MOTIVASI HIDUP ISLAM

Visit Namina Blog

Tuesday, 11 August 2015

PERCAKAPAN NABI MUHAMMAD SAW DAN SYEITAN


Suatu ketika Allah SWT memerintahkan seorang Malaikat menemui Iblis agar menghadap Baginda Rasul saw untuk memberitahu segala rahasianya, baik yang disuka maupun yang dibencinya. Hal ini dimaksudkan untuk meninggikan derajat Nabi Muhammad saw dan juga sebagai peringatan dan perisai umat manusia.
Kemudian Malaikat itupun mendatangi Iblis dan berkata : “Hai Iblis! Engkau diperintah Allah untuk menghadap Rasulullah saw. Bukalah semua rahasiamu dan jawablah setiap pertanyaan Rasulullah dengan jujur. Jika engkau berdusta walau satu perkataanpun, niscaya akan terputus semua anggota badanmu, uratmu serta disiksa dengan azab yang amat pedih”.
Mendengar ucapan Malaikat yang dahsyat itu, Iblis sangat ketakutan, maka segera ia menghadap Rasulullah saw dengan menyamar sebagai orang tua yang buta sebelah matanya dan berjanggut putih 10 helai yang panjangnya seperti ekor lembu.
Iblis pun memberi salam sampai 3 (tiga) kali salam, Rasulullah saw tidak juga menjawabnya, maka Iblis berkata : “Ya Rasullullah! Mengapa engkau tidak menjawab salamku? Bukankah salam itu sangat mulia di sisi Allah?” Maka jawab Nabi dengan marah : “Hai musuh Allah! Kepadaku engkau menunjukkan kebaikanmu? Jangan kau coba menipuku sebagaimana kau tipu Nabi Adam as sehingga beliau keluar dari syurga, kau hasut Qabil sehingga ia tega membunuh Habil yang masih saudaranya sendiri, ketika sedang sujud dalam sembahyang kau tiup Nabi Ayub as dengan asap beracun sehingga beliau sengsara untuk beberapa lama, kisah Nabi Daud as dengan perempuan Urya, Nabi Sulaiman meninggalkan kerajaannya karena engkau menyamar sebagai isterinya dan begitu juga beberapa Anbiya dan pendeta yang telah menanggung sengsara akibat hasutanmu.
Hai Iblis! Sebenarnya salam itu sangat mulia di sisi Allah azza wa jalla, tapi aku diharamkan Allah menjawab salammu. Aku mengenalmu dengan baik wahai Iblis, Raja segala Iblis. Apa tujuanmu menemuiku?”.
Jawab Iblis : “Ya Nabi Allah! Janganlah engkau marah. Engkau dapat mengenaliku karena engkau adalah Khatamul Anbiya. Aku datang atas perintah Allah untuk memberitahu segala tipu dayaku terhadap umatmu dari zaman Nabi Adam as hingga akhir zaman nanti. Ya Nabi Allah! Setiap apa yang engkau tanya, aku bersedia menerangkan satu persatu dengan sebenarnya, aku tidak berani menyembunyikannya”.
Kemudian Iblispun bersumpah menyebut nama Allah dan berkata : “Ya Rasulullah! Sekiranya aku berdusta barang sepatahpun niscaya hancur leburlah badanku menjadi abu”.
Ketika mendengar sumpah Iblis itu, Nabipun tersenyum dan berkata dalam hatinya, inilah kesempatanku untuk menyiasati segala perbuatannya agar didengar seluruh sahabat yang ada di majlis ini dan menjadi perisai seluruh umatku.
Pertanyaan Nabi (1) :
“Hai Iblis! Siapakah musuh besarmu?”
Jawab Iblis : “Ya Nabi Allah! Engkaulah musuhku yang paling besar di antara musuh-musuhku di muka bumi ini”.
Kemudian Nabipun memandang muka Iblis dan Iblispun gemetar karena ketakutan. Sambung Iblis : “Ya Khatamul Anbiya! Aku dapat merubah diriku seperti manusia, binatang dan lain-lain hingga rupa dan suarapun tidak berbeda, kecuali dirimu saja yang tidak dapat aku tiru karena dicegah oleh Allah. Andaikan aku menyerupai dirimu, maka terbakarlah diriku menjadi abu.
Aku cabut iktikad / niat anak Adam supaya menjadi kafir karena engkau berusaha memberi nasihat dan pengajaran supaya mereka kuat untuk memeluk agama Islam, begitu juga aku berusaha menarik mereka kepada kekafiran, murtad atau munafik. Aku akan menarik seluruh umat Islam dari jalan yang benar menuju jalan yang sesat supaya masuk ke dalam neraka dan kekal di dalamnya bersamaku”.
Pertanyaan Nabi (2) :
“Hai Iblis! Apa yang kau perbuat terhadap makhluk Allah?”
Jawab Iblis : “Adalah satu kemajuan bagi perempuan yang merenggangkan kedua pahanya kepada lelaki yang bukan suaminya, setengahnya hingga mengeluarkan benih yang salah sifatnya. Aku goda semua manusia supaya meninggalkan sholat, berbuai dengan makanan dan minuman, berbuat durhaka, aku lalaikan dengan harta benda, emas, perak dan permata, rumahnya, tanahnya, ladangnya supaya hasilnya dibelanjakan ke jalan yang haram.
Demikian juga ketika pesta di mana lelaki dan perempuan bercampur. Di sana aku lepaskan godaan yang besar supaya mereka lupa peraturan dan akhirnya minum arak. Apabila terminum arak itu, maka hilanglah akal, fikiran dan malunya. Lalu aku ulurkan tali cinta dan terbukalah beberapa pintu maksiat yang besar, datang perasaan hasad dengki hingga perbuatan zina. Apabila terjadi kasih antara mereka, terpaksalah mereka mencari uang hingga menjadi penipu, peminjam dan pencuri.
Apabila mereka sadar akan kesalahan mereka lalu hendak bertaubat dan berbuat amal ibadah, akan aku rayu supaya mereka membatalkannya. Semakin keras aku goda supaya mereka berbuat maksiat dan mengambil isteri orang. Jika hatinya terkena godaanku, datanglah rasa ria’, takabur, iri, sombong dan melengahkan amalnya. Jika lidahnya yang tergoda, maka mereka akan gemar berdusta, mencela dan mengumpat. Demikianlah aku goda mereka setiap saat”.
Pertanyaan Nabi (3) :
“Hai Iblis! Mengapa engkau bersusah payah melakukan pekerjaan yang tidak mendatangkan faedah bahkan menambah laknat yang besar dan siksa yang besar di neraka yang paling bawah? Hai yang dikutuk Allah! Siapa yang menjadikanmu? Siapa yang melanjutkan usiamu? Siapa yang menerangkan matamu? Siapa yang memberi pendengaranmu? Siapa yang memberi kekuatan anggota badanmu?
Jawab Iblis : “Semuanya itu adalah anugerah dari Allah Yang Maha Besar. Tetapi hawa nafsu dan takabur membuatku menjadi jahat sebesar-besarnya. Engkau lebih tahu bahwa diriku telah beribu-ribu tahun menjadi Ketua seluruh Malaikat dan pangkatku telah dinaikkan dari satu langit ke langit yang lebih tinggi. Kemudian aku tinggal di dunia ini beribadah bersama para Malaikat beberapa waktu lamanya.
Tiba-tiba datang firman Allah SWT hendak menjadikan seorang Khalifah di dunia ini, maka akupun membantah. Lalu Allah menciptakan manusia yang pertama (Nabi Adam as) dan seluruh Malaikat diperintah supaya memberi hormat sujud kepada lelaki itu, hanya aku saja yang ingkar. Oleh karena itu, Allah murka kepadaku dan wajahku yang tampan rupawan dan bercahaya itu berubah menjadi keji dan menakutkan. Aku merasa sakit hati. Kemudian Allah menjadikan Adam raja di syurga dan dikaruniakan seorang permaisuri (Siti Hawa) yang memerintah seluruh bidadari. Aku bertambah dengki dan dendam kepada mereka.
Akhirnya aku berhasil menipu mereka melalui Siti Hawa yang menyuruh Adam memakan buah khuldi, lalu keduanya diusir dari syurga ke dunia. Keduanya berpisah beberapa tahun dan kemudian dipertemukan Allah (di Padang Arafah), hingga mereka mendapat beberapa orang anak. Kemudian kami hasut anak lelakinya Qabil supaya membunuh saudaranya Habil. Itupun aku masih belum puas dan berbagai tipu daya aku lakukan hingga hari kiamat kelak.
Sebelum engkau lahir ke dunia, aku beserta bala tentaraku dengan mudah dapat naik ke langit untuk mencuri segala rahasia, tulisan yang menyuruh manusia berbuat ibadah dan balasan pahala serta syurga mereka. Kemudian aku turun ke dunia dan memberitahu manusia yang lain tentang apa yang sebenarnya aku dapatkan dengan berbagai tipu daya hingga tersesat dengan berbagai kitab bid’ah dan kehancuran.
Tetapi ketika engkau lahir ke dunia ini, maka aku tidak diijinkan oleh Allah untuk naik ke langit dan mencuri rahasia karena banyak Malaikat yang menjaga di setiap lapisan pintu langit. Jika aku memaksa untuk naik, maka Malaikat akan melontarkan anak panah dari api yang menyala. Sudah banyak bala tentaraku yang terkena lontaran Malaikat itu dan semuanya terbakar menjadi abu, maka semakin beratlah pekerjaanku dan bala tentaraku untuk menjalankan tugas menghasut manusia”.
Pertanyaan Nabi (4) :
Rasullullah bertanya “Hai Iblis! Apa yang pertama kali kau tipu dari manusia?”
Jawab Iblis : “Pertama kali aku palingkan iktikad / niatnya, imannya kepada kafir dan juga dari segi perbuatan, perkataan, kelakuan atau hatinya. Jika tidak berhasil juga, akan aku tarik dengan cara mengurangi pahala. Lama-kelamaan mereka akan terjerumus mengikuti kemauanku”.
Pertanyaan Nabi (5) :
“Hai Iblis! Jika umatku sholat karena Allah, apa yang terjadi padamu?”
Jawab Iblis : “Sungguh penderitaan yang sangat besar. Gemetarlah badanku dan lemah tulang sendiku, maka aku kerahkan berpuluh-puluh iblis datang menggoda manusia pada setiap anggota badannya.
Beberapa iblis datang pada setiap anggota badannya supaya malas sholat, was-was, lupa bilangan raka’atnya, bimbang pada pekerjaan dunia yang ditinggalkannya, merasa terburu-buru supaya cepat selesai sholatnya, hilang khusyuknya, matanya senantiasa melirik ke kanan dan ke kiri, telinganya senantiasa mendengar percakapan orang dan bunyi-bunyi yang lain.
Beberapa iblis yang lain duduk di belakang badan orang yang sembahyang itu supaya tidak kuat sujud berlama-lama, penat waktu duduk tahiyat dan dalam hatinya selalu merasa terburu-buru supaya cepat selesai sholatnya, itu semua membuat berkurangnya pahala. Jika para iblis tidak dapat menggoda manusia itu, maka aku sendiri akan menghukum mereka dengan hukuman yang berat”.
Pertanyaan Nabi (6) :
“Jika umatku membaca Al-Qur’an karena Allah, apa yang terjadi padamu?”
Jawab Iblis : “Jika mereka membaca Al-Qur’an karena Allah, maka terbakarlah tubuhku, putuslah seluruh uratku lalu aku lari dan menjauh darinya”.
Pertanyaan Nabi (7) :
“Jika umatku mengerjakan haji karena Allah, bagaimana perasaanmu?”
Jawab Iblis : “Binasalah diriku, gugurlah daging dan tulangku karena mereka telah mencukupkan rukun Islamnya”.
Pertanyaan Nabi (8) :
“Jika umatku berpuasa karena Allah, bagaimana keadaanmu?”
Jawab Iblis : “Ya Rasulullah! Inilah bencana yang paling besar bahayanya buatku. Apabila masuk awal bulan Ramadhan, maka memancarlah cahaya Arasy dan Kursi, bahkan seluruh Malaikat menyambut dengan suka cita. Bagi orang yang berpuasa, Allah akan mengampunkan segala dosa yang lalu dan digantikan dengan pahala yang amat besar serta tidak dicatat dosanya selama dia berpuasa. Yang menghancurkan hatiku ialah segala isi langit dan bumi, yakni Malaikat, bulan, bintang, burung dan ikan-ikan semuanya siang malam memohonkan ampunan bagi orang yang berpuasa. Satu lagi kemudian orang berpuasa ialah dimerdekakan pada setiap masa dari azab neraka. Bahkan semua pintu neraka ditutup manakala semua pintu syurga dibuka seluas-luasnya dan dihembuskan angin dari bawah Arasy yang bernama Angin Syirah yang amat lembut ke dalam syurga. Pada hari umatmu mulai berpuasa, dengan perintah Allah datanglah sekalian Malaikat dengan garangnya menangkapku dan tentaraku, jin, syaitan dan ifrit lalu dipasung kaki dan tangan dengan besi panas dan dirantai serta dimasukkan ke bawah bumi yang amat dalam. Di sana pula beberapa azab yang lain telah menunggu kami. Setelah habis umatmu berpuasa, barulah aku dilepaskan dengan perintah agar tidak mengganggu umatmu. Umatmu sendiri telah merasa ketenangan berpuasa sebagaimana mereka bekerja dan bersahur seorang diri di tengah malam tanpa rasa takut dibandingkan bulan biasanya”.
Pertanyaan Nabi (9) :
“Hai Iblis! Bagaimana seluruh sahabatku menurutmu?”
Jawab Iblis : “Seluruh sahabatmu termasuk musuh besarku. Tiada upayaku melawannya dan tiada satupun tipu daya yang dapat masuk kepada mereka. Karena engkau sendiri telah berkata : “Seluruh sahabatku adalah seperti bintang di langit, jika kamu mengikuti mereka, maka kamu akan mendapat petunjuk”.
Sayyidina Abu Bakar al-Siddiq sebelum bersamamu, aku tidak dapat mendekatinya, apalagi setelah berdampingan denganmu. Dia begitu percaya atas kebenaranmu hingga dia menjadi wazirul a’zam. Bahkan engkau sendiri telah mengatakan jika ditimbang seluruh isi dunia ini dengan amal kebajikan Abu Bakar, maka akan lebih berat amal kebajikan Abu Bakar. Lagipula dia telah menjadi mertuamu karena engkau menikah dengan anaknya, Sayyidatina Aisyah yang juga banyak menghafal Hadits-haditsmu.
Adapun Sayyidina Umar bin Khatab, aku tidak berani memandang wajahnya karena dia sangat keras menjalankan hukum syariat Islam dengan seksama. Jika aku pandang wajahnya, maka gemetarlah seluruh tulang sendiku karena sangat takut. Hal ini karena imannya sangat kuat apalagi engkau telah mengatakan : “Jikalau ada Nabi sesudah aku, maka Umar boleh menggantikan aku”, karena dia adalah orang harapanmu serta pandai membedakan antara kafir dan Islam hingga digelar ‘Al-Faruq’.
Sayyidina Usman bin Affan, aku tidak bisa bertemu karena lidahnya senantiasa membaca Al-Qur’an. Dia penghulu orang sabar, penghulu orang mati syahid dan menjadi menantumu sebanyak 2 (dua) kali. Karena taatnya, banyak Malaikat datang menghampiri dan memberi hormat kepadanya karena Malaikat itu sangat malu kepadanya hingga engkau mengatakan : “Barangsiapa menulis Bismillaahirrahmaanirrahiim pada kitab atau kertas-kertas dengan tinta merah, niscaya mendapat pahala seperti pahala Usman mati syahid”.
Sayyidina Ali bin Abi Thalibpun aku sangat takut karena hebatnya dan gagahnya dia di medan perang, tetapi sangat sopan santun, alim orangnya. Jika iblis, syaitan dan jin memandang beliau, maka terbakarlah kedua mata mereka karena dia sangat kuat beribadah dan beliau adalah golongan orang pertama yang memeluk agama Islam serta tidak pernak menundukkan kepalanya kepada berhala. Bergelar ‘Ali Karamullahu Wajhahu” dimuliakan Allah akan wajahnya dan juga ‘Harimau Allah’ dan engkau sendiri berkata : “Akulah negeri segala ilmu dan Ali itu pintunya”. Lagipula dia menjadi menantumu, aku semakin ngeri kepadanya”.
Pertanyaan Nabi (10) :
“Bagaimana tipu dayamu kepada umatku?”
Jawab Iblis : “Umatmu itu ada 3 (tiga) macam. Yang pertama, seperti hujan dari langit yang menghidupkan segala tumbuhan yaitu ulama yang memberi nasihat kepada manusia supaya mengerjakan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya seperti kata Jibril as : “Ulama itu adalah pelita dunia dan pelita akhirat”. Yang kedua, umat tuan seperti tanah yaitu orang yang sabar, syukur dan ridha dengan karunia Allah. Berbuat amal saleh, tawakal dan kebajikan. Yang ketiga, umatmu seperti Fir’aun, terlampau tamak dengan harta dunia dan dihilangkan amal akhirat, maka akupun bersuka cita lalu masuk ke dalam badannya, aku putarkan hatinya ke lautan durhaka dan aku ajak kemana saja mengikuti kemauanku. Jadi dia selalu bimbang kepada dunia dan tidak mau menuntut ilmu, tidak pernah beramal saleh, tidak mau mengeluarkan zakat dan malas beribadah.
Lalu aku goda agar manusia minta kekayaan lebih dulu dan apabila diizinkan Allah dia menjadi kaya, maka aku rayu supaya lupa beramal, tidak membayar zakat seperti Qarun yang tenggelam dengan istana mahligainya. Bila umatmu terkena penyakit tidak sabar dan tamak, dia selalu bimbang akan hartanya dan berangan-angan hendak merebut kemewahan dunia, benci dan menghina kepada yang miskin, membelanjakan hartanya untuk kemaksiatan”.
Pertanyaan Nabi (11) :
“Siapa yang serupa denganmu?”
Jawab Iblis : “Orang yang meringankan syariatmu dan membenci orang yang belajar agama Islam”.
Pertanyaan Nabi (12) :
“Siapa yang membuat mukamu bercahaya?”
Jawab Iblis : “Orang yang berdosa, bersumpah bohong, saksi palsu dan suka ingkar janji”.
Pertanyaan Nabi (13) :
“Apa yang kau rahasiakan dari umatku?”
Jawab Iblis : “Jika seorang Muslim buang air besar dan tidak membaca do’a terlebih dahulu, maka aku gosok-gosokkan najisnya sendiri ke badannya tanpa dia sadari”.
Pertanyaan Nabi (14) :
“Jika umatku bersatu dengan isterinya, apa yang kau lakukan?”
Jawab Iblis : “Jika umatmu hendak bersetubuh dengan isterinya dan membaca do’a pelindung syaitan, maka aku lari dari mereka. Jika tidak, aku akan bersetubuh dahulu dengan isterinya dan bercampurlah benihku dengan benih isterinya. Jika menjadi anak, maka anak itu akan gemar berbuat maksiat, malas pada kebaikan, durhaka. Ini semua karena kealpaan ibu bapaknya sendiri. Begitu juga jika mereka makan tanpa membaca Bismillah, aku santap makanannya lebih dulu daripadanya. Walaupun mereka makan, tidaklah mereka merasa kenyang”.
Pertanyaan Nabi (15) :
“Apa yang dapat menolak tipu dayamu?”
Jawab Iblis : “Jika berbuat dosa, maka cepat-cepatlah bertaubat kepada Allah, menangis menyesal akan perbuatannya. Apabila marah, segeralah mengambil air wudhu’, maka padamlah marahnya”.
Pertanyaan Nabi (16) :
“Siapakah orang yang paling engkau sukai?”
Jawab Iblis : “Lelaki dan perempuan yang tidak mencukur atau mencabut bulu ketiak atau bulu ari-ari (bulu kemaluan) selama 40 hari. Di situlah aku mengecilkan diri, bersarang, bergantung, berbuai seperti pijat pada bulu itu”.
Pertanyaan Nabi (17) :
“Hai Iblis! Siapakah saudaramu?”
Jawab Iblis : “Orang yang tidur meniarap / telungkup, orang yang matanya terbuka di waktu Subuh tetapi menyambung tidur lagi. Lalu aku lenakan dia hingga terbit fajar. Demikian juga pada waktu Dzuhur, Asar, Maghrib dan Isya’, aku beratkan hatinya untuk sholat”.
Pertanyaan Nabi (18) :
“Apa yang dapat membinasakan dirimu?”
Jawab Iblis : “Orang yang banyak menyebut nama Allah, bersedekah dengan tidak diketahui orang, banyak bertaubat, banyak tadarus Al-Qur’an dan sholat tengah malam”.
Pertanyaan Nabi (19) :
“Hai Iblis! ?” Apa yang dapat memecahkan matamu?”
Jawab Iblis : “Orang yang duduk di dalam masjid dan beri’tikaf di dalamnya”.
Pertanyaan Nabi (20) :
“Apa lagi yang dapat memecahkan matamu?”
Jawab Iblis : “Orang yang taat kepada kedua ibu bapaknya, mendengar kata mereka, membantu makan, pakaian mereka selama mereka hidup, karena engkau telah bersabda : Syurga itu di bawah tapak kaki ibu”.
Share:

CINTA DUNIA


Cinta dunia adalah sesuatu yang sangat berbahaya. Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut ini: “Kalau begitu, bergembiralah dan berharaplah memperoleh sesuatu yang melapangkan diri kalian. Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan akan menimpa diri kalian. Akan tetapi, aku kahwatir jika dunia ini dibentangkan untuk kalian sebagaimana ia dibentangkan untuk orang-orang sebelum kalian sehingga kalian berlomba sebagaimana mereka berlomba, dan akhirnya kalian hancur sebagaimana mereka hancur.” (Hadits riwayat Muslim (2961) dan al-Bukhari (6425), dan Ibnu Abi ad-Dunya dalam kitab tentang Zuhud hal. 73)
Perhatikan Firman Allah SWT berikut ini: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Q.S. Al-Hadiid [57]:20) Cinta dunia adalah segala sesuatu yang membuat kita lalai kepada Allah, misalnya, shalat, saum atau sedekah, dan kalaupun kita tetap melakukannya tapi tetap dikatakan sebagai urusan dunia, jika niatnya ingin dipuji makhluk hingga hati lalai terhadap Allah.
“Hampir tiba dimana umat-umat saling memanggil untuk melawan kalian sebagaimana orang-orang saling memanggil untuk menyantap hidangannya”. Salah seorang bertanya: “apakah karena sedikitnya kami ketika itu? Rasul menjawab, “bahkan kalian pada hari itu banyak akan tetapi kalian laksana buih dilautan dan sungguh Allah mencabut ketakutan dan kegentaran terhadap kalian dari dada musuh kalian dan Allah tanamkan di hati kalian al-wahn”. Salah seorang bertanya: apakah al-wahn itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: “cinta dunia dan membenci kematian” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Jika seseorang mencintai sesuatu, maka dia akan diperbudak oleh apa yang dicintainya. Jika orang sudah cinta dunia, maka akan datang berbagai penyakit hati. Ada yang menjadi sombong, dengki, serakah dan cenderung melelahkan diri sendiri memikirkan yang tidak ada. Makin cinta pada dunia, akan makin serakah. Bahkan, bisa berbuat keji untuk mendapatkan dunia yang diinginkannya. Pikirannya selalu dunia, pontang-panting siang malam mengejar dunia untuk kepentingan dirinya.
Allah SWT berfirman: “Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia ini tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Hud[11]: 15-16).

Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya dunia itu dilaknat, berikut segenap isinya juga dilaknat, kecuali jika disertai untuk tujuan kepada Allah SWT. (Al Hadits)
Segala sesuatu dalam kehidupan dunia ini tidak ada artinya. harta, gelar, pangkat, jabatan, dan popularitas tidak akan ada artinya jika tidak digunakan di jalan Allah. Hal yang berarti dalam hidup ini hanyalah amal-amal kita. Oleh sebab itu, jangan pernah kecukupan atau kekurangan “dunia” ini meracuni hati kita. Jika kita berkecukupan, jangan sampai kecukupan kita menjadikan kita sombong, dan jika kita kekurangan, maka jangan sampai kekurangan kita itu, membuat kita jadi kurang mensyukuri nikmat Allah, banyak mengeluh dan minder.
Rasulullah saw bersabda, “Perumpamaan orang yang cinta pada dunia ibarat orang yang berjalan di atas air. Dapatkah orang berjalan di atas air, kakinya tidak basah?” (Al-Hadits). “Dunia adalah manisan hijau. Dan Allah mengangkat kamu sebagai khalifah di atasnya, dan Dia menyaksikan bagaimana cara kamu bekerja.” (Al-Hadits).

Obat dari penyakit cinta dunia ini tidak lain adalah kezuhudan kita kepada dunia, yang mana Rasulullah saw telah mengajarkan kita ummatnya untuk berlaku zuhud. Rasulullah saw bersabda: “zuhudlah di dunia maka ALLAH akan mencintai kalian, dan zuhudlah atas apa-apa yang ada di sebagian manusia, maka kamu akan dicintai oleh mereka ” (HR.ibnu majah dalam kitab zuhud ).
Perhatikan hadits berikut ini: “Andai saja kamu mengetahui, apa yang engkau akan lihat saat kematianmu, tentulah engkau tidak akan memakan segigitpun hidangan idamanmu, dan pula engkau tidak akan meminum lagi minuman lezat untuk memuaskan rasa dahaga mu yang tak terpuaskan” (Imam Ahmad dari Abu Dharda as)
Jabir bin Abdillah ra bekata, “Rasulullah SAW pernah memasuki sebuah pasar yang di kiri-kanannya dipadati manusia. Ketika itu beliau melewati seekor kambing kuper (telinganya kecil) yang telah menjadi bangkai. Lantas Beliau menenteng telinga kambing itu seraya berseru, “Siapakah yang mau membeli kambing ini dengan harga satu dirham?” Pengunjung pasar menjawab, “Sedikitpun kami tidak menginginkannya“. Beliau bertanya lagi, “Apakah kalian mau jika anak kambing ini kuberikan cuma-cuma kepada kalian?” Mereka menjawab, “Demi Allah, kalaupun anak kambing itu hidup, kami tidak akan menerimanya karena cacat, maka bagaimana kami mau menerimanya setelah menjadi bangkai?” Mendengar hal ini Rasulullah saw bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya dunia itu lebih hina dalam pandangan Allah daripada bangkai kambing kuper ini dalam pandangan kalian” (HR. Muslim)

Cinta dunia adalah sumber segala kesalahan karena cinta dunia, sering mengakibatkan seseorang cinta terhadap harta benda dan didalam harta benda terdapat banyak penyakit. Antara lain sifat bangga dan angkuh, pamer terhadap yang dimiliki. Dan orang yang cinta dunia akan sibuk mengurus hartanya dan terus berusaha untuk menambahnya, hingga membuatnya lalai dari dzikir kepada Allah SWT. Ketahuilah barangsiapa dilalaikan oleh harta bendanya, dia akan merugi, terlebih bila lalai dari dzikrullah, ia akan hanya seperti mayat, karena bila hati sepi dari dzikir ia akan dihuni dan disetir olehsetan sesuai kehendaknya.
Jika seorang manusia telah dikuasai (hatinya) oleh iblis, maka akan menjadi lemah, iblis akan membolak-balikan hatinya bagaikan seorang anak kecil mempermainkan bola. Karena orang yang mabuk karena cinta dunia tidak akan sadar kecuali setelah berada di dalam kubur. Yahya bin Mu’adz berkata, “Dunia itu araknya setan, barangsiapa mabuk karenanya, ia tidak akan segera sadar, kecuali setelah berada di tengah kumpulan orang mati dalam keadaan menyesal di antara orang-orang yang merugi”.
”Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Barzah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan bergeser kedua kaki anak Adam pada hari kiamat sebelum ditanya tentang 4 perkara : Tentang umurnya untuk apa ia habiskan, masa mudanya untuk apa ia gunakan, hartanya dari mana diperoleh dan kemana dibelanjakan, dan ilmunya, apa yang diamalkannya.” (HR. Tirmidzi).
Dunia dengan segala pesonanya memang sangat menggoda dan mempesona, dan kadang kesuksesan seseorang memang diukur dari status sosialnya di masyarakat, namun hal tersebut jangan sampai membuat kita terjebak dan terperangkap cinta dunia. Ingatlah kita hanya hidup sementara di dunia ini, semua harta dunia yang kita banggakan, tidak akan kita bawa mati, hanya amal ibadah, dan amal kebaikanlah yang akan menemani kita hingga sampai hari kita dibangkitkan nanti. Jadikanlah dunia hanya sebagai ladang akhirat kita, tempat kita mempersiapkan bekal untuk akhirat nanti. Ingatlah selalu, bahwa kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang sudah kita lakukan selama kita hidup didunia ini.
Share:

Monday, 10 August 2015

Jangan Tertipu dengan Kenikmatan Dunia

Jangan Tertipu dengan Kenikmatan Dunia
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (TQS al-Hadid [57]: 20).

Kesenangan dunia kadang melenakan. Tak sedikit manusia yang terlena olehnya. Seolah dunia adalah segala-galanya sehingga seluruh hidupnya dicurahkan untuk meraihnya. Untuk itu, mereka pun lupa dan lalai mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat. Padahal, suatu saat mereka harus berpisah dengan kehidupan dunia. Segala kenikmatan dan kesenangan dunia pun berakhir. Sementara mereka tak memiliki bekal untuk akhirat. Ketika itu terjadi, yang muncul adalah penyesalan tak berujung.
Agar tiada ada penyesalan, maka kehidupan dunia harus dipahami dengan benar. Ayat ini memberikan penjelasan yang benar mengenai hakikat kehidupan dunia.
Hanya Permainan dan Perhiasan
Allah SWT berfirman: I’lamû annamâ al-hayâh al-dun-yâ la’ib wa lahw wa zînah (ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan, suatu yang melalaikan, dan perhiasan). Kandungan ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya. Dalam ayat sebelumnya diberitakan mengenai adanya dua golongan manusia. Pertama, orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan rasul-Nya. Dan kedua, orang-orang yang ingkar dan mendustakan ayat-ayat Allah. Mereka ini dipastikan menjadi penghuni neraka.
Kemudian dalam ayat ini dijelaskan tentang hakikat kehidupan dunia. Disebutkan bahwa kehidupan dunia tak lebih sebagai la’ib[un] wa lahw[un] wa zînat[un] (permainan, sesuatu yang melalaikan, dan perhiasan).
Menurut al-Biqai, al-la’ib berarti ta’ib lâ tsamrah lahu (keletihan yang tidak memberikan hasil). Sesuatu yang batil seperti mainan anak-anak. Al-Alusi juga mengatakan, ungkapan tersebut untuk menggambarkan bahwa dunia merupakan sesuatu yang remeh. Sesuatu yang tidak akan membuat tertarik orang-orang berakal, apalagi merasa tenteram. Sebab, dunia adalah permainan yang tidak menghasilkan sesuatu kecuali keletihan.
Adapun al-lahw, menurut al-Biqa’i, adalah sesuatu yang menyenangkan manusia, hingga dapat melalaikan dan memalingkan dari perkara yang berguna, kemudian berakhir seperti permainan anak-anak muda.
Sedangkan zînah adalah sesuatu yang menyenangkan mata dan jiwa seperti halnya perhiasan perempuan. Menurut Abdurrahman al-Sa’di, perhiasan tersebut menghiasi pakaian, makanan, minuman, kendaraan, tempat tinggal, istana, dan kehormatan. Allah SWT berfirman: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang (TQS Ali Imran [3]: 14).
Di samping itu juga: wa tafâkhur baynakum (dan bermegah-megah antara kamu). Kata al-tafâkhur berarti al-takabbur, yakni saling berlomba-lomba, memamerkan, dan membanggakan diri dengan harta, nasab, kemuliaan, dan kedudukan mereka. Rasulullah SAW bersabda: Empat perkara pada umatku yang termasuk perkara jahiliyyah yang tidak mereka tinggalkan adalah berbangga-bangga dalam ahsâb (kemuliaan leluhur) (HR Muslim dan Ahmad).
Disebutkan pula: wa takâtsur fî al-amwâl wa al-awlâd (serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak). Artinya, masing-masing orang menginginkan lebih banyak daripada yang lain dalam harta dan anak-anak. Demikian Abdurrahman al-Sa’di dalam tafsirnya.
Menurut sebagian mufassir, sebagaimana dikutip Ibnu al-Jauzi dalam Zâd al-Masîr, apa yang disebutkan dalam ayat ini adalah keadaan orang kafir terhadap kehidupan dunia.
Akan Lenyap Tak Bersisa
Setelah tentang kehidupan dunia, kemudian diberitakan bahwa semua kesenangan dan kebanggaan mereka itu akan lenyap tak bersisa. Realitas ini digambarkan dalam kalimat selanjutnya: Kamatsali ghayts a’jaba al-kuffâr nabâtuhu (seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani). Menurut al-Razi, kata al-ghayts berarti al-mathar (hujan). Ini sebagaimana disebutkan dalam QS al-Kahfi [18]: 45. Sedangkan yang dimaksud dengan al-kuffâr di sini, ada dua pendapat. Pertama, bermakna al-zurrâ’ (petani). Para petani itu terpesona dengan tanaman-tanaman yang tumbuh subur akibat hujan lebat. Menurut al-Azahari, orang Arab menyebut petani sebagai al-kâfir karena menutup benih yang ditanam dalam tanah. Kedua, orang-orang yang ingkar kepada Allah SWT. Mereka jauh lebih terpesona terhadap keindahan dunia dan isinya dibandingkan kaum Mukmin. Penyebabnya, mereka tidak melihat kebahagiaan lain selain kehidupan dunia.
Tanaman yang terlihat subur, hijau, dan memesona tersebut kemudian berubah. Allah SWT berfirman: tsumma yahîju fatarâhu mushfarr[an] (kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning). Kata yahîju berarti yajiffu wa yaybasu (kering) setelah berwarna. Sedangkan fatarâhu mushfarr[an] menggambarkan bahwa tanaman tersebut telah berubah; yang sebelumnya hijau dan segar menjadi kuning dan layu. Demikian penjelasan al-Syaukani dalam tafsirnya Fat-h al-Qadîr.
Bahkan lebih dari itu: tsumma yakûnu khuthâm[an] (kemudian menjadi hancur). Al-Syaukani memaknai frase ini sebagai futât[an] hasyîm[an] mutakassir[an] mutahathim[an] (hancur, remuk, dan berkeping-keping). Dengan demikian, kehidupan dunia diumpamakan seperti tanaman yang memesona orang-orang yang melihatnya karena warnanya yang hijau dan amat menyenangkan. Namun tak lama kemudian hancur seolah-olah tidak pernah ada.
Kehidupan Akhirat
Setelah diingatkan tentang hakikat kehidupan dunia, kemudian dijelaskan mengenai keadaan di akhirat. Di akhirat kelak hanya ada dua keadaan. Pertama, azab yang pedih. Allah SWT berfirman: Wa fî al-âkhirah ‘adzâb syadîd (dan di akhirat [nanti] ada adzab yang keras). Azab yang pedih tersebut ditimpakan kepada orang-orang yang mengingkari Allah SWT dan ayat-ayat-Nya. Juga orang-orang yang tertipu dengan gemerlap dunia dan melupakan akhirat.
Dan kedua, ampunan dan ridha-Nya. Allah SWT berfirman: wa maghafirah minal-Lâh wa ridhwân (dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya). Ampunan dan ridha Allah SWT itu diberikan kepada para walinya dan ahl al-thâ’atihi (pelaku ketaatan kepada-Nya). Hal ini juga dtegaskan dalam banyak ayat, seperti QS al-Mulk [67]: 12.
Di akhir ayat ini kembali ditegaskan: wa mâ al-hayâh al-dun-yâ illâ matâ’ al-ghurûr (dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu). Dalam kehidupan kehidupan dunia memang terdapat kesenangan dan kenikmatan. Namun semua itu merupakan ujian dan cobaan bagi manusia. Jika manusia terpedaya dengan ujian dan cobaan tersebut; habisan-habisan mengejarnya hingga melupakan akhirat, maka dia telah tertipu. Di akhirat mendapatkan siksa yang pedih.
Namun sebaliknya, jika kenikmatan tersebut digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan pahala dan ridha-Nya, maka dia telah sukses menghadapi cobaan tersebut. Said bin Jubair berkata, “Dunia merupakan kesenangan yan menipu apabila melalaikan kamu dari mencari ke akhirat. Ada pun jika mengajakmu kepada mencari ridha Allah dan akhirat, maka itu sebaik-baik wasilah (sarana).”
Inilah pandangan yang benar tentang hakikat kehidupan. Jangan sampai menjadi orang yang tertipu dengan gemerlap dunia, melupakan akhirat! Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.[]
Ikhtisar:
1. Semua kenikmatan dunia bersifat fana, sedangkan akhirat bersifat kekal abadi
2. Kesenangan dunia tidak boleh melupakan akhirat. Sebaliknya, justru harus dijadikan sebagai sarana untuk meraih pahala, ridha, dan surga-Nya
Share:

Empat Hal yang Harus Dipertanggungjawabkan Manusia di Akhirat

Empat Hal yang Harus Dipertanggungjawabkan Manusia di Akhirat
Setiap gerak-gerik kehidupan di dunia ini harus senantiasa ada pertanggungjawaban. Orang yang diberi amanah (mandat) harus mempertanggungjawabkan amanahnya kepada orang yang memberikan amanah kepadanya. Seorang karyawan harus mempertanggungjawabkan pekerjaan kepada atasannya. Buruh akan mempertanggungjawabkan pekerjaan kepada majikannya. Lurah mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada Camat, dan Camat mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada Bupati, dan seterusnya sampai kepada Presiden yang harus mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada rakyat melalui MPR. Fenomena ini sudah lazim bagi kita di dunia ini. Bahkan, akan tetap lazim dan up to date bagi kita sampai memasuki alam yang baru nanti, yaitu alam akhirat. Semua manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatan dan amalnya kepada Allah SWT besok di hari akhirat karena manusia adalah makhluk ciptaan-Nya serta menjadi khalifah-Nya di muka bumi ini.
Dalam hal ini setidaknya ada empat hal yang harus kita pertanggungjawabkan kepada Allah SWT kelak di hari kiamat. Nabi saw bersabda dalam sebuah hadisnya:
" Dari Abu Barazah A-Islami berkata, Rasulullah saw bersabda, "Kedua kakinya seorang hamba besok di hari kiamat tidak akan terpeleset sehingga dia ditanyai tentang empat hal:
(1) Tentang umur, untuk apa umur itu dihabiskan.
(2) Tentang ilmu, untuk apa ilmu itu difungsikan.
(3) Tentang harta benda, dari mana harta benda itu diperoleh.
(4) Tentang kondisi tubuh, untuk apa kenikmatan itu digunakan." (HR Tirmidzi dan berkata: hadis tersebut Hasan-Sahih)
Keempat hal tersebut mari kita rinci dan uraikan satu per satu.
Pertama: Mengenai Umur
Allah SWT memberikan umur kepada manusia sesuai dengan kehendak-Nya, ada yang panjang, ada yang pendek, dan ada yang sedang-sedang saja. Yang jelas umur yang diberikan kepada manusia itu ada batasnya, dan pada waktunya, manusia akan diwafatkan oleh Allah SWT. Allah berfirman dalam Alquran, " Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (Al-A'raaf: 34)
Berkaitan dengan umur ini umat Muhammad adalah umat yang paling pendek umurnya dibandingkan dengan umat-umat yang terdahulu. Nabi saw sendiri umurnya hanya 63 tahun, sebuah umur yang relatif pendek bila dibandingkan dengan para Nabi sebelumnya. Secara umum umat Muhammad berumur dalam kisaran 60 sampai 70 tahun, sebagaimana yang pernah beliau tegaskan dalam hadisnya, "Rata-rata umur umatku antara 60 sampai 70 tahun."
Dengan umur sependek itu, pertanyaan yang perlu dikedepankan adalah untuk apa umur yang begitu singkat itu kita habiskan? Realitas sosial menunjukkan bahwa kebanyakan manusia selalu menunda-nunda melakukan amal saleh padahal tidak jarang manusia yang masih muda, bahkan masih kecil, secara mendadak di wafatkan oleh Allah SWT, Bagaimana menghadap kepada Allah SWT sedangkan mereka ini dalam keadaan tidak siap mati karena semasa hidupnya belum membekali dirinya dengan bekal-bekal kehidupan akhirat. Mereka menunda-nunda di sisa umurnya, tapi di tengah perjalanan ke sana mereka terlebih dahulu sudah diwafatkan oleh Allah SWT. Kalau memang begini jadinaya, siapa yang rugi?
Oleh karena itu, kita memang harus selalu stand by dan siap dalam menghadapi yang namanya maut itu. Kapan pun, di mana pun, dan saat apa pun kita harus siap merespon panggilan yang terakhir dari Allah di dunia ini. Dengan demikian, bekal taqwa dan ibadah yang selalu menyertai kita di mana pun kita berada adalah yang terbaik bagi kita.
Kedua: Mengenai Ilmu
Ciri yang membedakan antara manusia dan binatang adalah adanya akal. Dengan akal manusia mampu mengakses kebaikan-kebaikan, informasi-informasi, dan lain-lain. Dengan akal pula manusia mampu menghasilkan ilmu. Berbekal ilmulah manusia mencari kebahagiaan serta keselamatan di dunia dan di akhirat. Semakin banyak ilmunya, semakin dekat pula dia kepada Sang Pencipta (apabila digunakan sebagaimana mestinya). Rasulullah saw telah bersabda, "Apabila datang kepadaku suatu hari, di mana pada hari itu aku tidak bisa menambah ilmu, maka tidak ada keberkahan bagiku pada hari itu."
Dengan ilmu yang dimiliki, manusia diharapkan akan menjadi orang yang baik dalam semua lini kehidupannya, terutama ilmu agama. Namun, jika ada orang yang pengetahuan agamanya lebih dari cukup, lalu tindakan kesehariannya tidak sesuai dengan ilmunya, bahkan bertentangan,
Ketiga: Mengenai Harta Benda
Dalam hal harta benda, ada dua pertanyaan yang akan ditanyakan Allah kepada kita. Pertama, dari mana harta itu dihasilkan? Kedua, untuk apa harta itu dibelanjakan?
Harta yang ada pada kita itu semata-mata titipan Allah SWT, karena itu kita harus pandai-pandai memperoleh dan membelanjakannya. Harta yang kita dapatkan harus melalui jalan dan cara yang halal. Apabila tidak seperti itu, maka pada hakikatnya hanya menyengsarakan kita. Rasul saw bersabda, "Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram, maka neraka lebih berhak untuk memakan (menyiksa) daging itu."
Setelah harta tersebut kita peroleh dari jalan yang halal, maka kita pun wajib membersihkan (menzakati) harta itu jika sudah mencapai satu nishab. Nishab harta benda senilai 85 gram emas dan kita keluarkan 2 ½ % nya. Alquran menjelaskannya, "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu mmembersihkan dan menyucikan mereka, dan berdo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui." (At-Taubah: 103)
Keempat: Mengenai Kesehatan dan Kondisi Tubuh
Kebanyakan manusia ketika sehat dan bugar sering lupa akan kewajibannyan kepada Yang Maha Kuasa dan selalu lupa untuk melakukan hal-hal yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Demikian pula ketika terbuka kesempatan yang luas dihadapannya, yaitu ketika mereka sedang menjadi orang yang penting, mereka lupa akan hal-hal tersebut. Namun, ketika semuanya itu sudah sirna di hadapannya, yang sibuk sudah menjadi tidak sibuk, yang pegawai (karyawan) menjadi pensiun dan yang militer sudah menjadi purnawirawan, mereka semua ini baru sadar akan pentingnya hal-hal tersebut. Orang-orang semacam ini masih beruntung karena penundaan mereka masih membuahkan hasil dan tidak sia-sia. Akan tetapi, alangkah ruginya bagi orang-orang yang suka menunda-nunda amal saleh, akan tetapi maut segera menjemputnya dengan tiba-tiba. Alangkah sia-sianya penundaan mereka. Oleh karena itu, Rasul saw mengingatkan kepada kita dalam sabdanya, "Ada dua kenikmatan, kebanyakan manusia terlena dengan keduanya (sehingga mereka tidak diberkahi Allah), yaitu kesehatan dan kesempatan." (HR Al-Bukhari)
Dalam riwayat yang lain Rasul saw pernah memberi nasihat kepada Ibnu Umar, "… dan (manfaatkanlah) kesehatanmu sebelum datang waktu sakitkanmu…."
Akhirnya, kita memohon kepada Allah agar diberi-Nya kekutan untuk mempersiapkan bekal selama hidup di dunia ini dengan mengabdi kepada-Nya, sehingga kita bisa mempertanggungjawabkan keempat hal tersebut di hadapannya dengan benar dan penuh kemudahan, amin.
Share:

Dunia dan akhirat harus seimbang?

Dunia dan akhirat harus seimbang?
Sudah menjadi kelaziman pada saat ini, sering kali masyarakat banyak(terutama kaum sosialis) berkata ‘Dunia dan Akhirat itu Mesti Seimbang’.
Bagaimana mestinya umat Muslim bersikap?Benarkah kebutuhan dunia dan akhirat itu harus seimbang?
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”[QS. Adz Dzaariyaat:56]
“Katakanlah: “Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”[QS. Al An’aam:162]
“(Bagi mereka) kesenangan (sementara) di dunia, kemudian kepada Kami-lah mereka kembali, kemudian Kami rasakan kepada mereka siksa yang berat, disebabkan kekafiran mereka.”[QS. Yunus:70]
Allah subhanahu wata’ala sudah menjelaskan dalam firman-firman-Nya bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara, dan akhirat lah yang kekal. Lantas bagaimana mungkin kita menyamakan antara dunia dan akhirat, menyamakan kebutuhannya, menyamakan porsinya dalam menjalankan kehidupan? Sementara tujuan akhir kita adalah akhirat itu sendiri.
Akal diciptakan untuk memahami ilmu/wahyu, berupa Qur’an dan Sunnah. Jika kita berpikir dengan akal, hidup di dunia ini hanya sementara (63 tahun, jika berpatok pada umur baginda shallallaahu ‘alaihi wasallam), sedangkan akhirat itu kekal. Dimana letak kesamaannya?Sudah semestinya kita memberi porsi yang lebih untuk bekal hidup kita di akhirat. Mengisi setiap hari yang dilalui dengan ibadah dan rasa syukur, tidak hanya sibuk dengan kegiatan keduniawian.
KESENANGAN DUNIA SEMENTARA
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“…Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”[QS. Al Baqarah:126]
“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.”[QS. Al Mu’min:39-40]
BERASAL DARI KAUM DUNIAWI, MATERIALIS, LIBERALIS DAN SOSIALIS
Sehingga tidak diragukan lagi bahwa perkataan ‘Dunia dan Akhirat itu Mesti Seimbang’ itu bukan berasal dari Islam, tetapi dari kaum yang cinta dunia melebihi akhirat. Dan ini merupakan ciri-ciri orang kafir. Mereka sengaja merusak aqidah orang Muslim untuk mencintai kehidupan dunia melebihi akhirat. Karena mereka (kaum kafir) tidak akan senang terhadap orang Muslim hingga orang Muslim memeluk agamanya.
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahanam; dan Jahanam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.”[QS. Ali ‘Imran:196-197]
DUNIA TEMPAT SENDA GURAU SESAAT
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.”[QS. Al ‘Ankabuut:64]
“Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu.”[QS. Muhammad:36]
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”[QS. Al An’aam:32]
“Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda-gurau, dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia…”[QS. Al An’aam:70]
DUNIA UNTUK BERSYUKUR/BERIBADAH
Manusia tidaklah diciptakan melainkan untuk beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala. Dan terhadap segala nikmat yang diberikan manusia wajib bersyukur, salah satunya dalam bentuk shalat. Karena rasa syukur tidak hanya ditunjukkan dengan kata-kata tetapi dengan perbuatan.
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“…Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.[QS. Ibrahim:7]
“…dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”[QS. An Nahl:114]
PERINTAH UNTUK PERBANYAK IBADAH DAN LARANGAN DURHAKA
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.”[QS. Al Israa’:79]
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai (nya).”[QS. Al Mu’min:14]
“Akan tetapi (aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allah dan risalah-Nya. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.”[QS. Al Jin:23]
ANCAMAN BAGI YANG MENGINGKARI
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada azab akhirat. Hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi) nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk).”[QS. Hud:103]
“(yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia telah menipu mereka”. Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.”[QS. Al A’raaf:51]
“… Katakanlah: “Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka.”[QS. Az Zumar:8]
ZUHUDNYA KAUM SALAF
“Umat terdahulu selamat (jaya) karena teguhnya keyakinan dan zuhud. Dan umat terakhir kelak akan binasa karena kekikiran (harta dan jiwa) dan cita-cita kosong.” [Ibnu Abi Ad-Dunia]
“Barangsiapa zuhud di dunia maka ringan baginya segala musibah.”[HR. Asysyihaab]
Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat. Maka zuhud terhadap dunia maksudnya apabila berbuat bukan demi mendapatkan nilai duniawi tetapi semata-mata Lillah, maka sama saja baginya mendapat pujian atau mendapat celaan manusia. Dengan kata lain zuhud itu berarti menjalankan kehidupan untuk tujuan dunia itu hanya sekedarnya saja. Karena yang utama adalah kehidupan kekal di akhirat. Dan segala ibadah yang dilakukan hanya karena Allah ta’ala.
Kaum salaf (sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in), merupakan kaum paling zuhud di dunia (sesudah Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam). Memenuhi kebutuhan dunia hanya sekedarnya saja, maka tidak megherankan jika kehidupan mereka tidak jauh dari kesederhanaan, jika tidak dikatakan kemiskinan. Makan dan minum secukupnya, tetapi dalam beribadah mereka begitu taat, dan tidak tertandingi oleh kaum zaman sesudahnya.
Dari Abul-Abbas Sahl bin Sa’d As-Sa’idi radhiallahu ‘anhu dia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkan aku suatu amal, jika aku lakukan akau akan dicintai Allah dan dicintai oleh manusia. “Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya dicintai Allah dan zuhud lah terhadap apa yang dimiliki orang lain, niscaya mereka akan mencintaimu.”[HR Ibnu Majah dan lain-lain]
Jadi berhati-hatilah dalam mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat, karena kaum liberalis dan kafir tidak akan pernah senang dengan tegaknya syari’at Islam. Mereka akan selalu berusaha merusak aqidah kaum Muslimin dengan doktrin-doktrinnya hingga kaum Muslimin ingkar terhadap ajarannya. Mencintai dunianya melebihi cintanya terhadap kehidupan akhiratnya.
Share:

Hikmah Kematian

Hikmah Kematian
Kehidupan berlangsung tanpa disadari dari detik ke detik. Apakah anda tidak menyadari bahwa hari-hari yang anda lewati justru semakin mendekatkan anda kepada kematian sebagaimana juga yang berlaku bagi orang lain?
Seperti yang tercantum dalam ayat “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.” (QS. 29:57) tiap orang yang pernah hidup di muka bumi ini ditakdirkan untuk mati. Tanpa kecuali, mereka semua akan mati, tiap orang. Saat ini, kita tidak pernah menemukan jejak orang-orang yang telah meninggal dunia. Mereka yang saat ini masih hidup dan mereka yang akan hidup juga akan menghadapi kematian pada hari yang telah ditentukan. Walaupun demikian, masyarakat pada umumnya cenderung melihat kematian sebagai suatu peristiwa yang terjadi secara kebetulan saja.
Coba renungkan seorang bayi yang baru saja membuka matanya di dunia ini dengan seseorang yang sedang mengalami sakaratul maut. Keduanya sama sekali tidak berkuasa terhadap kelahiran dan kematian mereka. Hanya Allah yang memiliki kuasa untuk memberikan nafas bagi kehidupan atau untuk mengambilnya.
Semua makhluk hidup akan hidup sampai suatu hari yang telah ditentukan dan kemudian mati; Allah menjelaskan dalam Quran tentang prilaku manusia pada umumnya terhadap kematian dalam ayat berikut ini:
Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. 62:8)
Kebanyakan orang menghindari untuk berpikir tentang kematian. Dalam kehidupan modern ini, seseorang biasanya menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang sangat bertolak belakang [dengan kematian]; mereka berpikir tentang: di mana mereka akan kuliah, di perusahaan mana mereka akan bekerja, baju apa yang akan mereka gunakan besok pagi, apa yang akan dimasak untuk makan malam nanti, hal-hal ini merupakan persoalan-persoalan penting yang sering kita pikirkan. Kehidupan diartikan sebagai sebuah proses kebiasaan yang dilakukan sehari-hari. Pembicaraan tentang kematian sering dicela oleh mereka yang merasa tidak nyaman mendengarnya. Mereka menganggap bahwa kematian hanya akan terjadi ketika seseorang telah lanjut usia, seseorang tidak ingin memikirkan tentang kematian dirinya yang tidak menyenangkannya ini. Sekalipun begitu ingatlah selalu, tidak ada yang menjamin bahwa seseorang akan hidup dalam satu jam berikutnya.
Tiap hari, orang-orang menyaksikan kematian orang lain di sekitarnya tetapi tidak memikirkan tentang hari ketika orang lain menyaksikan kematian dirinya. Ia tidak mengira bahwa kematian itu sedang menunggunya!
Ketika kematian dialami oleh seorang manusia, semua “kenyataan” dalam hidup tiba-tiba lenyap. Tidak ada lagi kenangan akan “hari-hari indah” di dunia ini. Renungkanlah segala sesuatu yang anda dapat lakukan saat ini: anda dapat mengedipkan mata anda, menggerakkan badan anda, berbicara, tertawa; semua ini merupakan fungsi tubuh anda. Sekarang renungkan bagaimana keadaan dan bentuk tubuh anda setelah anda mati nanti.
Dimulai saat anda menghembuskan napas untuk yang terakhir kalinya, anda tidak ada apa-apanya lagi selain “seonggok daging”. Tubuh anda yang diam dan terbujur kaku, akan dibawa ke kamar mayat. Di sana, ia akan dimandikan untuk yang terakhir kalinya. Dengan dibungkus kain kafan, jenazah anda akan di bawa ke kuburan dalam sebuah peti mati. Sesudah jenazah anda dimasukkan ke dalam liang lahat, maka tanah akan menutupi anda. Ini adalah kesudahan cerita anda. Mulai saat ini, anda hanyalah seseorang yang namanya terukir pada batu nisan di kuburan.
Selama bulan-bulan atau tahun-tahun pertama, kuburan anda sering dikunjungi. Seiring dengan berlalunya waktu, hanya sedikit orang yang datang. Beberapa tahun kemudian, tidak seorang pun yang datang mengunjungi.
Sementara itu, keluarga dekat anda akan mengalami kehidupan yang berbeda yang disebabkan oleh kematian anda. Di rumah, ruang dan tempat tidur anda akan kosong. Setelah pemakaman, sebagian barang-barang milik anda akan disimpan di rumah: baju, sepatu, dan lain-lain yang dulu menjadi milik anda akan diberikan kepada mereka yang memerlukannya. Berkas-berkas anda di kantor akan dibuang atau diarsipkan. Selama tahun-tahun pertama, beberapa orang masih berkabung akan kepergian anda. Namun, waktu akan mempengaruhi ingatan-ingatan mereka terhadap masa lalu. Empat atau lima dasawarsa kemudian, hanya sedikit orang saja yang masih mengenang anda.
Tak lama lagi, generasi baru muncul dan tidak seorang pun dari generasi anda yang masih hidup di muka bumi ini. Apakah anda diingat orang atau tidak, hal tersebut tidak ada gunanya bagi anda.
Sementara semua hal ini terjadi di dunia, jenazah yang ditimbun tanah akan mengalami proses pembusukan yang cepat. Segera setelah anda dimakamkan, maka bakteri-bakteri dan serangga-serangga berkembang biak pada mayat tersebut; hal tersebut terjadi dikarenakan ketiadaan oksigen. Gas yang dilepaskan oleh jasad renik ini mengakibatkan tubuh jenazah menggembung, mulai dari daerah perut, yang mengubah bentuk dan rupanya. Buih-buih darah akan meletup dari mulut dan hidung dikarenakan tekanan gas yang terjadi di sekitar diafragma. Selagi proses ini berlangsung, rambut, kuku, tapak kaki, dan tangan akan terlepas. Seiring dengan terjadinya perubahan di luar tubuh, organ tubuh bagian dalam seperti paru-paru, jantung dan hati juga membusuk. Sementara itu, pemandangan yang paling mengerikan terjadi di sekitar perut, ketika kulit tidak dapat lagi menahan tekanan gas dan tiba-tiba pecah, menyebarkan bau menjijikkan yang tak tertahankan. Mulai dari tengkorak, otot-otot akan terlepas dari tempatnya. Kulit dan jaringan lembut lainnya akan tercerai berai. Otak juga akan membusuk dan tampak seperti tanah liat. Semua proses ini berlangsung sehingga seluruh tubuh menjadi kerangka.
Tidak ada kesempatan untuk kembali kepada kehidupan yang sebelumnya. Berkumpul bersama keluarga di meja makan, bersosialisasi atau memiliki pekerjaan yang terhormat; semuanya tidak akan mungkin terjadi.
Singkatnya, “onggokkan daging dan tulang” yang tadinya dapat dikenali; mengalami akhir yang menjijikkan. Di lain pihak, anda – atau lebih tepatnya, jiwa anda – akan meninggalkan tubuh ini segera setelah nafas anda berakhir. Sedangkan sisa dari anda – tubuh anda – akan menjadi bagian dari tanah.
Ya, tetapi apa alasan semua hal ini terjadi?
Seandainya Allah ingin, tubuh ini dapat saja tidak membusuk seperti kejadian di atas. Tetapi hal ini justru menyimpan suatu pesan tersembunyi yang sangat penting
Akhir kehidupan yang sangat dahsyat yang menunggu manusia; seharusnya menyadarkan dirinya bahwa ia bukanlah hanya tubuh semata, melainkan jiwa yang “dibungkus” dalam tubuh. Dengan lain perkataan, manusia harus menyadari bahwa ia memiliki suatu eksistensi di luar tubuhnya. Selain itu, manusia harus paham akan kematian tubuhnya – yang ia coba untuk miliki seakan-akan ia akan hidup selamanya di dunia yang sementara ini -. Tubuh yang dianggapnya sangat penting ini, akan membusuk serta menjadi makanan cacing suatu hari nanti dan berakhir menjadi kerangka. Mungkin saja hal tersebut segera terjadi.
Walaupun setelah melihat kenyataan-kenyataan ini, ternyata mental manusia cenderung untuk tidak peduli terhadap hal-hal yang tidak disukai atau diingininya. Bahkan ia cenderung untuk menafikan eksistensi sesuatu yang ia hindari pertemuannya. Kecenderungan seperti ini tampak terlihat jelas sekali ketika membicarakan kematian. Hanya pemakaman atau kematian tiba-tiba keluarga dekat sajalah yang dapat mengingatkannya [akan kematian]. Kebanyakan orang melihat kematian itu jauh dari diri mereka. Asumsi yang menyatakan bahwa mereka yang mati pada saat sedang tidur atau karena kecelakaan merupakan orang lain; dan apa yang mereka [yang mati] alami tidak akan menimpa diri mereka! Semua orang berpikiran, belum saatnya mati dan mereka selalu berpikir selalu masih ada hari esok untuk hidup.
Bahkan mungkin saja, orang yang meninggal dalam perjalanannya ke sekolah atau terburu-buru untuk menghadiri rapat di kantornya juga berpikiran serupa. Tidak pernah terpikirkan oleh mereka bahwa koran esok hari akan memberitakan kematian mereka. Sangat mungkin, selagi anda membaca artikel ini, anda berharap untuk tidak meninggal setelah anda menyelesaikan membacanya atau bahkan menghibur kemungkinan tersebut terjadi. Mungkin anda merasa bahwa saat ini belum waktunya mati karena masih banyak hal-hal yang harus diselesaikan. Namun demikian, hal ini hanyalah alasan untuk menghindari kematian dan usaha-usaha seperti ini hanyalah hal yang sia-sia untuk menghindarinya:
Katakanlah: “Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kamu terhindar dari kematian) kamu tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali sebentar saja.” (QS. 33:16)
Manusia yang diciptakan seorang diri haruslah waspada bahwa ia juga akan mati seorang diri. Namun selama hidupnya, ia hampir selalu hidup untuk memenuhi segala keinginannya. Tujuan utamanya dalam hidup adalah untuk memenuhi hawa nafsunya. Namun, tidak seorang pun dapat membawa harta bendanya ke dalam kuburan. Jenazah dikuburkan hanya dengan dibungkus kain kafan yang dibuat dari bahan yang murah. Tubuh datang ke dunia ini seorang diri dan pergi darinya pun dengan cara yang sama. Modal yang dapat di bawa seseorang ketika mati hanyalah amal-amalnya saja.
Share:

Saat 7 Langkah orang terakhir meniggalkan kubur kita, datanglah Malaikat kepadamu dan bertanya :

Saat 7 Langkah orang terakhir meniggalkan kubur kita, datanglah Malaikat kepadamu dan bertanya :
Tanya : Man Rabbuka? Siapa Tuhanmu?
Jawab : Allahu Rabbi. Allah Tuhanku.
Tanya : Man Nabiyyuka? Siapa Nabimu?
Jawab : Muhammadun Nabiyyi. Muhammad Nabiku
Tanya : Ma Dinuka? Apa agamamu?
Jawab : Al-Islamu dini. Islam agamaku
Tanya : Man Imamuka? Siapa imammu?
Jawab : Al-Qur’an Imami. Al-Qur’an Imamku
Tanya : Aina Qiblatuka? Di mana kiblatmu?
Jawab : Al-Ka’batu Qiblati. Ka’bah Qiblatku
Tanya : Man Ikhwanuka? Siapa saudaramu?
Jawab : Al-Muslimun Wal-Muslimat Ikhwani.
Muslimin dan Muslimah saudaraku.. Jawabannya sangat sederhana bukan? Tapi apakah sesederhana itukah kelak kita akan menjawabnya?
Saat tubuh terbaring sendiri di perut bumi.
Saat kegelapan menghentak ketakutan.
Saat tubuh menggigil gemetaran.
Saat tiada lagi yang mampu jadi penolong. Ya, tak
akan pernah ada seorangpun yang mampu menolong kita.
Selain amal kebaikan yang telah kita perbuat selama hidup di dunia…
Astaghfirullahal ‘Adzim…
Ampunilah kami Ya Allah… Kami hanyalah hamba-Mu yang berlumur dosa dan maksiat..
Sangat hina diri kami ini di hadapan-Mu.. Tidak pantas rasanya kami meminta dan selalu meminta maghfirah-Mu.. Sementara kami selalu melanggar larangan-Mu..
Ya Allah…
Izinkan kami untuk senantiasa bersimpuh memohon maghfirah dan rahmat-Mu..
Tunjukkanlah kami jalan terang menuju cahaya- Mu.. Tunjukkanlah kami pada jalan yang lurus. Agar kami tidak sesat dan tersesatkan… Aaammiiiinn……
Share:

10 PINTU REZEKI...

10 PINTU REZEKI...
............................
Bismillahirrahmanirrahim.
1. MEMPERBANYAK ISTIGHFAR.
Allah swt berfirman: “Maka Aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Robb mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Nescaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, membanyak harta dan anak-anakmu, mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Qs. Nuh: 10-12)
Al-Qurtubi berkata, “Dalam ayat ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa istighfar merupakan salah satu cara diturunkan rezeki dan hujan.
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa memperbanyak istighfar (memohon ampun pada Allah), nescaya Allah menggantikan setiap kesempitan menjadi jalan keluar, setiap kesedihan menjadi kelapangan dan Allah akan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka.” ( Abu Daud)
2. BERTAKWA KEPADA ALLAH
Allah berfirman: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, nescaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Qs. Ath-Thalaq: 2-3).
Ibnu Katsir berkata, “Maknanya, barangsiapa yang bertakwa kepada Allah dengan melakukan apa yang diperintahkan Nya dan meninggalkan apa yang dilarang Nya, nescaya Allah akan memberinya jalan keluar, serta rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam fikirannya.”
3. BERTAWAKAL KEPADA ALLAH
Nabi Muhammad saw bersabda, “Sungguh, seandainya kalian betawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, nescaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana rezeki burung-burung, mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang di petang hari dalam keadaan kenyang.” (Ahmad dan Tirmizi)
4. RAJIN BERIBADAH
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman, “Wahai anak Adam!, beribadahlah sepenuhnya kepada Ku, nescaya Aku penuhi (hatimu) di dalam dada dengan kekayaan dan Aku penuhi keperluanmu. Jika kalian tidak lakukan yang sedemikian, nescaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak aku penuhi keperluanmu (kepada manusia).” ( Tirmizi, Ahmad, dan Ibnu Majah).
5. HAJI DAN UMRAH
Firman Allah swt, “Lakukanlah haji dan umrah, kerana sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa, sebagaimana api dapat menghilangkan karat besi, emas, dan perak. Dan tidak ada pahala haji yang mabrur kecuali syurga.” (Ahmad, Tirmizi, dan An-Nasa`i).
6. MENJAGA SILATURAHIM
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka hendaknya ia menyambung (tali) silaturahim.” (Bukhari).
7. BANYAK BERSEDEKAH
Allah berfirman, “Katakanlah: ‘Sesungguhnya Robb ku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki Nya di antara hamba-hamba Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki Nya)’, dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (Qs. Saba`: 39).
Rasulullah saw bersabda dalam hadis Qudsi, “Wahai anak Adam, bersedekahlah, nescaya Aku memberi rezeki kepadamu.” (Abu Daud).
8. MEMBANTU PENUNTUT ILMU
Disebutkan sebuah kisah, “Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah saw. Salah seorang daripadanya mendatangi nabi dan (saudaranya) yang lain bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu pada nabi, maka Baginda saw bersabda, “Mudah-mudahan engkau diberi rezeki dengan sebab dia.” (Tirmizi, Hakim).
9. MEMBANTU ORANG LEMAH
Rasulullah saw bersabda, “Bantulah orang-orang lemah, kerana kalian diberi rezeki dan ditolong lantaran orang-orang lemah di antara kalian.” (Muslim dan An-Nasa`i).
10. BERHIJRAH
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, nescaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak.” (Qs. An-Nisa`: 100).
Moga kita sama-sama mengambil manfaat dan diberikan kemudahan oleh Allah untuk melakukannya dengan istiqamah…
Share:

Kisah Ali bin Abi Thalib Dengan Sepuluh Orang Khawarij

Kisah Ali bin Abi Thalib Dengan Sepuluh Orang Khawarij
Kaum Khawarij pernah mendengar hadis dari Rasulluah yang mengatakan bahwa “Aku adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintunya”. Mendengar hadis tersebut, kaum Khawarij ingin menguji Ali dengan beberapa pertanyaan, apa Ali memang benar-benar pintar atau tidak. Kemudian dikumpulkanlah sepuluh golangan dari kaum Khawarij dan diutuslah para pembesar dari sepuluh golongan tersbut. Setiap pembesar akan menanyakan satu pertanyaan yang sama. Kalau semua pertanyaan itu dijawab dengan jawaban yang berbeda, maka Ali memang benar-benar pintar dan alim.
Orang pertama: “Hai Ali, Apa yang lebih utama, Ilmu atau Harta? Ali menjawab: “Ilmu lebih utama dari harta”. Apa alasannya, kata orang khawarij tersebut. Ali menjawab: “Ilmu adalah warisan para Nabi, sedangkan harta adalah warisan dari Qorun, Fir’aun dan lainnya”. Setelah mendapat jawabannya orang tersbut pergi.
Orang kedua: “Hai Ali, Apa yang lebih utama, Ilmu atau Harta? Ali menjawab: “Ilmu lebih utama dari harta”. Apa alasannya, kata orang khawarij tersebut. Ali menjawab: “Kalau Ilmu, ia yang akan menjaga kita, sedangkan harta kita yang menjaganya”. Pulanglah penanya yang kedua dengan jawaban yang berbeda.
Orang ketiga: “Hai Ali, Apa yang lebih utama, Ilmu atau Harta? Ali menjawab: “Ilmu lebih utama dari harta”. Apa alasannya, kata orang khawarij tersebut. Ali menjawab: “Orang yang banyak harta akan mendapat musuh yang banyak, sedangkan orang yang banyak ilmu, akan mendapat teman yang banyak”.
Orang keempat: “Hai Ali, Apa yang lebih utama, Ilmu atau Harta? Ali menjawab: “Ilmu lebih utama dari harta”. Apa alasannya, kata orang khawarij tersebut. Ali menjawab: “Apabila harta digunakan, maka akan berkurang. Tapi kalau ilmu digunakan dan diamalkan akan bertambah”.
Orang kelima: “Hai Ali, Apa yang lebih utama, Ilmu atau Harta? Ali menjawab: “Ilmu lebih utama dari harta”. Apa alasannya, kata orang khawarij tersebut. Ali menjawab: “Orang yang memiliki harta akan mendapat panggilan bakhil, sedangkan orang yang memiliki ilmu akan mendapat panggilan mulia”.
Orang keenam: ““Hai Ali, Apa yang lebih utama, Ilmu atau Harta? Ali menjawab: “Ilmu lebih utama dari harta”. Apa alasannya, kata orang khawarij tersebut. Ali menjawab: “Hara dijaga agar tidak diambil pencuri, tetapi ilmu tidak dijaga dari pencuri”.
Orang ketujuh: “Hai Ali, Apa yang lebih utama, Ilmu atau Harta? Ali menjawab: “Ilmu lebih utama dari harta”. Apa alasannya, kata orang khawarij tersebut. Ali menjawab: “Harta akan dipertanggungjawabkan pada hari kiamat, sedangkan ilmu membawa syafaat pada hari kiamat”.
Orang kedelapan: “Hai Ali, Apa yang lebih utama, Ilmu atau Harta? Ali menjawab: “Ilmu lebih utama dari harta”. Apa alasannya, kata orang khawarij tersebut. Ali menjawab: “Harta akan lenyap ketika habis masanya, sedangkan ilmu tidak akan lenyap”.
Orang kesembilan: “Hai Ali, Apa yang lebih utama, Ilmu atau Harta? Ali menjawab: “Ilmu lebih utama dari harta”. Apa alasannya, kata orang khawarij tersebut. Ali menjawab: “Harta membuat keras hati, sedangkan ilmu menerangi hati”.
Orang kesepuluh: “Hai Ali, Apa yang lebih utama, Ilmu atau Harta? Ali menjawab: “Ilmu lebih utama dari harta”. Apa alasannya, kata orang khawarij tersebut. Ali menjawab: “Orang yang memiliki harta menghambakan diri kepada harta, tetapi orang yang memiliki ilmu adalah orang yang menghambakan diri kepada Allah”.
Berapa pertanyaan pun yang kalian tanyakan kepadaku kata Ali, akan aku jawab dengan jawaban yang berbeda. Karena ilmu itu hidup, tidak pernah mati dan selalu berkembang. Akhirnya, para pembesar Khawarij yang sepuluh orang itu masuk Islam semuanya.
Dari cerita di atas bisa kita ambil hikmah atau pelajaran yang sangat berharga kepada kita. Cerita di atas mengajarkan kepada kita agar senantiasa menuntut ilmu sampai kapan pun, karena ilmu tidak akan pernah mati, ilmu akan selalu hidup dan berkembang terus menerus. Cerita tersebut juga mengajarkan kepada kita agar senantiasa lebih mengutamakan ilmu dari pada harta, karena ilmu sifatnya abadi, sedangkan harta sifatnya hanya sementara dan akan musnah mengikuti zaman.
Untuk itu, marilah kita senantiasa menuntut ilmu, karena dengan ilmu kita akan memperoleh harta, jabatan, kekuasaan, dan lain sebagainya. Orang yang berilmu akan mendapat derajat yang tinggi, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Mudah-mudahan kita termasuk orang yang lebih mengutamakan ilmu daripada harta. Amin ya rabbal ‘alamin……
cerita hasil terjemahan dari kitab Al-Mawaizu Al-‘Ushfuriyyah
Share:

CARA MUDAH MENIKMATI MUSIBAH

CARA MUDAH MENIKMATI MUSIBAH
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ..... Musibah selalu datang dan pergi, menghiasi hari-hari dalam kehidupan manusia. Ada yang menghadapi dan menyikapinya secara arif, sehingga musibah itu mendatangkan berb
agai kebaikan.
Tapi tidak sedikit yang keliru menyikapinya, sehingga musibah justru semakin memperpanjang penderitaan. Tentu kita ingin sekali mengetahui dan meng uasai sikap positif dalam menghadapi musibah.
Tapi sebelumnya, mari kita waspadai dahulu beberapa sikap yang keliru menghadapi musibah.
1. Memandang musibah sebagai kekejaman Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) atau kebencian Allah SWT terhadap manusia. Seakan-akan Allah SWT tidak memiliki kasih sayang. Maka musibah tidak membuatnya menjadi sadar serta menyesali kekhilafannya, tetapi membuatnya semakin membenci dan menjauhi Allah SWT. Inilah yang dinyatakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku.” (Al-Fajr [89]: 16)
2. Tidak mau mengambil pelajaran. Bisa jadi sesungguhnya musibah datang akibat sikap dan perbuatan kita yang lalai atau banyak berbuat zalim karena mengikuti hawa nafsu. Karena itu musibah sebenarnya berfungsi untuk menyadarkan kita dari kesalahan ini. Tapi, banyak di antara manusia yang mengabaikannya. Fiman Allah SWT:
“Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar” (Al-Baqarah [2]: 12)
3. Merasa kecewa dan sedih yang mendalam dan berlarut-larut. Inilah yang menjadi respon otomatis kebanyakan orang ketika tertimpa musibah. Mereka mengeluh sepanjang waktu dan menyalahkan orang lain. Bahkan tidak sedikit yang berputus asa. Padahal sikap seperti ini tidak sedikitpun bisa mengubah musibah yang telah berlalu. Firman Allah SWT:
“Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih” (Hud [11]: 9)
4. Menolak musibah dengan berbuat syirik. Sering kali kita saksikan kejahilan terjadi di tengah masyarakat yang terkadang dilakukan bukan oleh orang-orang awam saja, tetapi juga orang-orang berpendidikan. Misalnya tradisi memulai pembangunan gedung atau jembatan dengan menanam kepala kerbau, sedekah bumi, nyadran, larung sesaji, dan sejenisnya untuk menghindari bencana.
Padahal semua itu jelas-jelas tindakan bodoh karena tidak ada yang dapat memberikan manfaat serta madharat selain Allah SWT. Permohonan keselamatan kepada selain Allah SWT merupakan perbuatan syirik yang sangat dibenci-Nya. Alih-alih dapat menyelamatkan musibah, malah justru mengundang kemurkaan Allah SWT.
5. Menyesal ketika musibah datang, tetapi mengulang kembali kesalahan yang sama setelah waktu berlalu. Banyak di antara kita yang begitu ketakutaan, memohon pertolongan dan ampunan Allah SWT saat-saat musibah itu datang. Tetapi setelah beberapa saat musibah itu berlalu kita melupakannya, dan kembali seperti semula. Firman Allah SWT:
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan” (Yunus [10]: 12)
Tips Praktis menikmati Musibah ...
1. Muhasabah Diri ...
Lakukan muhasabah (evaluasi diri) mengapa musibah itu terjadi? Adakah itu merupakan ujian yang diberikan Allah SWT untuk kita sebagai peningkatan kualitas keimanan? Atau musibah tersebut merupakan teguran atas kekeliruan kita dalam mengelola serta memanfaatkan sumber-sumber daya yang diamanahkan kepada kita, serta atas kesalahan dan dosa-dosa yang kita lakukan kepada Allah SWT?
Muhasabah ini sangat penting agar kita menyadari titik kesalahan dan kekeliruan kita. Sehingga kita dapat bertindak lebih baik di masa-masa selanjutnya.
2. Menerima dengan Ridha ...
Terimalah musibah yang kita hadapi dengan hati yang ridha. Jikapun kita tidak ridha dengan apa yang terjadi, hal itu tidak akan bisa mengubah apa yang telah berlalu. Dengan keridhaan justru hati menjadi tenang, pikiran menjadi jernih dan lapang untuk menemukan solusi.
Sehingga kita dapat bangkit dengan penuh ketegaran melewati musibah tersebut. Sikap ridha juga akan mendatangkan keridhan serta rahmat Allah SWT atasnya. Firman Allah SWT:
“Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata: “Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan kepada kami sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah.” (At-Taubah [9]: 59)
3. Bersabar ...
Musibah itu selalu terasa pahit dan tidak menyenangkan. Tetapi orang yang sabar akan berusaha menahan perasaan pahit itu dengan ketegaran dan keteguhan hati. Ia menahan diri untuk tidak mengeluh, bersedih yang berkepanjangan atau meratapinya.
Hal ini akan berbuah kecintaan Allah SWT, di mana Dia kemudian akan menggantinya dengan pertolongan serta ganjaran Surga.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) bersabda: “Setiap sesuatu yang menimpa seorang muslim, seperti kelelahan dan penyakit, juga kegelisahan dan kesedihan, serta aniaya atau kegalauan; hingga duri yang mengenainya, niscaya Allah hapuskan dosa-dosanya.”
4. Bertaubat jika Bersalah ...
Adakalanya musibah itu diberikan oleh Allah SWT untuk mengingatkan kita atas kesalahan dan kekeliruan yang kita lakukan. Maksudnya adalah agar kita segera sadar dan kembali ke jalan yang benar.
Jika kita telah menyadari bahwa ada kekhilafan yang telah kita lakukan, maka bersegeralah untuk bertaubat, yaitu dengan menyesali kesalahan tersebut, berjanji untuk tidak mengulanginya dan berusaha untuk menggantinya dengan amal yang lebih baik.
5. Memahami Sunnatullah ...
Boleh jadi ibadah kita sudah mantap, akhlak juga sudah baik, tetapi jika perilaku kita terhadap lingkungan di sekitar kita tidak sesuai dengan sunnatullah, maka musibah pun akan tetap datang. Maka kita harus memperbaiki perilaku kita agar tidak bertentangan dengan sunnatullah.
6. Besyukur ...
Seorang mukmin yang memiliki kualitas iman yang tinggi bukan saja menerima musibah yang datang dengan sabar serta ridha, bahkan dia dapat bersyukur. Dia menyadari bahwa sesungguhnya musibah yang ditimpakan kepadanya sesungguhnya masih belum seberapa dibandingkan dengan yang diterima orang lain.
Ini akan menjadikan ia terus bersyukur, karena merasa Allah SWT masih sayang kepadanya. Ia yakin masih ada nikmat iman dan Islam yang lebih berharga dari dunia dan seluruh isinya.
7. Tetap Optimis ...
Tidak ada alasan untuk berputus asa, harapan hari esok lebih baik selalu terbuka. Kesenangan itu tidak akan terasa jika tidak ada kesedihan. Sehat juga tidak akan terasa jika tidak ada sakit.
Harapan yang baik pasti diberikan Allah SWT kepada setiap orang, sebagaimana dijanjikan oleh-Nya:
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Al-Insyirah [94]: 5-6).
8. Mendekatkan diri kepada Allah ...
Puncak dari semua ikhtiar yang kita lakukan untuk menghindari dan menerima musibah itu dengan sebaik-baiknya adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kita sadar bahwa Dia mencintai dan menyayangi kita.
Maka, apa pun yang diberikan, kita tidak akan menolak-Nya. Dan kita akan tetap setia untuk mencintai-Nya, mentaati perintah-Nya serta meninggalkan larangan-Nya.
Benarlah apa yang disabdakan oleh Baginda Rasulullah SAW: “Alangkah menakjubkannya kondisi orang yang beriman, karena seluruh urusannya adalah baik. Dan hal itu hanya terjadi pada orang-orang yang beriman.
Yaitu jika ia mendapatkan kesenangan maka ia bersyukur, dan itu adalah kebaikan baginya. Dan jika ia tertimpa kesulitan maka iapun bersabar; dan itu menjadi kebaikan baginya.”
Wallahu a’lam bish shawab... Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah ..
Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...
Salam Terkasih .. Dari Sahabat Untuk Sahabat ...
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
~ o ~
Salam santun dan keep istiqomah ...
--- Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini ... Itu hanyalah dari kami ... dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan ... ----
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ... Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....
Share:

Tafsir surah Al Ghaasyiyah (Hari Kiamat) 1 - 7

Tafsir surah Al Ghaasyiyah (Hari Kiamat) 1 - 7
1. Sudahkah sampai kepadamu berita tentang hari Kiamat
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan beberapa peristiwa pada hari Kiamat dan bahwa
malapetakanya menimpa makhluk secara merata.
Hari Kiamat disebut Al Ghaasyiyah, karena malapetakanya merata menimpa makhluk.
2. Pada hari itu banyak wajah yang tertunduk terhina.
Pada hari Kiamat, manusia terbagi menjadi dua golongan; golongan penghuni surga dan golongan
penghuni neraka. Adapun golongan yang menjadi penghuni neraka maka sebagaimana diterangkan dalam
ayat di atas wajahnya tertunduk hina.
Karena hina dan terbuka aibnya.
3. (karena) bekerja keras lagi kepayahan.
Menurut Syaikh As Sa’diy, yakni kelelahan dalam azab sambil menyeret mukanya, sedangkan mukanya
diliputi oleh api. Bisa juga maksud firman Allah Ta’ala, “Pada hari itu banyak wajah yang tertunduk
terhina-- (karena) bekerja keras lagi kepayahan.” Adalah di dunia, karena keadaan mereka di dunia sebagai
ahli ibadah dan suka beramal, namun karena tidak ada syaratnya, yaitu iman, maka pada hari Kiamat menjadi
debu yang dihambur-hamburkan. Maksud ini meskipun secara makna bisa saja, namun tidak ditunjukkan
oleh siyaaqul kalaam (susunan kalimatnya), bahkan yang benar dan sudah pasti adalah maksud pertama
karena dibatasi dengan zharf (keterangan waktunya), yaitu pada hari Kiamat. Di samping itu, maksud yang
diinginkan di sini adalah menerangkan sifat penghuni neraka secara umum, sedangkan kemungkinan
maksudnya seperti itu adalah bagian kecil dari penghuni neraka jika melihat kepada para penghuninya.
Demikian juga karena kalimatnya sedang menerangkan meratanya malapetaka hari Kiamat, sehingga tidak
ada pembicaraan mengenai keadaan mereka di dunia.
4. mereka memasuki api yang sangat panas (neraka).
Yang meliputi mereka dari segala tempat.
5. diberi minum dari sumber mata air yang sangat panas.
Dalam ayat lain disebutkan, “Jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan
air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat
istirahat yang paling jelek.” (Terj. Al Kahfi: 29).
6.Tidak ada makanan bagi mereka selain dari pohon yang berduri,
7. yang tidak menggemukkan dan tidak menghilangkan lapar
Tujuan dari makan adalah agar tercapai salah satu di antara kedua tujuan ini; menghilangkan lapar atau
menggemukkan badannya dari kurus. Adapun makanan penghuni neraka, maka tidak dapat memenuhi tujuan
itu, bahkan makanannya pahit, bau dan busuk, nas’alullahas salaamah wal ‘aafiyah.
Share:

Total Pageviews