MOTIVASI HIDUP ISLAM

Visit Namina Blog

Wednesday, 7 October 2015

HUKUM TENTANG MENDATANGI DUKUN


Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
(مَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ.
“Barang siapa yang mendatangi dukun lalu membenarkan ucapan (dukun) tersebut, sesungguhnya dia telah kafir terhadap (agama) yang diturunkan kepada Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam.” 
Diriwayatkan oleh Abu Dawud.
(Diriwayatkan) pula oleh Imam Empat dan Al-Hâkim, bahwa (Al-Hâkim) berkata, “(Hadits ini) shahih menurut syarat keduanya (yakni Al-Bukhâry dan Muslim) dari Abu Hurairah (bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda),

(مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ).
“Barang siapa yang mendatangi tukang ramal atau dukun, lalu membenarkan ucapan (tukang ramal atau dukun) tersebut, sesungguhnya dia telah kafir terhadap (agama) yang diturunkan kepada Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam.”
(Diriwayatkan) pula oleh Abu Ya’lâ dari Ibnu Mas’ûd secara mauqûf dengan sanad yang jayyid.

Hadits-hadits di atas adalah Ancaman yang keras terhadap orang-orang yang mendatangi dukun dan tukang ramal untuk bertanya tentang perkara ghaib dan membenarkan mereka dalam perkara tersebut, karena perkara ghaib hanya diketahui oleh Allah Ta’âlâ saja. Maka barangsiapa yang mendatangi dukun dan membenarkannya sungguh dia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Dalam hadits tersebut ada larangan yang keras untuk mendatangi dukun dan tukang ramal serta keterangan tentang ancaman terhadap perbuatan tersebut.

Faedah Hadits
1. Keharaman mendatangi dukun dan tukang ramal dan bertanya kepada mereka, serta keharusan untuk menjauhkan diri dari mereka, karena perbuatan itu merupakan kekafiran kalau disertai dengan pembenaran terhadap mereka, dan merupakan hal yang diharamkan kalau tanpa membenarkan mereka.
2. Wajibnya mendustakan para dukun dan ahli nujum.
3. Barangsiapa mendatangi dan membenarkan mereka sungguh dia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
4. Bahwa perdukunan adalah kesyirikan, karena mengandung pernyataan diri (pengakuan) berserikat dengan Allah dalam perkara ghaib.
[Diringkas dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
Share:

- Pentingnya Silaturahmi -

- Pentingnya Silaturahmi -
Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang amalan yang dapat memasukkan ke dalam surga, lantas Rasul menjawab,
تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ، وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ ، وَتُؤْتِى الزَّكَاةَ ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ
“Sembahlah Allah, janganlah berbuat syirik pada-Nya, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan jalinlah tali silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat).” (HR. Bukhari no. 5983)
Dari Abu Bakroh, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا – مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِى الآخِرَةِ – مِثْلُ الْبَغْىِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ
“Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya [di dunia ini] -berikut dosa yang disimpan untuknya [di akhirat]- daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)” (HR. Abu Daud no. 4902, Tirmidzi no. 2511, dan Ibnu Majah no. 4211, shahih)
Share:

Penjelasan yang menarik tentang akhlak terpuji dari Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al Abbad hafizhahullah

Penjelasan yang menarik tentang akhlak terpuji dari Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al Abbad hafizhahullah :
Dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’udradhiyallahu ‘anhu, dia berkata :
إنَّ الله تعالى قَسَمَ بينكم أخلاقكم، كما قسم بينكم أرزاقكم
“Sesungguhnya Allah Ta’ala membagi akhlak (yang terpuji) kepada kalian, sebagaimana Allah membagi rezeki kepada kalian” (H.R Bukhari dalamAdabul Mufrad).
Akhlak (yang terpuji) adalah anugerah dari Allah dan merupakan pembagian dari Allah, serta merupakan bentuk keutamaan yang Allah berikan untuk hamba. Allah yang menganugerahi rezeki, Dia pulalah yang menganugerahi akhlak yang terpuji. Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah berkata,
فإنَّ الأخلاق مواهب يهب الله منها ما يشاء لمن يشاء
“Sesungguhnya akhlak yang terpuji adalah anugerah yang Allah berikan kepada para hamba sesuai dengan kehendak-Nya”.
Dalam masalah mendapatkan rezeki, dua perkara yang harus ada yaitu bersandarnya hati seorang hamba kepada Allah dan menyerahkan urusan seluruhnya kepada Allah tentang rezekinya serta berusaha mencari rezeki tersebut dengan usaha yang diperbolehkan oleh syariat. Maka demikian pula dalam masalah akhlak yang terpuji, seseorang hendaknya bersandar kepada Allah dalam mendapatkan akhlak dan adab yang terpuj disertai dengan usaha melawan dan menundukkan hawa nafsu untuk mendapatkannya.
Hanya Allah-lah satu-satunya Dzat yang bisa memberi petunjuk
Share:

~Hukum Mengaminkan Do'a Khotib dan Mengucapkan Shalawat Apabila Sang Khotib Meyebut Nama Rasulullah~

~Hukum Mengaminkan Do'a Khotib dan Mengucapkan Shalawat Apabila Sang Khotib Meyebut Nama Rasulullah~
Pertanyaan:
Bolehkah mengaminkan do'a Khotib pada saat khutbah jum'at dan mengucapkan sholawat apabila sang khotib menyebut nama Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-..?

Jawaban:
Pertanyaan ini pernah diajukan kepada Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad sebanyak 3 kali pada 3 kesempatan yang berbeda. Beliau menjawab, " Tidak apa-apa mengaminkan do'a Khatib dan Mengucapkan sholawat kepada Rasulullah apabila khotib menyebut nama Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-, bahkan demikianlah seharusnya. Adapun hadits yang melarang berbicara pada saat khutbah, ini berlaku apabila pembicaraan tersebut diluar konteks khutbah, seperti membicarakan urusan duniawi dll. Maksudnya perkataan tersebut tidak ada kaitannya dengan khutbah.

Wallahu a'lam
Share:

Bolehkah Seorang Wanita Menawarkan Dirinya untuk Dinikahi Laki-laki yang Shalih?


هل تعرض المرأة نفسها للزواج؟
الجواب: إذا كان الأمر كما ذكر شرع لها أن تعرض نفسها على ذلك الرجل أو نحوه، ولا حرج في ذلك فقد فعلته خديجة رضي الله عنها وفعلته الواهبة المذكورة في سورة الأحزاب، وفعله عمر رضي الله عنه بعرضه ابنته حفصة على أبي بكر ثم على عثمان رضي الله عنهما.

📥Bolehkah seorang wanita menawarkan dirinya untuk dinikahi (laki-laki yang shalih)?
📤Jawab: Jika memang ia seorang laki-laki yang shalih sebagaimana disebutkan maka disyari'atkan bagi wanita itu untuk menawarkan diri kepadanya atau yang semisalnya untuk dinikahi.
Hal itu tidak mengapa baginya;
✅Kerena itulah yang dilakukan Khadijah radhiyallahu'anha (kepada Nabi shallallahu'alaihi wa sallam untuk dinikahi beliau).
✅Juga dilakukan oleh seorang wanita yang menawarkan dirinya (kepada Nabi shallallahu'alaihi wa sallam untuk dinikahi beliau), sebagaimana yang tersebut di surat Al-Ahzab.
✅Juga dilakukan Umar bin Khattab radhiyallahu'anhu yang menawarkan putrinya Hafshah kepada Abu Bakr kemudian kepada Utsman bin 'Affan radhiyallahu'anhuma.
📚[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 18/48 no. 6400]
✏Al-Ustadz Muhammad Qodir, Lc hafizhahullah
Share:

Pengertian Shaf Pertama


وثالثها: أن المنبر يقطع بعض الصفوف وإنما الصف الأول الواحد المتصل الذي في فناء المنبر وما على طرفيه مقطوع.
“Diantara hal yang perlu dipertimbangkan ketika hendak mencari shaf pertama dalam shalat berjamaah adalah ada tidaknya mimbar yang memutus sebagian shaf karena shaf pertama adalah shaf pertama yang bersambung yang berada di depan mimbar dan tidak ada bagian kanan atau kiri shaf yang terputus.
وكان الثوري يقول: الصف الأول هو الخارج بين يدي المنبر وهو متجه لأنه متصل ولأن الجالس فيه يقابل الخطيب ويسمع منه.
Sufyan ats Tsauri mengatakan shaf pertama adalah yang berada di depan mimbar dan shaf tersebut lurus karena shaf tersebut bersambung dan orang yang duduk di tempat tersebut menghadap kea rah khatib Jumat dan bisa mendengarkan khutbahnya dengan baik.
ولا يبعد أن يقال الأقرب إلى القبلة هو الصف الأول ولا يراعى هذا المعنى.
Bukanlah pendapat yang jauh dari kebenaran pendapat yang mengatakan bahwa shaf yang paling dekat dengan dinding masjid yang berada di arah kiblat itulah yang disebut shaf pertama tanpa perlu menimbang terputus dengan mimbar, tiang ataukah bukan” [Ihya Ulumuddin karya Abu Hamid al Ghazali as Syafii 1/235, cet Dar al Fikr Beirut].
Jadi ada perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai pengertian shaf pertama. Sufyan ats Tsauri berpendapat bahwa shaf pertama adalah shaf pertama yang tidak terputus oleh mimbar atau pun tiang. Pendapat yang dipilih oleh Abu Hamid al Ghazali as Syafii shaf pertama adalah shaf yang paling depan baik terputus tiang ataukah mimbar atau pun tidak terputus.
Insya allah pendapat Abu Hamid al Ghazali dalam hal ini adalah pendapat yang paling tepat.
pendapat terakhir ini juga dipilih oleh penulis kitab Fathul Muin.

فتح المعين (2/ 28)
(و) ندب وقوف (في صف أول) وهو ما يلي الامام، وإن تخلله منبر أو عمود

“Dianjurkan untuk berada di shaf pertama. Shaf pertama adalah shaf setelah imam meski shaf tersebut terputus mimbar atau pun tiang” [Fathul Mu’in-fikih Syafii- 2/28]
Share:

- Pentingnya Silaturahmi -


Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang amalan yang dapat memasukkan ke dalam surga, lantas Rasul menjawab,
تَعْبُدُ اللَّهَ لاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ، وَتُقِيمُ الصَّلاَةَ ، وَتُؤْتِى الزَّكَاةَ ، وَتَصِلُ الرَّحِمَ
“Sembahlah Allah, janganlah berbuat syirik pada-Nya, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan jalinlah tali silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat).” (HR. Bukhari no. 5983)
Dari Abu Bakroh, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ تَعَالَى لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا – مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِى الآخِرَةِ – مِثْلُ الْبَغْىِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ
“Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan balasannya bagi para pelakunya [di dunia ini] -berikut dosa yang disimpan untuknya [di akhirat]- daripada perbuatan melampaui batas (kezhaliman) dan memutus silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat)” (HR. Abu Daud no. 4902, Tirmidzi no. 2511, dan Ibnu Majah no. 4211, shahih)
Share:

SEPUTAR DUKUN DAN SEJENISNYA

SEPUTAR DUKUN DAN SEJENISNYA
Muslim meriwayatkan di dalam Shahîh-nya dari salah seorang istri Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,
(مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ فَصَدَّقَهُ، لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ يَوْمًا).
“Barang siapa yang mendatangi tukang ramal, lalu menanyakan sesuatu kepada (tukang ramal) itu dan membenarkan (tukang ramal) itu, shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari.”
Kuhhân adalah bentuk jamak dari kata kâhin, yaitu orang yang mengabarkan tentang perkara ghaib dan yang akan datang dengan bersandar kepada permintaaan tolong kepada syaithan.
Tatkala para dukun dan yang sejenisnya menyatakan mengetahui perkara ghaib, yang Allah Ta’âlâ telah mengkhususkan diri-Nya dengan perkara (ghaib) tersebut, dan itu merupakan pernyataan akan adanya yang berserikat dengan Allah dalam mengetahui perkara ghaib, dalam akan dijelaskan ancaman terhadap mereka dan orang-orang yang membenarkan ucapan mereka.

Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam menerangkan ancaman terhadap orang yang pergi ke dukun atau yang sejenisnya untuk bertanya tentang perkara-perkara ghaib, yang tidak ada yang mengetahui kecuali Allah, bahwasanya balasan bagi pelaku hal itu adalah tidak akan mendapat pahala shalatnya selama empat puluh hari karena ia telah menceburkan diri ke dalam kemaksiatan.
Dalam hal ini berarti ada ancaman yang keras dan larangan yang sangat kuat dari melakukan perbuatan tersebut, yang menunjukkan bahwa hal itu termasuk keharaman yang terbesar. Kalau seperti itu balasan bagi orang yang mendatangi dukun, maka bagaimana dengan balasan bagi dukun itu sendiri! Kita berlindung kepada Allah dari perbuatan tersebut dan kepada-Nya kita memohon keselamatan.
Dalam hadits tersebut terdapat larangan mendatangi dukun dan sejenisnya, dan larangan membenarkan mereka, karena hal itu menafikan (meniadakan) tauhid.
Faedah Hadits
1. Larangan untuk pergi mendatangi dukun dan bertanya kepada mereka tentang perkara-perkara ghaib serta membenarkan mereka pada perkara itu, dan bahwa hal tersebut adalah kekufuran.
2. Keharaman perdukunan, dan bahwa hal itu termasuk sebesar-besar dosa-dosa besar.
Faidah: orang yang pergi mendatangi dukun tetapi tidak membenarkan mereka maka tidak diterima shalatnya selam empat puluh hari, sebagaimana diterangkan dalam hadist yang lain. Adapun orang yang membenarkan mereka maka dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam.

[Diringkas dari Kitab Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid karya Syaikh Shalih Al-Fauzan]
via : ustadz Dzulqarnain Sanusi
Share:

Sunday, 27 September 2015

‪#‎Dosa‬ dosa lidah#


Bila kita pikirkan, ternyata kebanyakan dosa lidah itu adalah dosa dosa besar..
Coba deh kita perhatikan dosa dosa lidah:
Pertama: Berkata tanpa ilmu.
Ini adalah tonggak kesesatan. Allah Ta'ala berfirman:

رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Katakanlah: “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu)” (Al-A’raf:33)
Dalam ayat itu, Allah menyebutkan dosa dosa dengan dimulai yang terkecil lalu besar dan semakin besar. Allah menutupnya dengan berbicara atas Allah dengan tanpa ilmu.

Ya, karena ia adalah asal muasal segala kesesatan. Munculnya syirik, bid'ah, dan maksiat adalah akibat berkata tanpa ilmu.
Kedua: Dusta.
Dusta bertingkat tingkat derajatnya. Yang paling besar adalah berdusta atas nama Allah dan RasulNya. 
Dari Al Mughirah, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4).
Selanjutnya adalah berdusta atas nama para shahabat dan para ulama. Karena dusta semacam ini menipu kaum awam, sehingga mereka terjatuh dalam jurang kesesatan.
Selanjutnya berdusta dalam pembicaraan.

Nabi saw bersabda yang artinya: “Inginkah kalian kuberitahukan mengenai dosa besar yang paling besar?” Beliau menyatakannya tiga kali. Mereka menjawab, “Mau, wahai Rasulullah”. Maka beliau bersabda, “Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orangtua”. Lalu beliau duduk padahal sebelumnya dalam keadaan bersandar, kemudian melanjutkan sabdanya: “Ketahuilah, juga ucapan dusta.” Dia (Abu Bakrah) berkata, “Beliau terus saja mengatakannya berulang-ulang hingga kami mengatakan, “Sekiranya beliau diam”. (HR. Al-Bukhari no. 78 dan Muslim no. 5975).
Ketiga: ghibah.
Ghibah adalah menyebut kejelekan saudara kita si belakangnya. Ia bagaikan memakan bangkai saudara sendiri.
Allah Ta'ala berfirman:

وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Janganlah kalian menggunjingkan satu sama lain. Apakah salah seorang dari kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu Tawwab (Maha Penerima taubat) lagi Rahim (Maha Menyampaikan rahmat).” [QS Al Hujurat: 12]
Keempat: Mencaci maki muslim.
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

سباب المسلم فسوق وقتاله كفر
Mencaci maki muslim adalah kefasiqan dan memeranginya adalah kekafiran. Muttaf alaihi.
Dan dosa dosa lidah lainnya. Oleh karena itu Nabi menganarkan bahwa yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam api Neraka adalah lidah dan kemaluan.
Share:

Saturday, 26 September 2015

Carilah kaya (hidup berkecukupan) dengan menikah

Sebagian pemuda begitu khawatir untuk menikah karena khawatir dalam hal rizki. Padahal saat ini ia telah berpenghasilan cukup, sudah bisa ditakar ia dapat menghidupi seorang istri. Namun begitulah, kekhawatiran demi kekhawatiran terus menghantuinya sehingga ia pun mengulur waktu untuk segera menikah. Padahal janji Allah itu pasti, Dia akan mencukupi kita jika kita miskin. Karena kita harus yakin bahwa Allah-lah pemberi rizki setelah kita melakukan usaha.
Ayat yang bisa menjadi renungan adalah firman Allah Ta’ala,
وَأَنكِحُوا اْلأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nuur: 32).
Di antara tafsiran Surat An Nur ayat 32 di atas adalah: jika kalian itu miskin maka Allah yang akan mencukupi rizki kalian. Boleh jadi Allah mencukupinya dengan memberi sifatqona’ah (selalu merasa cukup) dan boleh jadi pula Allah mengumpulkan dua rizki sekaligus (Lihat An Nukat wal ‘Uyun). Jika miskin saja, Allah akan cukupi rizkinya, bagaimana lagi jika yang bujang sudah berkecukupan dan kaya?
Dari ayat di atas, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
التمسوا الغنى في النكاح
“Carilah kaya (hidup berkecukupan) dengan menikah.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim mengenai tafsir ayat di atas).
Share:

- Tanda Orang Bodoh -

- Tanda Orang Bodoh -
Abu Darda’ radhiyallahu anhu berkata: “Tanda orang bodoh itu ada 3 (tiga), yaitu:
1. Bangga diri.
2. Banyak bicara dalam hal yg tidak bermanfaat.
3. Melarang orang lain dari suatu perbuatan, namun ia sendiri melakukannya.” (Lihat ‘Uyuunu Al-Akhbaar, karya Ibnu Qutaibah II/39).

Jadi, Orang Pintar itu selalu berupaya membebaskan diri dari 3 Tanda Orang Bodoh di atas, dan juga dari tanda-tanda yg lainnya, seperti bermalas-malasan dalam beramal ibadah dan tidak peduli dengan menuntut ilmu agama, mengharapkan keselamatan n kebahagian di dunia n akhirat tetapi ia berjalan di atas jalan kesesatan, kesengsaraan.
» Di dlm sebuah hadits, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda (yg artinya): “Orang yg pintar ialah siapa saja yg menundukkan jiwanya (utk melakukan ketaatan kpd Allah, dan ia selalu beramal (sebagai bekal) untuk kehidupan setelah kematian. Sedangkan orang yg bodoh (lemah) itu ialah siapa saja yg selalu mengikuti bisikan (buruk) jiwanya, dan ia berangan-angan tinggi kepada Allah (namun tanpa disertai iman n amal, pent).”
» Seorang ahli hikmah berkata: “Engkau berharap keselamatan (di dunia n akhirat), tetapi engkau tidak mengikuti jalan-jalan keselamatan. Sesungguhnya kapal itu tidaklah berlayar di tempat yg kering.”
Share:

Keutamaan Mandi Jum’at

Keutamaan Mandi Jum’at
1. Sebab mendapatkan ampunan di hari Jum’at.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Barangsiapa yang mandi kemudian mendatangi Jum’at, lalu ia shalat semampunya dan diam (mendengarkan khutbah) hingga selesai, kemudian ia lanjutkan dengan shalat bersama Imam, maka akan diampuni (dosa-dosa yang dilakukannya) antara hari itu dan hari jum’at yang lain. Dan bahkan hingga lebih tiga hari.” (HR. Muslim)
Dari Salman Al Farisi, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ ، وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ ، أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ ، فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ، ثُمَّ يُصَلِّى مَا كُتِبَ لَهُ ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الإِمَامُ ، إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الأُخْرَى
“Apabila seseorang mandi pada hari Jum’at, dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak dan harum-haruman dari rumahnya kemudian ia keluar rumah, lantas ia tidak memisahkan di antara dua orang, kemudian ia mengerjakan shalat yang diwajibkan, dan ketika imam berkhutbah, ia pun diam, maka ia akan mendapatkan ampunan antara Jum’at yang satu dan Jum’at lainnya.” (HR. Bukhari)
2. Meraih pahala seperti berkurban ketika mandi dan bersegera menghadiri shalat Jum’at.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa mandi pada hari jumat sebagaimana mandi janabah, lalu berangkat menuju masjid, maka dia seolah berkurban dengan seekor unta. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) kedua maka dia seolah berkurban dengan seekor sapi. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) ketiga maka dia seolah berkurban dengan seekor kambing yang bertanduk. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) keempat maka dia seolah berkurban dengan seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) kelima maka dia seolah berkurban dengan sebutir telur. Dan apabila imam sudah keluar (untuk memberi khuthbah), maka para malaikat hadir mendengarkan dzikir (khuthbah tersebut).” (HR. Bukhari dan Muslim )
Share:

tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied

Ada satu anjuran sebelum penunaianshalat Idul Adha yaitu tidak makan sebelumnya. Karena di hari tersebut kita kaum muslimin yang mampu disunnahkan untuk berqurban. Oleh karenanya, anjuran tersebut diterapkan agar kita nantinya bisa menyantap hasil qurban.
Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.” (HR. Ahmad 5: 352.Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
قال أحمد: والأضحى لا يأكل فيه حتى يرجع إذا كان له ذبح، لأن النبي صلى الله عليه وسلم أكل من ذبيحته، وإذا لم يكن له ذبح لم يبال أن يأكل. اهـ.
“Imam Ahmad berkata: “Saat Idul Adha dianjurkan tidak makan hingga kembali dan memakan hasil sembelihan qurban. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammakan dari hasil sembelihan qurbannya. Jika seseorang tidak memiliki qurban (tidak berqurban), maka tidak masalah jika ia makan terlebih dahulu sebelum shalat ‘ied.” (Al Mughni, 2: 228)
Ibnu Hazm rahimahullah berkata,
وإن أكل يوم الأضحى قبل غدوه إلى المصلى فلا بأس، وإن لم يأكل حتى يأكل من أضحيته فحسن، ولا يحل صيامهما أصلا
“Jika seseorang makan pada hari Idul Adha sebelum berangkat shalat ‘ied di tanah lapang (musholla), maka tidak mengapa. Jika ia tidak makan sampai ia makan dari hasil sembelihan qurbannya, maka itu lebih baik. Tidak boleh berpuasa pada hari ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) sama sekali.” (Al Muhalla, 5: 89)
Namun sekali lagi, puasa pada hari ‘ied -termasuk Idul Adha- adalah haramberdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama kaum muslimin. Sedangkan yang dimaksud dalam penjelasan di atas adalah tidak makan untuk sementara waktu dan bukan niatan untuk berpuasa dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Share:

Ketika Barang Hilang

Ketika Barang Hilang
Tanya:
Ada orang yang kehilangan barang berharga, sepeda motor. Adakah amalan untuk mengembalikan barang hilang? Atau doa khusus untuk mengembalikan barang hilang? Trim’s
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertama, kami ingatkan bahwa tidak ada yang sia-sia dalam hidup seorang mukmin. Semua kondisi perasaan yang dia alami, bisa berpeluang menjadi sumber pahala baginya.
عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله خير وليس ذاك لأحد إلا للمؤمن إن أصابته سراء شكر فكان خيرا له وإن أصابته ضراء صبر فكان خيرا له
“Sungguh mengagumkan keadaan orang Mukmin. Sesungguhnya semua urusannya baik, dan karakter itu tidak dimiliki oleh siapapun kecuali orang Mukmin. Jika dia mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, dan demikian itu lebih baik baginya. Jika ditimpa kesusahan, dia akan bersabar, dan demikian itu lebih baik baginya.” (HR. Muslim, al Baihaqi dan Ahmad)
Cara paling mujarab untuk mengendalikan hati ketika mendapat musibah adalah kita meyakini bahwa setiap detik musibah, resah, atau sedih yang kita alami, semuanya akan membuahkan pahala, selama kita siap bersabar.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidak ada satu musibah yang menimpa setiap muslim, baik rasa capek, sakit, bingung, sedih, gangguan orang lain, resah yang mendalam, sampai duri yang menancap di badannya, kecuali Allah jadikan hal itu sebagai sebab pengampunan dosa-dosanya.” (HR. Bukhari 5641)
Dengan semangat ini, bahkan bisa jadi kita akan menjadi hamba yang bersyukur ketika mendapat musibah.
Kedua, kami tidak menjumpai satu amalan atau doa khusus dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika seseorang kehilangan barang. Hanya saja, terdapat riwayat dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dimana beliau mengajarkan doa ketika kehilangan barang. Dari Umar bin Katsir, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau menjelaskan amalan ketika kehilangan barang,
يتوضأ ويصلي ركعتين ويتشهد ويقول: «يا هادي الضال، وراد الضالة اردد علي ضالتي بعزتك وسلطانك فإنها من عطائك وفضلك»
”Dia berwudhu, kemudian shalat 2 rakaat, setelah salam lalu mengucapkan syahadat, kemudian berdoa,
يَا هَادِيَ الضَّال، وَرَادَّ الضَّالَة ارْدُدْ عَلَيَّ ضَالَتِي بِعِزَّتِكَ وَسُلْطَانِكَ فَإِنَّهاَ مِنْ عَطَائِكَ وَفَضْلِكَ
Ya Allah, Dzat yang melimpahkan hidayah bagi orang yang sesat, yang mengembalikan barang yang hilang. Kembalikanlah barangku yang hilang dengan kuasa dan kekuasaan-Mu. Sesungguhnya barang itu adalah bagian dari anugrah dan pemberian-Mu’.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf no. 29720, al-Baihaqi dalam ad-Da’awat al-Kabir (2/54). Baihaqi mengatakan,
هذا موقوف وهو حسن
Ini adalah hadits mauquf [perkataan shahabat] dan hadits ini statusnya adalah hasan”
Demikian pula dinyatakan oleh Abdurrahman bin Hasan, bahwa perawi untuk riwayat Baihaqi adalah perawi yang tsiqqah (terpercaya). (Tahqiq al-Wabil as-Shayib, Abdurrahman bin Hasan dibawah bimbingan Dr. Bakr Abu Zaid)
Share:

Keutamaan Menyayangi Anak Perempuan

Keutamaan Menyayangi Anak Perempuan
Seseorang yang mendidik anaknya dengan baik dan menyayangi mereka, terutama anak perempuan, maka akan mendapatkan keutamaan yang besar. Dengan didikan dan kasih sayang bisa mengantarkan orang tuanya masuk surga dan terselamatkan dari siksa neraka.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
جَاءَتْنِى امْرَأَةٌ وَمَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا فَسَأَلَتْنِى فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِى شَيْئًا غَيْرَ تَمْرَةٍ وَاحِدَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا فَأَخَذَتْهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا شَيْئًا ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ وَابْنَتَاهَا فَدَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فَحَدَّثْتُهُ حَدِيثَهَا فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « مَنِ ابْتُلِىَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَىْءٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ »

“Ada seorang wanita masuk ke tempatku dan bersamanya ada dua anak gadisnya. Wanita itu meminta sesuatu. Tetapi aku tidak menemukan sesuatu apa pun di sisiku selain sebiji kurma saja. Lalu aku memberikan padanya. Kemudian wanita tadi membaginya menjadi dua untuk kedua anaknya itu, sedangkan ia sendir tidak makan sedikit pun dari kurma tersebut. Setelah itu ia berdiri lalu keluar.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke tempatku, lalu saya ceritakan hal tadi kepada beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Barangsiapa yang diberi cobaan sesuatu karena anak-anak perempuan seperti itu, lalu ia berbuat baik kepada mereka maka anak-anak perempuan tersebut akan menjadi penghalang untuknya dari siksa neraka.” (HR. Bukhari no. 5995 dan Muslim no. 2629)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
جَاءَتْنِى مِسْكِينَةٌ تَحْمِلُ ابْنَتَيْنِ لَهَا فَأَطْعَمْتُهَا ثَلاَثَ تَمَرَاتٍ فَأَعْطَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً وَرَفَعَتْ إِلَى فِيهَا تَمْرَةً لِتَأْكُلَهَا فَاسْتَطْعَمَتْهَا ابْنَتَاهَا فَشَقَّتِ التَّمْرَةَ الَّتِى كَانَتْ تُرِيدُ أَنْ تَأْكُلَهَا بَيْنَهُمَا فَأَعْجَبَنِى شَأْنُهَا فَذَكَرْتُ الَّذِى صَنَعَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ أَوْ أَعْتَقَهَا بِهَا مِنَ النَّارِ »

“Saya didatangi oleh seorang wanita miskin yang membawa kedua anak gadisnya. Lalu saya memberikan makanan kepada mereka berupa tiga buah kurma. Wanita itu memberikan setiap sebiji kurma itu kepada kedua anaknya dan sebuah lagi diangkat lagi ke mulutnya. Namun, kedua anaknya itu meminta kurma yang hendak dimakannya tersebut. Kemudian wanita tadi memotong buah kurma yang hendak dimakan itu menjadi dua bagian dan diberikan pada kedua anaknya.
Keadaan wanita itu membuat saya takjub, maka saya beritahukan perihal wanita itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau pun bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan untuk wanita itu masuk surga karena perbuatannya atau akan dibebaskan juga dari siksa neraka.” (HR. Muslim no. 2630).
Dua hadits di atas menunjukkan mengenai hukum mendidik anak dan berbuat baik pada mereka. Jika anak tersebut perempuan, maka lebih tekankan lagi. Pahala mendidik anak perempuan lebih besar berdasarkan hadits yang dikemukakan di atas.
Apa alasannya kenapa sampai Islam lebih perhatian pada pendidikan anak perempuan? Ada beberapa alasan di sini:
1- Karena ada sebagian orang yang kurang suka dengan anak perempuan seperti pada masa Jahiliyyah sebelum Islam. Itulah mengapa sampai disebut dalam hadits yang dikaji ini, anak wanita itu adalah ujian karena umumnya banyak yang tidak suka. Sebagaimana diterangkan pula mengenai keadaan orang musyrik. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.” (QS. An Nahl: 58).
2- Nafkah yang diberikan pada perempuan lebih banyak.
3- Mendidik anak perempuan lebih susah.
4- Pendidikan yang baik pada anak perempuan akan membuat mereka mewariskan didikan tersebut pada anak-anaknya nanti dan wanita itulah yang bertindak sebagai pendidik di rumah.
Juga dijanjikan dalam hadits bahwa siapa yang mendidik anak perempuannya dengan baik maka ia akan terbentengi dari siksa neraka dan dijanjikan masuk surga. Dalam hadits lainnya, dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ (وَضَمَّ أَصَابِعَهُ)
“Siapa yang mendidik dua anak perempuan hingga ia dewasa, maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan aku dan dia ….” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendekatkan jari jemarinya. (HR. Muslim no. 2631). Artinya, begitu dekat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dua hadits yang kami sebutkan di awal, di situ diajarkan pula bagaimanakah besarnya kasih sayang ibu kepada anak-anaknya.
Share:

- Baru Sadar Jika Tadi Shalat dalam Keadaan Junub -

- Baru Sadar Jika Tadi Shalat dalam Keadaan Junub -
Ada beberapa orang yang langsung menanyakan kepada kami, bagaimana status shalatnya ketika ia baru sadar kalau dalam keadaan junub –dengan melihat bekas mani pada celana- dan ini baru ia ketahui setelah beberapa shalat ia lakukan? Apakah ia harus mengqodho’ shalat-shalatnya tadi?
Untuk menjawab permasalahan ini, pernah ditanyakan hal serupa kepada komisi fatwa di Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’. Ada seseorang yang bertanya,
“Aku pernah mimpi basah pada suatu hari di bulan Ramadhan. Aku pun mengetahuinya setelah shalat shubuh. Namun aku lupa lantas langsung berangkat kerja. Kemudian di waktu Zhuhur, aku melaksanakan shalat dan aku menjadi imam ketika itu. Di waktu Ashar, aku pun melaksanakan shalat namun sebagai makmum dari imam lainnya. Bagaimana status shalat Zhuhur yang aku lakukan secara berjama’ah? Lalu bagaimana pula status shalat Ashar yang aku lakukan setelah itu? Begitu pula bagaimana dengan status puasaku, apakah aku harus mengqodhonya (menggantinya)? Perlu diketahui bahwa itu semua yang aku lakukan tadi dalam keadaan lupa. Pada saat shalat Maghrib, aku mengingatnya lantas aku pun mandi. Berilah jawaban pada kami dalam masalah ini.”

Jawaban ulama-ulama yang duduk di Al Lajnah Ad Daimah,
“Jika memang yang terjadi sebagaimana yang telah disebutkan, maka shalat Zhuhur yang dilakukan tidak sah. Begitu pula dengan shalat Ashar yang dilakukan tidak sah. Engkau harus mengqodho (mengganti) kedua shalat tersebut. Sedangkan orang-orang yang menjadi makmum di belakangmu tidak perlu mengqodho shalatnya karena shalat para makmum tersebut sah. Shalat mereka tetap sah karena mereka tidak mengetahui kalau engkau melaksanakan shalat dalam keadaan tidak thoharoh. Sedangkan puasa yang engkau lakukan tetap sah, mimpi basah tersebut tidaklah membatalkan puasamu.

Hanya Allah yang memberi taufik, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.”
Yang menandatangani fatwa ini: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz selaku ketua; Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi selaku wakil ketua; Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayan dan Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud selaku anggota.

Share:

Wednesday, 23 September 2015

Puasa jangan banyak keluar rumah!

Puasa jangan banyak keluar rumah!
Anda bs terhindar dari banyak maksiat ketika di dalam rumah. Berbeda ketika keluar rumah, berjuta peluang maksiat menanti anda...
baik anda yang menjadi sebab dosa atau korban dosa..
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan akan bahaya zaman fitnah. Ketika sahabat bertanya, apa yang harus kami lakukan? Jawab beliau,

كُونُوا أَحْلَاسَ بُيُوتِكُمْ
Jadilah manusia yang selalu menetap di rumah.. (HR. Ahmad 19662, Abu Daud 4264, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Sebaliknya, di rumah, anda bisa banyak beribadah. Membaca al-Quran, shalat sunah, dst. Jadikan rumah anda layaknya kuil, tempat untuk mendulang pahala.
Sahabat Abu Darda’ pernah berpesan,

نِعْمَ صَوْمَعَةُ الرَّجُلِ بَيْتُهُ ، يَحْفَظُ فِيهَا لِسَانَهُ وَبَصَرَهُ
Sebaik-baik kuil (tempat ibadah) bagi seseorang adalah rumahnya. Di dalam rumah, dia bisa menjaga lisan, dan pandangannya. (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 35738, Az-Zuhd Imam Ahmad, 1/135).
Tentu saja ini tidak berlaku untuk ibadah yang harus dilakukan di luar rumah. Seperti shalat jamaah, kajian, dst.
Share:

Tentang ucapan selamat hari raya

Tentang ucapan selamat hari raya
1. Boleh mengucapkan selamat hari raya (Ibnu Baz, Ibnul Utsaimin)
2. Saling mengucapkan selamat hari raya, diamalkan oleh para sahabat: perkara yang menjadi adat kebiasaan (Ibnu Utsaimin)
3. Tak ada ucapan khusus untuk selamat hari raya (Ibnu Baz, Ibnul Utsaimin)
4. Lafal yang diucapkan para sahabat, lafal selamat untuk pengabulan amalan: taqabbalallahu minna wa minkum
5. Boleh mengucapkan selamat dengan kalimat-kalimat yang menjadi adat kebiasaan, selama tidak melanggar larangan syariat.
6. Apa hukum mengucapkan selamat sebelum hari raya?
- Perbuatan para sahabat, mereka saling ucapkan selamat setelah hari raya
- Ucapan selamat hari raya adalah adat kebiasaan, tak perlu dipersulit perinciannya kecuali ada dalil yang melarang
- Ada fatwa yang disandarkan pada Syaikh Shalih al Fauzan bahwa ucapan selamat hari raya sebelum datang hari raya adalah bid'ah, fatwanya tidak benar.
- Syaikh Al Fauzan pernah menyebutkan bahwa para salaf saling memberi selamat setelah hari raya, namun tak pernah katakan bahwa ucapan selamat sebelum hari raya itu tidak boleh.
- Ucapan selamat sebelum hari raya, boleh jadi ucapan selamat dengan dekatnya kedatangan hari raya bukan ucapan selamat hari rayanya. Tak ada dalil yang melarang ucapan selamat menjelang dekatnya hari raya.
Share:

- Menyentuh Najis Tidak Membatalkan Wudhu -

- Menyentuh Najis Tidak Membatalkan Wudhu -
Pertanyaan:
Apakah menyentuh najis bisa membatalkan wudhu? Misanya, nyeboki anak trus kena najisnya, apakah wajib mengulangi wudhu?
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du
Menyentuh najis bukan termasuk pembatal wudhu. Karena yang menjadi pembatal wudhu adalah hadas, bukan menyentuh najis.
Dalam fatwa Lajnah Daimah dinyatakan:
لا ينتقض الوضوء بغسل النجاسة على بدن المتوضئ أو غيره
“Wudhu tidak batal disebabkan mencuci najis, baik yang berada di badan orang yang wudhu maupun orang lain.” (Majalah Buhuts Islamiyah, volume 22, Hal. 62)
Syaikh Ibnu Baz juga menjelaskan yang sama:
“أما مس الدم أو البول أو غيرهما من النجاسات فلا ينقض الوضوء ، ولكن يغسل ما أصابه
Menyentuh darah, atau air kencing atau benda najis lainnya, tidak membatalkan wudhu. Hanya saja, dia harus mencuci bagian yang terkena najis. (Fatawa Ibnu Baz, 10: 141)
Share:

- Pahala Membela Muslim Yang Dighibah -

- Pahala Membela Muslim Yang Dighibah -
Dari Abu Darda, Nabi saw bersabda,
مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يَرُدَّ عَنْهُ نَارَ جَهَنَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Siapa yang membela kehormatan saudaranya sesama muslim, maka dia berhak untuk mendapatkan pembelaan Allah dari neraka jahanam pada hari kiamat. (HR. Ahmad 27536 , Turmudzi 2056 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)
Baru mendapat hadis ini, menarik utk dicatat..
Sedang membayangkan, 
Betapa besar pahala membela kehormatan para sahabat yang sedang dicabik-cabik orang syiah..
Betapa besar pahala membela kehormatan para ulama sunah yang selalu disudutkan kelompok liberal
Bersemangat membela setiap orang yang dighibah di sekitar kita..
Share:

Total Pageviews