti pahala Usman mati syahid”.
Sayyidina Ali bin Abi Thalibpun aku sangat takut karena hebatnya dan gagahnya dia di medan perang, tetapi sangat sopan santun, alim orangnya. Jika iblis, syaitan dan jin memandang beliau, maka terbakarlah kedua mata mereka karena dia sangat kuat beribadah dan beliau adalah golongan orang pertama yang memeluk agama Islam serta tidak pernak menundukkan kepalanya kepada berhala. Bergelar ‘Ali Karamullahu Wajhahu” dimuliakan Allah akan wajahnya dan juga ‘Harimau Allah’ dan engkau sendiri berkata : “Akulah negeri segala ilmu dan Ali itu pintunya”. Lagipula dia menjadi menantumu, aku semakin ngeri kepadanya”.
Pertanyaan Nabi (10) :
“Bagaimana tipu dayamu kepada umatku?”
Jawab Iblis : “Umatmu itu ada 3 (tiga) macam. Yang pertama, seperti hujan dari langit yang menghidupkan segala tumbuhan yaitu ulama yang memberi nasihat kepada manusia supaya mengerjakan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya seperti kata Jibril as : “Ulama itu adalah pelita dunia dan pelita akhirat”. Yang kedua, umat tuan seperti tanah yaitu orang yang sabar, syukur dan ridha dengan karunia Allah. Berbuat amal saleh, tawakal dan kebajikan. Yang ketiga, umatmu seperti Fir’aun, terlampau tamak dengan harta dunia dan dihilangkan amal akhirat, maka akupun bersuka cita lalu masuk ke dalam badannya, aku putarkan hatinya ke lautan durhaka dan aku ajak kemana saja mengikuti kemauanku. Jadi dia selalu bimbang kepada dunia dan tidak mau menuntut ilmu, tidak pernah beramal saleh, tidak mau mengeluarkan zakat dan malas beribadah.
Lalu aku goda agar manusia minta kekayaan lebih dulu dan apabila diizinkan Allah dia menjadi kaya, maka aku rayu supaya lupa beramal, tidak membayar zakat seperti Qarun yang tenggelam dengan istana mahligainya. Bila umatmu terkena penyakit tidak sabar dan tamak, dia selalu bimbang akan hartanya dan berangan-angan hendak merebut kemewahan dunia, benci dan menghina kepada yang miskin, membelanjakan hartanya untuk kemaksiatan”.
Pertanyaan Nabi (11) :
“Siapa yang serupa denganmu?”
Jawab Iblis : “Orang yang meringankan syariatmu dan membenci orang yang belajar agama Islam”.
Pertanyaan Nabi (12) :
“Siapa yang membuat mukamu bercahaya?”
Jawab Iblis : “Orang yang berdosa, bersumpah bohong, saksi palsu dan suka ingkar janji”.
Pertanyaan Nabi (13) :
“Apa yang kau rahasiakan dari umatku?”
Jawab Iblis : “Jika seorang Muslim buang air besar dan tidak membaca do’a terlebih dahulu, maka aku gosok-gosokkan najisnya sendiri ke badannya tanpa dia sadari”.
Pertanyaan Nabi (14) :
“Jika umatku bersatu dengan isterinya, apa yang kau lakukan?”
Jawab Iblis : “Jika umatmu hendak bersetubuh dengan isterinya dan membaca do’a pelindung syaitan, maka aku lari dari mereka. Jika tidak, aku akan bersetubuh dahulu dengan isterinya dan bercampurlah benihku dengan benih isterinya. Jika menjadi anak, maka anak itu akan gemar berbuat maksiat, malas pada kebaikan, durhaka. Ini semua karena kealpaan ibu bapaknya sendiri. Begitu juga jika mereka makan tanpa membaca Bismillah, aku santap makanannya lebih dulu daripadanya. Walaupun mereka makan, tidaklah mereka merasa kenyang”.
Pertanyaan Nabi (15) :
“Apa yang dapat menolak tipu dayamu?”
Jawab Iblis : “Jika berbuat dosa, maka cepat-cepatlah bertaubat kepada Allah, menangis menyesal akan perbuatannya. Apabila marah, segeralah mengambil air wudhu’, maka padamlah marahnya”.
Pertanyaan Nabi (16) :
“Siapakah orang yang paling engkau sukai?”
Jawab Iblis : “Lelaki dan perempuan yang tidak mencukur atau mencabut bulu ketiak atau bulu ari-ari (bulu kemaluan) selama 40 hari. Di situlah aku mengecilkan diri, bersarang, bergantung, berbuai seperti pijat pada bulu itu”.
Pertanyaan Nabi (17) :
“Hai Iblis! Siapakah saudaramu?”
Jawab Iblis : “Orang yang tidur meniarap / telungkup, orang yang matanya terbuka di waktu Subuh tetapi menyambung tidur lagi. Lalu aku lenakan dia hingga terbit fajar. Demikian juga pada waktu Dzuhur, Asar, Maghrib dan Isya’, aku beratkan hatinya untuk sholat”.
Pertanyaan Nabi (18) :
“Apa yang dapat membinasakan dirimu?”
Jawab Iblis : “Orang yang banyak menyebut nama Allah, bersedekah dengan tidak diketahui orang, banyak bertaubat, banyak tadarus Al-Qur’an dan sholat tengah malam”.
Pertanyaan Nabi (19) :
“Hai Iblis! ?” Apa yang dapat memecahkan matamu?”
Jawab Iblis : “Orang yang duduk di dalam masjid dan beri’tikaf di dalamnya”.
Pertanyaan Nabi (20) :
“Apa lagi yang dapat memecahkan matamu?”


Jawab Iblis : “Orang yang taat kepada kedua ibu bapaknya, mendengar kata mereka, membantu makan, pakaian mereka selama mereka hidup, karena engkau telah bersabda : Syurga itu di bawah tapak kaki ibu”.

Share:

Sunday, 2 August 2015

Kenapa Malaikat Mika'il Tidak Pernah Tertawa ?


Rasulullah pernah bertanya kepada Jibril, "Mengapa saya sama
sekali tidak pernah melihat Mika'il tertawa ?
Jibril menjawab, "Mika'il tidak pernah tertawa semenjak neraka
diciptakan... " [HR. Ahmad]
Wahai yang masih bergelimang kemaksiatan...
apakah engkau tidak takut dengan api neraka ??
Apakah engkau lebih perkasa dari malaikat ?
Malaikat mikail yang ditugaskan untuk memberikan rezeki kepada
seluruh makhluk di dunia. Ia menurunkan hujan dan menumbuhkan tanaman-tanaman untuk dimanfaatkan oleh para makhluk. Meski
bertugas memberi kemakmuran, ia tak pernah tersenyum dan
tertawa.
Malaikat Mika'il yang begitu ta'at dan memiliki banyak keutamaan,
dia takut jika Allah murka kepadanya.
Share:

Surah At Taubah ayat 1 - 6

Surah At Taubah ayat 1 - 6
1. (Inilah pernyataan) pemutusan hubungan dari Allah dan RasulNya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah Mengadakan Perjanjian (dengan mereka).

2. Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di muka bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa Sesungguhnya kamu tidak akan dapat melemahkan Allah, dan Sesungguhnya Allah menghinakan orang-orang kafir[627].
3. dan (inilah) suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar[628] bahwa Sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertobat, Maka bertaubat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.
4. kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah Mengadakan Perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, Maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya[629]. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.
5. apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu[630], Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan[631]. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
6. dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.
Tafsir :
[627] Sebelum turunnya ayat ini ada Perjanjian damai antara Nabi Muhammad s.a.w. dengan orang-orang musyrikin. di antara isi Perjanjian itu adalah tidak ada peperangan antara Nabi Muhammad s.a.w. dengan orang-orang musyrikin, dan bahwa kaum muslimin dibolehkan berhaji ke Makkah dan tawaf di Ka'bah. Allah SWT membatalkan Perjanjian itu dan mengizinkan kepada kaum muslimin memerangi kembali. Maka turunlah ayat ini dan kaum musyrikin diberikan kesempatan empat bulan lamanya di tanah Arab untuk memperkuat diri.
[628] Berbeda Pendapat antara mufassirin (ahli tafsir) tentang yang dimaksud dengan haji akbar, ada yang mengatakan hari Nahar, ada yang mengatakan hari Arafah. yang dimaksud dengan haji akbar di sini adalah haji yang terjadi pada tahun ke-9 Hijrah.
[629] Maksud yang diberi tangguh empat bulan itu Ialah: mereka yang memungkiri janji mereka dengan Nabi Muhammad SAW. Adapun mereka yang tidak memungkiri janjinya Maka Perjanjian itu diteruskan sampai berakhir masa yang ditentukan dalam Perjanjian itu. sesudah berakhir masa itu, Maka tiada lagi perdamaian dengan orang-orang musyrikin.
[630] Yang dimaksud dengan bulan Haram disini Ialah: masa 4 bulan yang diberi tangguh kepada kamu musyrikin itu, Yaitu mulai tanggal 10 Zulhijjah (hari turunnya ayat ini) sampai dengan 10 Rabi'ul akhir.
[631] Maksudnya: terjamin keamanan mereka.

Share:

30 ORANG YANG PERTAMA DALAM ISLAM

30 ORANG YANG PERTAMA DALAM ISLAM
1. Orang yang pertama menulis Bismillah : Nabi Sulaiman AS.
2. Orang yang pertama minum air zamzam : Nabi Ismail AS.
3. Orang yang pertama berkhatan : Nabi Ibrahim AS.
4. Orang yang pertama diberikan pakaian pada hari qiamat : Nabi Ibrahim AS.
5. Orang yang pertama dipanggil oleh Allah pada hari qiamat : Nabi Adam AS.
6. Orang yang pertama mengerjakan saie antara Safa dan Marwah : Sayyidatina Hajar (Ibu Nabi Ismail AS).
7. Orang yang pertama dibangkitkan pada hari qiamat : Nabi Muhammad SAW.
8. Orang yang pertama menjadi khalifah Islam : Abu Bakar As Siddiq RA.
9. Orang yang pertama menggunakan tarikh hijrah : Umar bin Al-Khattab RA.
10. Orang yang pertama meletakkah jawatan khalifah dalam Islam : Al-Hasan bin Ali RA.
11. Orang yang pertama menyusukan Nabi SAW : Thuwaibah RA.
12. Orang yang pertama syahid dalam Islam dari kalangan lelaki : Al-Harith bin Abi Halah RA.
13. Orang yang pertama syahid dalam Islam dari kalangan wanita : Sumayyah binti Khabbat RA.
14. Orang yang pertama menulis hadis di dalam kitab / lembaran : Abdullah bin Amru bin Al-Ash RA.
15. Orang yang pertama memanah dalam perjuangan fisabilillah : Saad bin Abi Waqqas RA.
16. Orang yang pertama menjadi muazzin dan melaungkan adzan: Bilal bin Rabah RA.
17. Orang yang pertama bersembahyang dengan Rasulullah SAW : Ali bin Abi Tholib RA.
18. Orang yang pertama membuat minbar masjid Nabi SAW : Tamim Ad-dary RA.
19. Orang yang pertama menghunuskan pedang dalam perjuangan fisabilillah : Az-Zubair bin Al-Awwam RA.
20. Orang yang pertama menulis sirah Nabi SAW : Ibban bin Othman bin Affan RA.
21. Orang yang pertama beriman dengan Nabi SAW : Khadijah binti Khuwailid RA.
22. Orang yang pertama mengasaskan usul fiqh : Imam Syafei RH.
23. Orang yang pertama membina penjara dalam Islam: Ali bin Abi Tholib RA.
24. Orang yang pertama menjadi raja dalam Islam : Muawiyah bin Abi Sufyan RA.
25. Orang yang pertama membuat perpustakaan awam : Harun Ar-Rasyid RH.
26. Orang yang pertama mengadakan baitul mal : Umar Al-Khattab RA.
27. Orang yang pertama menghafal Al-Qur'an selepas Rasulullah SAW : Ali bn Abi Tholib RA.
28. Orang yang pertama membina menara di Masjidil Haram Mekah : Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur RH.
29. Orang yang pertama digelar Al-Muqry : Mus'ab bin Umair RA.
30. Orang yang pertama masuk ke dalam syurga : Nabi Muhammad SAW.
✔ Rugilah kalau tak SHARE sebab hanya 1 peluang dakwah yang MUDAH. . . Jom share !!! Sebarkan...
Wallahualam
Share:

MENINGGIKAN RASA SYUKUR


Manusia, di alam fana ini perlu meninggikan rasa syukur ke hadirat Allah Suhanahu wa ta’ala (Swt), karena rahmat-Nya tiada mampu kita hitung. Sayangnya, di antara manusia banyak yang kufur nikmat atas rahmat-Nya. Terhadap mereka yang kufur nikmat lagi enggan bersyukur, Allah memberikan ancaman dengan siksa yang amat pedih.
MUQADDIMAH
Terdapat di dalam sebuah ayat Alqur-an yang mengingatkan manusia agar selalu mensyukuri nikmat dan rahmat yang telah Allah berikan dalam hidup dan kehidupan ini. Sebagai pencipta, Allah juga telah membekali semua makhluq ciptaan-Nya, termasuk manusia, dengan rahmat-Nya. Dengan bekal dari-Nya, makhluq melata di bumi ini pun dapat melanjutkan hidup dalam dinamika kehidupan alam fana dan seterusnya.

Tanpa pembekalan berupa rahmat dari-Nya, sangat mungkin, kehidupan di alam fana ini tidak seperti yang dapat kita saksikan dan rasakan sekarang. Bahkan sangat dimungkinkan, tiada lagi kehidupan makhluq melata di muka bumi bila tanpa bekal berupa rahmat dari Allah Yang Mahapencipta.
Oleh karenanya, meninggikan rasa syukur ke hadirat-Nya menjadi terasa amat penting. Sedangkan kufur atau ingkar terhadap rahmat-Nya hanya akan membawa kerugian belaka, karena Allah menjanjikan adzab yang pedih bagi orang-orang laknat yang enggan bersyukur.
PERINGATAN AGAR BERSYUKUR
Sebuah ayat yang mengingatkan agar manusia selalu bersyukur atas nikmat kerahmatan dari Alkhaliq, antara lain sebagai berikut;

“…Apabila kamu bersyukur maka akan Aku (Allah) tambah nikmat-Ku, jika kamu kufur (ingkar atas nikmat Allah) maka ketahuilah adzab-Ku sangat pedih….” (QS. Ibrahim; 7 ).
Peringatan melalui ayat di atas, merupakan rujukan ideal karena Allah jua yang menurunkan ayat tersebut ke dalam Alqur-an untuk peringatan. Oleh karena itu, untuk terfokusnya pembahasan, kata bersyukur perlu menjadi key word (kata kunci). Ada argumentasi yang kuat pada kata bersyukur guna ditemukannya pengaplikasian searah dengan kehendak Alkhaliq.
Sementara permasalahan kufur nikmat dari curahan rahmat -Nya, merupakan persoalan tersendiri. Allah Yang Mahapencipta tidak suka bila rahmat-Nya diingkari. Oleh karenanya, Allah melaknat mereka yang kufur nikmat dengan ancaman siksa yang pedih.
JAUHI KUFUR NIKMAT
Allah Mahapencipta, sekaligus Mahapenguasa di seluruh alam raya. Seluruh alam beserta isinya, tiada yang luput dari rahmat-Nya. Sedangkan manusia, hanyalah sebagian kecil dari makhluq ciptaan-Nya. Manusia tak akan pernah ada tanpa proses penciptaan dari-Nya, dan tidak ada dinamisasinya tanpa rahmat-Nya.

Kehidupan manusia di permukaan bumi, pun tidak luput dari peran-Nya. Udara, air, api, hamparan tetumbuhan, hewan, serta beragam kebutuhan kehidupan bagi manusia telah disediakan-Nya. Agar manusia tiada tersesat menjalani kehidupan di alam fana, Allah berikan juga tuntunan; Mulai dari diturunkan para nabi dan rasul-Nya (terakhir, Muhammad Saw) hingga kepada tuntunan berupa kitab suci (terakhir, Alqur-an).
Semua yang Allah sediakan dan berikan tersebut, tidaklah terpisahkan dari rahmat-Nya. Oleh karena itu, suatu hal amat wajar, manakala Alkhaliq mengingatkan agar manusia bersyukur ke hadirat-Nya dan memberikan ancaman berupa siksa yang pedih bagi mereka yang ingkar atas nikmat rahmat-Nya.
Mengaji hal terkait betapa besar serta banyaknya rahmat yang telah Allah sediakan dan berikan kepada kita semua, tiada jalan lain yang mesti dihadapi manusia pada akhir zaman kelak, yakni berhadapan dengan Alkhaliq, Allah Yang Mahakuasa. Bagi orang-orang yang senantiasa meninggikan rasa syukurnya ke hadirat Allah, punya harapan akan mendapatkan tambahan nikmat. Akan tetapi, bagi mereka yang ingkar lagi kufur nikmat (tidak bersyukur) kepada-Nya, niscaya Allah tepati janji berupa siksa yang amat pedih.
Pada kehidupan alam fana, memang memungkinkan orang yang kufur nikmat lolos dari jeratan siksa hingga ia wafat. Akan tetapi, dalam kehidupan sesudah mati, tidak seorang pun yang akan lolos dari janji Allah, karena Allah menjadi satu-satunya penguasa bahkan selaku penentu.
Oleh karena itu, alangkah bijaknya manusia yang berupaya menjauhi kufur nikmat. Satu-satunya cara untuk menjauhi kufur nikmat adalah dengan mengupayakan semaksimal mungkin agar menjadi orang yang senantiasa berusaha meninggikan rasa syukur ke hadirat Alkhaliq.
MEMETIK HIKMAH BERSYUKUR
Rasa syukur hanya dapat dilakukan oleh pribadi-pribadi yang memiliki kemampuan merasakan betapa besar dan banyaknya rahmat yang Allah curahkan dalam kehidupan ini. Itu pun tak dapat lepas bahwa pribadi tersebut telah mendasari jiwa dan raganya dengan iman kepada Allah, sesuai persyaratan keimanan yang digariskan-Nya.

Selanjutnya, pribadi tersebut juga selalu membuktikan rasa syukurnya melalui aktivitas yang bernilai ibadah kepada-Nya. Tanpa adanya aktivitas yang bernilai ibadah, rasa syukur seseorang sulit diukur, karena aktivitas yang bernilai ibadah merupakan argumentasi baku; Ketetapannya oleh Allah melalui keteladanan yang diperankan rasul-Nya.
Melalui ibadah, rasa syukur seseorang akan terukur. Itu artinya, tata cara pengejawantahan rasa syukur memiliki cerminan logis, masuk akal, serta tidak mengada-ada. Dan, dalam upaya pembuktian rasa syukur bukanlah dengan cara akal-akalan; Misalnya, mengaku bersyukur ke hadirat Allah namun tidak menggunakan tata cara yang telah ditentukan dalam tuntunan-Nya. Rasa syukur seperti ini, boleh jadi batal adanya.
Sedangkan tuntunan Allah untuk hamba-Nya, termasuk tatkala mensyukuri nikmat-Nya, mestilah bermuatan ibadah. Berarti pula, ada tata cara bersyukur atas segala nikmat dan rahmat-Nya dengan berpedoman kepada tuntunan-Nya. Dan, tatkala seseorang merasa bersyukur ke hadirat-Nya segera dapat diukur, karena aktivitas atau pengejawantahan bersyukurnya tidak terpisahkan dari nilai-nilai ibadah.
Dengan demikian, ukuran bersyukur atas segala nikmat dan rahmat Allah berada pada jalur ibadah. Apabila demikian halnya, upaya seseorang untuk meninggikan rasa syukur ke hadirat-Nya memiliki ukuran pada skala kebenaran menurut Alqur-an, sebagai kitab yang menjadi tuntunan bagi mukmin mina al duniya ila al akhirat.
Ciri khas seseorang sebagai makhluq, mestilah serba terukur. Mulai dari keberadaan fisik, jiwa, pikiran, hingga perilaku serta beragam kemampuannya berbuat, memiliki ukuran-ukuran. Ukuran fisik berada pada bobot, tinggi, batas usia, jiwa pada kekuasaan-Nya, pikiran pada kecerdasan serta ilmu dan pengetahuan yang terbatas juga, perilaku terukur pada benar atau salah di hadapan Allah, dan kemampuan-kemampuan lain punya ketergantungan (terukur) pada faktor sehat, gerak, penalaran, hingga pengamalan yang berkandungan ibadah.
Kemampuan pada diri seseorang, boleh jadi, dapat menjangkau berbagai aspek dalam upaya penyelesaian masalah terkait hidup dan kehidupan alam fana. Akan tetapi, hal yang sangat perlu diyakini, kemampuan bersyukur ke hadirat-Nya memiliki hikmah yang amat besar, karena Allah yang akan memberikan ukurannya.
Bagi orang yang pandai bersyukur, Allah janjikan tambahan nikmat kehidupan dalam ukuran-Nya. Maka, selaku makhluq-Nya, kita dianjurkan untuk selalu meninggikan rasa syukur kepada-Nya. Semoga kita mau dan berkemampuan meninggikan rasa syukur sesuai tuntunan dari-Nya….
Share:

Jauhilah Perbuatan Menghasut (Mengadu domba) Untuk Mengelakkan Kemurkaan Allah


Salah satu PERBUATAN yang dibenci oleh Allah s.w.t adalah sikap suka menghasut (mengadu domba), memecah-belahkan ukuwah Islamiyah dan silaturahim.
Nabi s.a.w berwasiat kepada Sayyidina Ali k.w. maksudnya : "Wahai Ali ! Saya melihat tulisan pada pintu Syurga yang berbunyi "Syurga itu diharamkan bagi setiap orang yang bakhil (kedekut), orang yang derhaka kepada kedua orang tuanya, dan bagi orang yang suka mengadu domba (mengasut)."
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata, Nabi melewati dua buah kubur. Baginda bersabda maksudnya : "Kedua penghuninya sedang disiksa bukan karena dosa besar. Yang satu karena ia suka mengadu domba, dan yang lainnya kerana tidak mau membersihkan air seni sehabis buang air kecil."
Rasulullah s.a.w bersabda yang bermaksud :
"Tidak masuk Syurga mereka yang memutuskan silaturahim."
(Hadis Riwayat al-Bukhari dan Muslim)

Di dalam hadis yang lain Nabi s.a.w bersabda yang bermaksud :
"Sesiapa yang suka supaya diperluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menjalankan hubungan tali silaturahim."
(Hadis Riwayat al-Bukhari).

Sahabat yang dimuliakan,
Berdasarkan hadis-hadis di atas jelaslah kepada kita bahawa penghasut (mengadu domba) dan sikap suka memecah-belahkan persaudaraan Islam dan ukuwah Islamiyah dan memutuskan silaturahim adalah perbuatan tercela dan akan mendapat azab Allah s.w.t di alam kubur dan di hari akhirat nanti.

Jika dikaji mereka yang suka menjadi penghasut (mengadu domba) dan memecah-belahkan persaudaraan Islam adalah kerana disebabkan tiga faktor.
Perkara-perkara tersebut adalah seperti berikut :
Pertama : Perasan iri hati dan hasat dengki melihat kejayaan dan kebahagiaan orang .
Orang yang iri hati tidak boleh menikmati kehidupan yang normal kerana hatinya tidak pernah boleh tenang sebelum melihat orang lain mengalami kesulitan. Dia melakukan berbagai hal untuk memuaskan rasa iri hatinya. Bila ia gagal, ia akan jatuh kepada kecewa. Sayyidina Ali k.w. berkata, “Tidak ada orang zalim yang menzalimi orang lain sambil sekaligus menzalimi dirinya sendiri, selain orang yang dengki.” Selain menyakiti orang lain, orang yang dengki juga akan menyakiti dirinya sendiri. Perasaan ini lahir kerana hati yang tidak bersyukur di atas nikmat dan rezeki yang Allah s.w.t kurniakan keatas dirinya.
Allah berfirman bermaksud: “ Maka ingatlah Aku nescaya Aku akan mengingatimu dan syukurlah atas nikmat- Ku dan janganlah sekali-kali kamu kufuri nikmat Ku. ”
(Surah al-Baqarah, ayat 152)

Firman-Nya bermaksud: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat Ku), maka sesungguhnya azab Ku sangat pedih.”
(Surah Ibrahim, ayat 7).
Kedua : Sentiasa mengikut hawa nafsu dan mendengar bisikan syaitan. Nafsu manusia suka kepada jalan kejahatan dan tidak suka kepada kebaikan. Suka menjatuhkan orang lain dan benci kepada keharmonian hidup sesama saudara Muslim.

Firman Allah s.w.t yang bermaksud : "Dan demi jiwa dan penciptaannya yang sempurna, maka Allah mengilhamkan (menunjukkan) jalan kejahatan (mengikut hawa nafsu) dan jalan ketaqwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan rugilah orang yang mengotorinya." (Surah As-Syams ayat 7-10) Firman Allah s.w.t yang bermaksud : "Dan orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan mencegah dirinya dari hawa nafsu, maka Syurgalah tempat kediamannya." (Surah An-Nazi'at ayat 40-41)
Ketiga : Hati dan jiwa penghasut dan suka memutuskan silaturahim adalah berpenyakit.
Orang yang mengidap penyakit hati tidak akan boleh mencintai orang lain dengan benar. Dia tidak mampu mencintai keluarganya dengan ikhlas. Orang seperti itu agak sukar untuk mencintai Nabi s.a.w. apalagi mencintai Allah s.w.t.. Kerana ia tidak boleh mencintai dengan tulus, dia juga tidak akan mendapat kecintaan yang tulus dari orang lain. Sekiranya ada yang mencintainya dengan tulus, ia akan curiga akan kecintaan itu.
Sahabat yang dimuliakan, Mereka yang suka kepada perbuatan menghasut (mengadu domba), memfitnah dan memecah-belahkan persaudaraan Islam adalah mereka yang akan mendapat kutukan Allah s.w.t di dunia ini. Di hari akhirat Allah s.w.t akan menyediakan azab yang pedih.

Terdapat 6 jenis golongan yang termasuk dikalangan penghasut dan memutuskan silatuirahim :
1. Ibu bapa yang mencampuri urusan perkahwinan anak-anaknya. Ibu bapa yang membenci menatu dan menyuruh anaknya memutuskan ikatan perkahwinan (bercerai). Sanggup menghasut dan memfitnah menantunya . Jika menantunya melakukan sesuatu perkara yang tidak syarak sepatutnya sebagai orang tua memberi nasihat dahulu sekiranya perkara tersebut tidak berhasil barulah jalan terakhir mengusulkan perceraian. Setengah kes orang tua yang fasik ini sanggup mengunakan khidmat bomoh untuk mengenakan sihir keatas menantunya. Golongan ini adalah melakukan d dosa besar dan akan mengundang kemurkaan Allah s.w.t.
2. Rakan sepejabat yang menghasut pegawai atasan untuk memfitnah dan menimbulkan kebencian supaya rakannya tidak mendapat kenaikan pangkat atau gaji. Golongan ini sentiasa memiliki perasaan hasad dengki ini tidak merasai takut dengan azab Allah.
3. Dalam hidup berpoligami sering kita dengan isteri pertama membenci isteri kedua dan membuka rahsia suaminya dan membuat tuduhan kepada madunya dengan harapan untuk mendapat simpati daripada orang lain. Golongan ini jika tidak bertaubat dan menempah dirinya dengan azab Allah s.w.t kerana ramai wanita memasuki Neraka adalah kerana menyakiti hati suami dan suka mengadu domba.
4. Pemimpin politik sering menyerang peribadi pemimpin lain (berbeza fahaman politik) dan menghasut rakyat supaya membenci musuh politiknya dengan tujuan untuk mendapat pengaruh dan sokongan murahan. Jika yang diceritakan itu tidak benar maka ianya menjadi fitnah dan akan berlakulah pergeseran dan pergaduhan sesama Muslim. Golongan ini di hari akhirat nanti amat mudah menjadi muflis kerana dosa 'kering' yang dilakukan di dunia.
5. Permusuhan dan pulau memulau sesama jiran tetangga atau sekampung kerana berbeza pendapat.Perbezaan ini perlu di atasi supaya dapat mengwujudkan ikatan persaudaraan Islam . Kerana semua orang Muslim adalah bersaudara. Golongan ini jika dibiarkan akan menjadi barah kepada penyatuan umat Islam dan akan mengakibatkan Islam akan hilang kekuatannya.
6. Perselisihan sesama adik- beradik kerana pembahagiaan harta pusaka peninggalan orang tua. Tidak mahu bertolak ansur hingga mengakibatkan terputus dan terungkai ikatan silaturahim dan kasih sayang di antara ahli keluarga. Golongan ke 6 ini amat sesuai dengan hadis Nabi s.a.w. yang menyatakan bahawa tidak akan masuk Syurga sesiapa yang memutuskan ikatan silaturahim.
Sahabat yang dikasihi, Marilah sama-sama kita menjaga akhlak dan peribadi kita untuk sentiasa menghiasi hidup kita dengan sifat-sifat mahmudah dan menjauhi sifat-sifat mazmumah. Sifat suka penghasut, memecah belahkan perpaduan umat Islam, mengumpat, memfitnah dan memutuskan silaturahim adalah sifat-sifat mazmumah. Sifat ini amat dibenci oleh Allah s.w.t. dan Nabi s.a.w sendiri memberi amaran keras kepada sesiapa yang hidupnya menyusahkan orang lain dan menimbulkan perpecahan sesama Muslim. Tidak ada tempat yang layak untuk mereka ini melainkan azab Neraka Jahanam.
Share:

Hentikan Celaan, Jaga Kehormatan Sesama Muslim

Hentikan Celaan, Jaga Kehormatan Sesama Muslim
hentikan celaanSyaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menutup pembahasan akidah dalam risalahnya yang terkenal “Al Aqiidah al Waasithiyyah” dengan fasal yang membahas tentang akhlak yang mulia. Ini menunjukkan, bahwa seharusnya akhlak yang mulia menjadi karakter kuat yang ada pada diri para penganut akidah yang lurus. Maka sungguh ironis, jika ada orang yang mengaku bermanhaj dan berakidah lurus, namun ternyata akhlaknya buruk; gemar mencela, merendahkan, menghina dan suka memberi gelar-gelar buruk kepada sesama.
Belakangan ini, keindahan manhaj salaf yang mulia ini kembali tercoreng karena sepak terjang sosok-sosok para pencela. Ajaibnya mereka menjadikan celaan sebagai agama. Tidak peduli kehormatan saudaranya terhina, gelar-gelar buruk dan caci maki sangat ringan di lisan mereka. Padahal, mencela dan menjatuhkan kehormatan orang lain sangat bertentangan dengan syariat. Kehormatan adalah satu dari lima dasar kebutuhan primer (al kulliyaatu al khams) manusia yang dijaga keutuhannya oleh syariat. Diantaranya dengan diharamkannya perbuatan mencela dan menghina sesama.
Larangan Mencela
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ
“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian haram atas kalian..” (HR Bukhari Muslim)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Hujarat [49]: 11)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya kekufuran.” (HR Bukhari Muslim)
Celaan adalah bentuk menyakiti sesama. Syariat pun melarang perbuatan menyakiti orang lain.
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al Ahzab [33]: 58)
Celaan dan hinaan semakin besar jika ia berupa tuduhan kepada seseorang dalam hal agamanya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلاً بِالفِسْقِ أَوِ الكُفْرِ ، إِلاَّ ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ ، إنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كذَلِكَ
“Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kefasikan atau kekufuran, melainkan akan kembali kepadanya tuduhan tersebut jika yang dituduhnya tidak demikian.” (HR Bukhari)
Dalam rangka mencegah perbuatan buruk ini, syariat juga menetapkan bahwa orang yang pertama mencela lebih besar dosanya dari dua orang yang saling mencela.
الْمُسْتَبَّانِ مَا قَالاَ فَعَلَى الْبَادِئِ مَا لَمْ يَعْتَدِ الْمَظْلُومُ
“Dua orang yang saling mencela, maka dosa yang dikatakan keduanya akan ditanggung oleh orang yang pertama kali memulai, selama yang terzalimi tidak melampuai batas.” (HR Muslim)
Sebagaimana menyakiti orang lain dengan tangan dilarang oleh syariat, begitu pun kezaliman dengan lisan juga dilarang. Semakin seorang muslim jauh dari perbuatan tercela tersebut, akan semakin tingginya derajatnya dalam Islam.
Ketika Rasulullah ditanya siapakah muslim yang utama, beliau menjawab, “Yaitu orang yang selamat kaum muslimin dari tangan dan lisannya.” (HR Bukhari Muslim) (Lihat “Maqaashidu Asy Syarii’ah Al Islaamiyyah fil Muhaafadzah ‘alaa Dharuurati al ‘Ardh”, hal. 23-25, Karya Syaikh Dr. Sa’ad Asy Syatsry)
Mencela Karena Benar dan Ada Maslahat
Para ulama mengatakan, larangan mencela dalam dalil-dalil yang umum diatas dikecualikan jika orang yang dicelanya memang benar-benar memiliki sifat-sifat tercela dan terdapat maslahat di dalam mencelanya. Mari kita simak penjelasan al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berikut,
“Hadis ini (larangan menuduh fasik dan kafir) menunjukkan barang siapa yang berkata kepada orang lain “engkau fasik” atau “engkau kafir”, jika orang tersebut tidak demikian, maka yang berkata lebih berhak dengan sifat-sifat tersebut. Namun jika demikian keadaannya, sifat tersebut tidak kembali kepada si penuduh, karena berarti ia benar dalam perkataannya.
Akan tetapi, tidak menjadi fasik dan kafir bukan berarti ia bebas dari dosa dengan kata-katanya “engkau fasik” atau “engkau kafir”. Karen daalam permasalahan ini ada rinciannya. Jika ia bermaksud untuk menasehatinya atau menasehati orang lain dengan menjelaskan keadaannya, hal itu dibolehkan. Namun jika ia bermaksud untuk sekedar mencemooh, menebar keburukannya dan sekedar menyakitinya, maka hal itu tidak boleh. Karena yang diperintahkan (pada asalnya) adalah menutupi aibnya, mengajarkannya dan menasehatinya dengan cara yang baik. Selama hal itu dapat dilakukan dengan cara yang lembut, tidak boleh baginya melakukan itu dengan cara kasar. Karena itu akan menjadi sebab ia semakin menjadi-jadi dan terus dalam perbuatan itu, sebagaimana tabiat kebanyakan manusia yang kerap menjaga gengsinya. Apalagi jika orang yang memerintahnya (menasihatinya) lebih rendah kedudukannya dari orang yang diperintah (dinasehati). (Lihat Fathu al Baary: 10/381, Cet. al Maktabah as Salafiyyah)
Namun hendaknya diperhatikan, bahwa pengecualiaan ini tidak seharusnya dijadikan pokok. Pengecualian adalah pengecualian yang hanya dilakukan dalam kondisi dan situasi tertentu.
Pertama, dalam orang yang dicela memang benar-benar terdapat sifat tercela. Maka, ia tidak boleh mencela sebelum ia memastikan bahwa:
(1) Yang dilakukan oleh orang tersebut adalah benar-benar perbuatan tercela, dan
(2) Perbuatan itu benar-benar terjadi kepada orang tersebut.
Kedua, dengan mencelanya akan mendatangkan maslahat, baik untuk orang yang dicela atau dalam rangka menjelaskan kepada manusia keadaan buruk orang yang dicelanya. Maka, ia tidak boleh mencela sebelum ia benar-benar memastikan bahwa dengan mencelanya akan menimbulkan kemaslahatan, bukan malah mendatangkan mafsadah lebih besar. Oleh karena itu, Allah melarang umat Islam mencela sesembahan-sesembahan orang musyrik, jika dengan mencelanya akan menimbulkan mafsadah yang lebih besar sehingga orang-orang musyrik mencela Allah.
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (QS. Al An’aam [6]: 108)
Menyoal Kenyataan
Kenyataannya, para pencela yang mengatasnamakan agama dan “manhaj murni” itu kerap tidak mengindahkan aturan pengecualian diatas. Mereka sering kali mencela tanpa tastabbut dan tabayyun dalam hal benar atau tidaknya perbuatan tercela itu dilakukan orang yang menjadi objek celaannya. Jika pun perbuatan yang membuat ia mencela benar-benar dilakukan, maka sering kali mereka juga mencela karena alasan-alasan yang tidak dibenarkan. Seperti mencela karena permasalahan yang masih dalam lingkup ijtihadiyyah. Padahal, dalam ilmu jarh wat ta’dil pun, celaan (jarh) tidak boleh dilakukan karena permasalahan ijtihadiyyah yang diperbolehkan.
Abu Hatim Ar Razy berkata, “Aku menyebut orang-orang yang meminum nabidz (arak dari kurma) dari kalangan ahli hadis Kufah, aku menyebut beberapa diantara mereka kepada Ahmad bin Hanbal.” Beliau berkata, “Ini adalah kesalahan mereka. Akan tetapi tidak gugur keadilan mereka disebabkan karena kesalahan mereka ini.” (Al Jarh wat Ta’diil: 2/26 dinukil dari al Khabar al Tsabit, hal. 17 Maktabah Syamilah)
Nabidz adalah arak yang terbuat dari kurma. Jumhur ulama mengatakan bahwa ia hukumnya sama dengan khamr. Tidak demikian dengan orang-orang Kufah, mereka memiliki ijtihad tersendiri dalam masalah ini, mereka tidak menganggapnya sebagai khamr. Imam Ahmad mengatakan bahwa menjarh (mencela) ahli hadis Kufah karena mereka minum nabidz tidak boleh, karena mereka terjerumus dalam kesalahan ini disebabkan ijtihad mereka, bukan karena hawa nafsu.
Mari kita simak nukilan-nukilan berikut dari kitab “al Qaulu asy Syaadz wa Atsaruhu fil Futyaa.” :
Sufyan Ats Tsaury berkata, “Jika engkau melihat seseorang mengamalkan suatu amalan yang diperselisihkan, sementara engkau berpendapat yang lain, maka jengan engkau larang ia.” (Hilyatul Auliyaa: 6/368)
Khatib al Baghdady juga meriwayatkan dari Sufyan bahwa ia berkata, “Apa yang diperselisihkan para ulama fikih maka aku tidak melarang seorang pun dari ikhwanku untuk mengambilnya.” (al Faqiih wal Mutafaqqih: 2/69)
Yahya bin Sa’id berkata, “Para mufti terus berfatwa menghalalkan ini dan mengharamkan itu. Yang menghalalkan tidak memandang bahwa yang mengharamkan telah binasa karena menghalalkannya, dan yang menghalalkan tidak memandang bahwa yang mengharamkan telah binasa karena mengharamkannya.” (Jaami’ Bayaan al Ilmi wa Fadhlihi: 2/902-903)
Imam Nawawi berkata, “Kemudian para ulama hanya mengingkari permasalahan yang diijmakkan, adapun yang diperselisihkan, maka tidak ada pengingkaran.” (Syarh An Nawawi ‘alaa Muslim: 2/23)
As Suyuthi menyebutkan sebuah kaidah dalam masalah ini dan berkata, “Masalah yang diperselisihkan tidak diingkari, yang diingkari adalah yang diijmakkan.” (Al Asybaah wa An Nadzaa`ir: 107)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Permasalahan-permasalahan ijtihad, orang yang beramal di dalamnya dengan pendapat sebagian para ulama, maka tidak diingkari dan tidak dihajr (boikot).” (Majmuu’ al Fatawa: 20/207)
Beliau juga berkata, “Permasalahan-permasalahan ijtihadiyyah seperti ini tidak diingkari dengan tangan dan tidak boleh bagi seorang pun mengharuskan orang lain untuk mengikutinya dalam masalah tersebut. Ia hanya boleh berbicara dengan argumentasi ilmiah. Bagi yang jelas untuknya benarnya salah satu pendapat, maka ia ikuti. Dan bagi yang taklid kepada pendapat yang lain, maka tidak ada pengingkaran untuknya.” (Majmuu’ al Fatawa: 30/80)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “Jika permasalahan tersebut adalah ijmak, maka tidak ada perselisihan (dalam mengingkarinya), adapun dalam masalah-masalah ijtihad, kalian mengetahui bahwa tidak ada pengingkaran bagi orang yang menempuh ijtihad.” (Ad Durar As Saniyyah: 1/43, Lihat nukilan-nukilan yang lain di “al Qaulu asy Syaadz wa Atsaruhu fil Futyaa”, hal. 35-41)
Catatan: Tentu yang dimaksud adalah masalah ijtihadiyyah yang dibolehkan, yang tidak bertentangan dengan ijmak dan dalil yang sharih (jelas penunjukkannya). Masalah ijtihadiyyah juga boleh dibahas dan dijelaskan kelemahan salah satu pendapatnya, tanpa mencela orang yang mengambil pendapat tersebut.
Jika pun seseorang benar-benar terjatuh pada kesalahan yang nyata, maka perlu juga diingat bahwa mencela dan menjatuhkan kehormatan adalah cara paling terakhir dan dilakukan dengan pertimbangan matang atas maslahat yang diharapkan. Jika tidak, maka tetap cara yang ditempuh adalah nasehat dengan lembut sebagai pokok atau asal.
Mudah-mudahan Allah menjaga kita semua dari buruknya akhlak, kesesatan dan kelemahan.
Share:

Jangan Menghina dan Meremehkan Orang Lain


Ada beberapa wasiat yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Abu Jurayy Jabir bin Sulaim. Wasiat yang pertama kita ulas adalah jangan sampai menghina dan meremehkan orang lain. Boleh jadi yang diremehkan lebih mulia dari kita di sisi Allah.
Abu Jurayy Jabir bin Sulaim, ia berkata, “Aku melihat seorang laki-laki yang perkataannya ditaati orang. Setiap kali ia berkata, pasti diikuti oleh mereka. Aku bertanya, “Siapakah orang ini?” Mereka menjawab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Aku berkata, “‘Alaikas salaam (bagimu keselamatan), wahai Rasulullah (ia mengulangnya dua kali).” Beliau lalu berkata, “Janganlah engkau mengucapkan ‘alaikas salaam (bagimu keselamatan) karena salam seperti itu adalah penghormatan kepada orang mati. Yang baik diucapkan adalah assalamu ‘alaik (semoga keselamatan bagimu.”
Abu Jurayy bertanya, “Apakah engkau adalah utusan Allah?” Beliau menjawab, “Aku adalah utusan Allah yang apabila engkau ditimpa malapetaka, lalu engkau berdoa kepada Allah, maka Dia akan menghilangkan kesulitan darimu. Apabila engkau ditimpa kekeringan selama satu tahun, lantas engkau berdoa kepada Allah, maka Dia akan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untukmu. Dan apabila engkau berada di suatu tempat yang gersang lalu untamu hilang, kemudian engkau berdoa kepada Allah, maka Dia akan mengembalikan unta tersebut untukmu.”
Abu Jurayy berkata lagi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berilah wasiat kepadaku.”
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memberi wasiat,
لاَ تَسُبَّنَّ أَحَدًا
“Janganlah engkau menghina seorang pun.” Abu Jurayy berkata, “Aku pun tidak pernah menghina seorang pun setelah itu, baik kepada orang yang merdeka, seorang budak, seekor unta, maupun seekor domba.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan sabdanya,
وَلاَ تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ وَإِنِ امْرُؤٌ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلاَ تُعَيِّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ فَإِنَّمَا وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ
“Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun walau dengan berbicara kepada saudaramu dengan wajah yang tersenyum kepadanya. Amalan tersebut adalah bagian dari kebajikan.
Tinggikanlah sarungmu sampai pertengahan betis. Jika enggan, engkau bisa menurunkannya hingga mata kaki. Jauhilah memanjangkan kain sarung hingga melewati mata kaki. Penampilan seperti itu adalah tanda sombong dan Allah tidak menyukai kesombongan.
Jika ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya.” (HR. Abu Daud no. 4084 dan Tirmidzi no. 2722. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa hadits ini shahih).
Di antara wasiat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits di atas adalah janganlah menghina orang lain. Setelah Rasul menyampaikan wasiat ini, Jabir bin Sulaim pun tidak pernah menghina seorang pun sampai pun pada seorang budak dan seekor hewan.
Dalam surat Al Hujurat, Allah Ta’ala memberikan kita petunjuk dalam berakhlak yang baik,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.” (QS. Al Hujurat: 11)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata bahwa ayat di atas berisi larangan melecehkan dan meremehkan orang lain. Dan sifat melecehkan dan meremehkan termasuk dalam kategori sombong sebagaimana sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Sombong adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR. Muslim no. 91). Yang dimaksud di sini adalah meremehkan dan menganggapnya kerdil. Meremehkan orang lain adalah suatu yang diharamkan karena bisa jadi yang diremehkan lebih mulia di sisi Allah seperti yang disebutkan dalam ayat di atas.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 713).
Ingatlah orang jadi mulia di sisi Allah dengan ilmu dan takwa. Jangan sampai orang lain diremehkan dan dipandang hina. Allah Ta’ala berfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah: 11)
Seorang mantan budak pun bisa jadi mulia dari yang lain lantaran ilmu. Coba perhatikan kisah seorang bekas budak berikut ini.
أَنَّ نَافِعَ بْنَ عَبْدِ الْحَارِثِ لَقِىَ عُمَرَ بِعُسْفَانَ وَكَانَ عُمَرُ يَسْتَعْمِلُهُ عَلَى مَكَّةَ فَقَالَ مَنِ اسْتَعْمَلْتَ عَلَى أَهْلِ الْوَادِى فَقَالَ ابْنَ أَبْزَى. قَالَ وَمَنِ ابْنُ أَبْزَى قَالَ مَوْلًى مِنْ مَوَالِينَا. قَالَ فَاسْتَخْلَفْتَ عَلَيْهِمْ مَوْلًى قَالَ إِنَّهُ قَارِئٌ لِكِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَإِنَّهُ عَالِمٌ بِالْفَرَائِضِ. قَالَ عُمَرُ أَمَا إِنَّ نَبِيَّكُمْ -صلى الله عليه وسلم- قَدْ قَالَ « إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ »
Dari Nafi’ bin ‘Abdil Harits, ia pernah bertemu dengan ‘Umar di ‘Usfaan. ‘Umar memerintahkan Nafi’ untuk mengurus Makkah. Umar pun bertanya, “Siapakah yang mengurus penduduk Al Wadi?” “Ibnu Abza”, jawab Nafi’. Umar balik bertanya, “Siapakah Ibnu Abza?” “Ia adalah salah seorang bekas budak dari budak-budak kami”, jawab Nafi’. Umar pun berkata, “Kenapa bisa kalian menyuruh bekas budak untuk mengurus seperti itu?” Nafi’ menjawab, “Ia adalah seorang yang paham Kitabullah. Ia pun paham ilmu faroidh (hukum waris).” ‘Umar pun berkata bahwa sesungguhnya Nabi kalian -shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda, “Sesungguhnya suatu kaum bisa dimuliakan oleh Allah lantaran kitab ini, sebaliknya bisa dihinakan pula karenanya.” (HR. Muslim no. 817).
Semoga nasehat di pagi hari ini bermanfaat. Wasiat Rasul lainnya akan disampaikan pada postingan lanjutan, insya Allah. Hanya Allah yang memberi taufik.
Share:

" 9 KEISTIMEWAAN BAGI ORANG-ORANG YANG SELALU SHALAT TEPAT WAKTU "


Bismillahirrohmanirrohim...
.
" 9 KEISTIMEWAAN BAGI ORANG-ORANG YANG SELALU SHALAT TEPAT WAKTU "
.
Barang siapa yang MENJAGA (Selalu Mengamalkan) Shalat 5 Waktu Tepat waktu nya..
.
Maka ALLAH Subhanahu Wata'ala akan memberi KEISTIMEWAAN pada Orang itu dengan 9 macam KEISTIMEWAAN:
.
1.Cinta ALLAH Selalu Tertuju pada nya..
.
2.Tubuh nya akan selalu Sehat..
.
3.Malaikat selalu Melindungi nya..
.
4.Berkah ALLAH Selalu turun Kepada nya..
.
5.Wajah nya akan tampak bagaikan wajah orang-orang yang Shalih..
.
6.ALLAH akan Memberi Kelapangan dada..
.
7.Akan melewati titian Shiratal Al-Mustaqim seperti Buraq..
.
8.ALLAH akan Menyelamatkan dari Siksaan api Neraka..
.
9.ALLAH akan Mensejahterakantempat nya (Kelak di Akhirat) bersama dengan para Wali-wali NYA,Mereka itu tidak pernah Mengeluh atau Berduka Cita Selama-lamanya..
.
(Khalifah Utsman Bin Affan)
Radiyallahu'Anhu..
.
Semoga Bermanfaat,Silahkan Di Share..
.
Yaa ALLAH..
Mudahkanlah urusan orang yang Membaca status ini..
.
Dekatkanlah Rezekinya,Sehatkanlah jiwa raganya dan Mudahkanlah jodohnya untuk orang yang nge-Like dan nge-share Status Ini..
.
Aamiin Yaa Rabbal'aalamiin..
Share:

( MOTIVASI ) HITUNGAN DAHSYAT MEMBACA AL-QURAN HARIAN ANDA


Rasulullah SAW Bersabda artinya : Barangsiapa yang membaca 50 ayat dalam sehari semalam, maka ia tidak dicatat sebagai seorang yang lalai. Barangsiapa yang membaca 100 ayat, maka ia dicatat sebagai orang yang qaniith taat. barangsiapa yang membaca 200 ayat maka ia tidak akan dibantah oleh al Qur-aan pada hari kiamat. Dan barang siapa yang membaca 500 ayat, maka dicatat baginya perbendaharaan harta berupa pahala (SHAHIIH li ghayrihi HR. Ibnus Sunniy, silsilah ash-shahiihah no. 642-643 sumber penomoran shahiih wa dhaiif al-adzkaar)
Marilah kita coba gabung misalnya dengan Jumlah membaca ayat al Qur-an harian berdasarkan hadits shahiih atau yang disunnahkan dibaca sehari bila kita hitung sbb :
1. Membaca ayat kursi 1 ayat
dibaca setiap selesai shalat [total 5x], pagi [1x] dan petang [1x], sebelum tidur malam [1x] [totalnya 8]

2. Al-ikhlash, al-falaq dan an-Naas [total 15 ayat] Dibaca masing-masing SEKALI setiap selesai shalat [5x15 = 75], pagi petang (masing-masing 3x) [2 x (3x15) = 2 x 45 = 90], sebelum tidur (dibaca secara berurutan 3x) [45] [total 210]
3. Ali Imran 190-200 [10 ayat]
0dibaca ketika bangun tidur [10 ayat]
[total 10 ayat]

4. Al Baqarah 285-286 [2 ayat]
Dibaca ketika sebelum tidur [2 ayat]
[total 2 ayat]

5. Surat as-Sajadah [30 ayat] dan Surat al-Mulk [30 ayat]; total [60 ayat]
Dibaca ketika sebelum tidur [60 ayat]
TOTAL POINT = 290
Nah untuk ini saja totalnya sudah, 290 ayat yang kita baca dalam sehari semalam. Maka kita tinggal memerlukan 210 ayat (dan ini kira-kira setara dengan satu juz, lebih sedikit) al Qur-aan untuk mencapai 500 ayat sehingga kita bisa dicatat pembendaharaan harta berupa pahala..
Marilah kita serius meraih keutamaan ini, jangan lupa standar baca Qurannya disertain dengan terjemahan dan tafsir, sebisanya barengan keluarga sambil membeli kitab tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fiizilaalil Quran, dll.
Kemudian standar yang lain yaitu diamalkan semaksimal mungkin. Disana turun rahmat atas barokah Al Quranul kariim

Share:

MENINGGIKAN RASA SYUKUR


Manusia, di alam fana ini perlu meninggikan rasa syukur ke hadirat Allah Suhanahu wa ta’ala (Swt), karena rahmat-Nya tiada mampu kita hitung. Sayangnya, di antara manusia banyak yang kufur nikmat atas rahmat-Nya. Terhadap mereka yang kufur nikmat lagi enggan bersyukur, Allah memberikan ancaman dengan siksa yang amat pedih.
MUQADDIMAH
Terdapat di dalam sebuah ayat Alqur-an yang mengingatkan manusia agar selalu mensyukuri nikmat dan rahmat yang telah Allah berikan dalam hidup dan kehidupan ini. Sebagai pencipta, Allah juga telah membekali semua makhluq ciptaan-Nya, termasuk manusia, dengan rahmat-Nya. Dengan bekal dari-Nya, makhluq melata di bumi ini pun dapat melanjutkan hidup dalam dinamika kehidupan alam fana dan seterusnya.

Tanpa pembekalan berupa rahmat dari-Nya, sangat mungkin, kehidupan di alam fana ini tidak seperti yang dapat kita saksikan dan rasakan sekarang. Bahkan sangat dimungkinkan, tiada lagi kehidupan makhluq melata di muka bumi bila tanpa bekal berupa rahmat dari Allah Yang Mahapencipta.
Oleh karenanya, meninggikan rasa syukur ke hadirat-Nya menjadi terasa amat penting. Sedangkan kufur atau ingkar terhadap rahmat-Nya hanya akan membawa kerugian belaka, karena Allah menjanjikan adzab yang pedih bagi orang-orang laknat yang enggan bersyukur.
PERINGATAN AGAR BERSYUKUR
Sebuah ayat yang mengingatkan agar manusia selalu bersyukur atas nikmat kerahmatan dari Alkhaliq, antara lain sebagai berikut;

“…Apabila kamu bersyukur maka akan Aku (Allah) tambah nikmat-Ku, jika kamu kufur (ingkar atas nikmat Allah) maka ketahuilah adzab-Ku sangat pedih….” (QS. Ibrahim; 7 ).
Peringatan melalui ayat di atas, merupakan rujukan ideal karena Allah jua yang menurunkan ayat tersebut ke dalam Alqur-an untuk peringatan. Oleh karena itu, untuk terfokusnya pembahasan, kata bersyukur perlu menjadi key word (kata kunci). Ada argumentasi yang kuat pada kata bersyukur guna ditemukannya pengaplikasian searah dengan kehendak Alkhaliq.
Sementara permasalahan kufur nikmat dari curahan rahmat -Nya, merupakan persoalan tersendiri. Allah Yang Mahapencipta tidak suka bila rahmat-Nya diingkari. Oleh karenanya, Allah melaknat mereka yang kufur nikmat dengan ancaman siksa yang pedih.
JAUHI KUFUR NIKMAT
Allah Mahapencipta, sekaligus Mahapenguasa di seluruh alam raya. Seluruh alam beserta isinya, tiada yang luput dari rahmat-Nya. Sedangkan manusia, hanyalah sebagian kecil dari makhluq ciptaan-Nya. Manusia tak akan pernah ada tanpa proses penciptaan dari-Nya, dan tidak ada dinamisasinya tanpa rahmat-Nya.

Kehidupan manusia di permukaan bumi, pun tidak luput dari peran-Nya. Udara, air, api, hamparan tetumbuhan, hewan, serta beragam kebutuhan kehidupan bagi manusia telah disediakan-Nya. Agar manusia tiada tersesat menjalani kehidupan di alam fana, Allah berikan juga tuntunan; Mulai dari diturunkan para nabi dan rasul-Nya (terakhir, Muhammad Saw) hingga kepada tuntunan berupa kitab suci (terakhir, Alqur-an).
Semua yang Allah sediakan dan berikan tersebut, tidaklah terpisahkan dari rahmat-Nya. Oleh karena itu, suatu hal amat wajar, manakala Alkhaliq mengingatkan agar manusia bersyukur ke hadirat-Nya dan memberikan ancaman berupa siksa yang pedih bagi mereka yang ingkar atas nikmat rahmat-Nya.
Mengaji hal terkait betapa besar serta banyaknya rahmat yang telah Allah sediakan dan berikan kepada kita semua, tiada jalan lain yang mesti dihadapi manusia pada akhir zaman kelak, yakni berhadapan dengan Alkhaliq, Allah Yang Mahakuasa. Bagi orang-orang yang senantiasa meninggikan rasa syukurnya ke hadirat Allah, punya harapan akan mendapatkan tambahan nikmat. Akan tetapi, bagi mereka yang ingkar lagi kufur nikmat (tidak bersyukur) kepada-Nya, niscaya Allah tepati janji berupa siksa yang amat pedih.
Pada kehidupan alam fana, memang memungkinkan orang yang kufur nikmat lolos dari jeratan siksa hingga ia wafat. Akan tetapi, dalam kehidupan sesudah mati, tidak seorang pun yang akan lolos dari janji Allah, karena Allah menjadi satu-satunya penguasa bahkan selaku penentu.
Oleh karena itu, alangkah bijaknya manusia yang berupaya menjauhi kufur nikmat. Satu-satunya cara untuk menjauhi kufur nikmat adalah dengan mengupayakan semaksimal mungkin agar menjadi orang yang senantiasa berusaha meninggikan rasa syukur ke hadirat Alkhaliq.
MEMETIK HIKMAH BERSYUKUR
Rasa syukur hanya dapat dilakukan oleh pribadi-pribadi yang memiliki kemampuan merasakan betapa besar dan banyaknya rahmat yang Allah curahkan dalam kehidupan ini. Itu pun tak dapat lepas bahwa pribadi tersebut telah mendasari jiwa dan raganya dengan iman kepada Allah, sesuai persyaratan keimanan yang digariskan-Nya.

Selanjutnya, pribadi tersebut juga selalu membuktikan rasa syukurnya melalui aktivitas yang bernilai ibadah kepada-Nya. Tanpa adanya aktivitas yang bernilai ibadah, rasa syukur seseorang sulit diukur, karena aktivitas yang bernilai ibadah merupakan argumentasi baku; Ketetapannya oleh Allah melalui keteladanan yang diperankan rasul-Nya.
Melalui ibadah, rasa syukur seseorang akan terukur. Itu artinya, tata cara pengejawantahan rasa syukur memiliki cerminan logis, masuk akal, serta tidak mengada-ada. Dan, dalam upaya pembuktian rasa syukur bukanlah dengan cara akal-akalan; Misalnya, mengaku bersyukur ke hadirat Allah namun tidak menggunakan tata cara yang telah ditentukan dalam tuntunan-Nya. Rasa syukur seperti ini, boleh jadi batal adanya.
Sedangkan tuntunan Allah untuk hamba-Nya, termasuk tatkala mensyukuri nikmat-Nya, mestilah bermuatan ibadah. Berarti pula, ada tata cara bersyukur atas segala nikmat dan rahmat-Nya dengan berpedoman kepada tuntunan-Nya. Dan, tatkala seseorang merasa bersyukur ke hadirat-Nya segera dapat diukur, karena aktivitas atau pengejawantahan bersyukurnya tidak terpisahkan dari nilai-nilai ibadah.
Dengan demikian, ukuran bersyukur atas segala nikmat dan rahmat Allah berada pada jalur ibadah. Apabila demikian halnya, upaya seseorang untuk meninggikan rasa syukur ke hadirat-Nya memiliki ukuran pada skala kebenaran menurut Alqur-an, sebagai kitab yang menjadi tuntunan bagi mukmin mina al duniya ila al akhirat.
Ciri khas seseorang sebagai makhluq, mestilah serba terukur. Mulai dari keberadaan fisik, jiwa, pikiran, hingga perilaku serta beragam kemampuannya berbuat, memiliki ukuran-ukuran. Ukuran fisik berada pada bobot, tinggi, batas usia, jiwa pada kekuasaan-Nya, pikiran pada kecerdasan serta ilmu dan pengetahuan yang terbatas juga, perilaku terukur pada benar atau salah di hadapan Allah, dan kemampuan-kemampuan lain punya ketergantungan (terukur) pada faktor sehat, gerak, penalaran, hingga pengamalan yang berkandungan ibadah.
Kemampuan pada diri seseorang, boleh jadi, dapat menjangkau berbagai aspek dalam upaya penyelesaian masalah terkait hidup dan kehidupan alam fana. Akan tetapi, hal yang sangat perlu diyakini, kemampuan bersyukur ke hadirat-Nya memiliki hikmah yang amat besar, karena Allah yang akan memberikan ukurannya.
Bagi orang yang pandai bersyukur, Allah janjikan tambahan nikmat kehidupan dalam ukuran-Nya. Maka, selaku makhluq-Nya, kita dianjurkan untuk selalu meninggikan rasa syukur kepada-Nya. Semoga kita mau dan berkemampuan meninggikan rasa syukur sesuai tuntunan dari-Nya….
Share:

Abu Lahab Musuh Allah dan Rasulullah saw


Rasulullah menceritakan bahwa Allah Ta’ala meringankan adzab terhadap Abu Lahab di neraka pada setiap hari Senin, dikarenakan kegembiraannya atas kelahiran Nabi Muhammad sehingga ia membebaskan budaknya yang bernama Ummu Aiman yang membawa kabar gembira tersebut kepadanya. Hadist ini disebutkan di dalam Shahih Al-Bukhori.
Padahal Abu Lahab adalah seorang yang kafir yang disebutkan akan kebinasaannya di dalam Al-Quran, sehingga turun surat khusus untuk menceritakan tentang kebinasaannya. Akan tetapi Allah tidak melupakan kegembiraannya dengan kelahiran Nabi Muhammad hingga meringankan adzab baginya setiap hari Senin, hari kelahiran Rasulullah.
Maka bagaimana halnya dengan seorang hamba yang mukmin, yang seumur hidupnya bergembira dengan kelahiran Rasulullah dan meninggal dalam keadaan Islam? Pastilah derajat yang besar bagi mereka. Sebagaimana Allah berfirman,
“Katakanlah (hai Muhammad) bahwa dengan karunia dan rahmat Allah, maka bergembiralah dengan hal itu, itu (kegembiraan kalian) lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”

Kegembiraan dengan rahmat dan karunia Allah dituntut oleh Al-Quran, dan kegembiraan tersebut lebih mahal dan lebih berharga dari apa yang dikejar-kejar dan dikumpulkan manusia, baik itu harta ataupun kedudukan.
Share:

Total Pageviews