MOTIVASI HIDUP ISLAM

Visit Namina Blog

Monday, 31 August 2015

Jika Anda memiliki suami yang shalih, janganlah sekali-kali menyakitinya.

Jika Anda memiliki suami yang shalih, janganlah sekali-kali menyakitinya. Jangan mendurhakainya. Sebab jika Anda melakukannya, Allah akan murka. Selain itu, bidadari surga juga akan marah dan mengeluarkan ancaman yang Anda tidak mendengarnya, namun Rasulullah telah mengabarkan isinya.
Yakni bidadari surga calon istri suami shalih itu akan melaknat dan mendoakan kecelakaan bagi wanita yang menyakiti suami shalih tanpa alasan yang benar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ تُؤْذِى امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُورِ الْعِينِ لاَ تُؤْذِيهِ قَاتَلَكِ اللَّهُ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيلٌ يُوشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا
“Jika seorang istri menyakiti suaminya di dunia, maka calon istrinya dari kalangan bidadari akan megatakan: ‘Janganlah engkau menyakitinya. Semoga Allah mencelakakanmu sebab ia hanya sementara berkumpul denganmu. Sebentar lagi ia akan berpisah denganmu dan akan kembali kepada kami.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Ibnu Majah memberikan judul “wanita yang menyakiti suaminya” untuk hadits ini. Sedangkan Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin memasukkan hadits ini dalam bab kewajiban istri pada suami.
Hadits ini merupakan ancaman untuk wanita yang menyakiti suaminya tanpa alasan yang benar. Khususnya suami yang shalih. Entah dengan perkataan kasar, sikap yang keterlaluan, atau berbagai bentuk pembangkangan.
Hadits ini juga merupakan nasehat kepada wanita muslimah untuk menjaga hubungan baik dengan suaminya. Hendaklah ia taat dan berakhlak mulia. Jika pasangan suami istri muslim dan muslimah saling mencintai dan bersatu dalam ketaatan di dunia, mereka akan kembali menjadi pasangan suami istri di surga. Sebaliknya, jika suami shalih namun istrinya tidak shalihah, tidak mentaatinya, suka menyakiti serta mendurhakainya, maka ancaman bidadari itu akan menjadi nyata. Mereka akan berpisah dan bisa jadi si istri masuk neraka karena kedurhakaannya pada suami, dan sang suami yang masuk surga akan menjadi suami bagi bidadari-bidadari yang dulu telah memberikan ancaman pada wanita yang menyakiti laki-laki tersebut.
Semoga setiap muslimah dimudahkan Allah untuk berbakti kepada suaminya.

Share:

- Berbicara Ketika Wudhu -


Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum. Pak Ustadz, apakah boleh kita berwudhu sambil bicara? Jazakumullah khairan.
Jawaban:
Bismillah.

Madzhab Malikiyah menegaskan dimakruhkannya berbicara tanpa dibutuhkan, yang isinya selain dzikir kepada Allah. Sementara menurut madzhab Syafi’iyah, Hanafiyah, dan Hambali, berbicara ketika wudhu di luar kebutuhan hukumnya kurang utama. Artinya lebih diutamakan diam.
Imam al-Buhuti Al-Hambali dalam Kasyaful Qana’ mengatakan:
ولا يسن الكلام على الوضوء، بل يكره؛ قاله جماعة، قال في الفروع: والمراد بغير ذكر الله، كما صرح به جماعة، والمراد بالكراهية ترك الأولى…مع أن ابن الجوزي وغيره لم يذكروه فيما يكره
“Tidak dianjurkan untuk berbicara ketika berwudhu, bahkan dimakruhkan. Ini adalah pendapat sekelompok ulama. Maksud makruhnya berbicara di sini adalah berbicara yang isinya bukan dzikir kepada Allah, sebagaimana keterangan sekelompok ulama. Dan makna makruh dalam masalah ini adalah: kurang afdhal… Sementara itu, Ibnul Jauzi dan beberapa ulama lainnya, menganggap berbicara ketika wudhu sebagai perbuatan yang tidak dimakruhkan. (Lihat Kasyaful Qana’, 1:103)
Sebagai catatan penting, tidak ada satupun ulama yang mengharamkan berbicara ketika wudhu. Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah ditegaskan:
ولم يحرم الحديث أثناء الوضوء أحد، فهو جائز مع الكراهة وتركه أولى
“Tidak ada satupun ulama yang mengharamkan berbicara ketika wudhu. Karena itu, berbicara pada saat wudhu dibolehkan, hanya saja hukumnya makruh, kurang utama.” (Fatawa Syabakah, no. 14793)
Allahu a’lam.
Share:

- Hukum Berbicara di Kamar Mandi -

- Hukum Berbicara di Kamar Mandi -
Pertanyaan, “Apa hukum berbicara di kamar mandi?”
إذا دعت الحاجة إليه لا بأس،
Jawaban Syaikh Ibnu Baz, “Jika ada kebutuhan untuk berbicara ketika berada di dalam kamar mandi, hukumnya tidaklah mengapa.
وإن لم تدع الحاجة تركه أولى،
Akan tetapi jika tidak ada kebutuhan maka menghindarinya adalah suatu hal yang lebih baik.
فإذا دعت الحاجة ينبه أحد أو يقول افعلوا كذا، للحاجة فلا بأس.
Jika ada kebutuhan semisal mengingatkan seseorang atau memerintahkan untuk mengambilkan sesuatu maka hukumnya adalah tidak mengapa”.
Catatan:
Keterangan di atas menunjukkan bahwa hukum berbicara ketika berada di kamar mandi adalah makruh. Kaedah fikih mengatakan bahwa hukum makruh itu berubah menjadi mubah ketika ada kebutuhan.
Share:

- Kapan shalat witir dianjurkan sebelum tidur? -


Ada hadits dari Abu Hurairah tentang wasiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya. Abu Hurairah berkata,
أَوْصَانِى خَلِيلِى – صلى الله عليه وسلم – بِثَلاَثٍ صِيَامِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَرَكْعَتَىِ الضُّحَى ، وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ
“Kekasihku yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kepadaku tiga wasiat: (1) berpuasa tiga hari setiap bulannya, (2) mengerjakan dua rakaat shalat Dhuha, (3) mengerjakan witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari no. 1981).
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengatakan, “Disunnahkan melakukan witir di awal malam (sebelum tidur) karena dua kondisi:
1- Khawatir tidak bisa bangun di akhir malam.
2- Melaksanakan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) lalu ditutup dengan witir. Yang afdhol memang adalah mengikuti imam mengerjakan witir di awal malam. Boleh pula ia genapkan shalat witir yang ia lakukan bersama imam. Namun baiknya tetap tidak menggenapkan seperti itu. Siapa yang ingin shalat lagi di akhir malam, maka ia boleh mengerjakannya tanpa witir lagi. Karena dalam hadits lainnya disebutkan,
لَا وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ
“Tidak ada dua witir dalam satu malam.“(HR Abu Daud) (Syarh ‘Umdatul Ahkam, hal. 364).
Share:

- Hakikat Orang yang Berdzikir -

- Hakikat Orang yang Berdzikir -
Ibnul Jauzy rahimahullah :
« ليس الذاكر من قال سبحان الله والحمد لله وقلبه مصر على الذنوب؛ وإنما الذاكر من إذا هم بمعصية ذكر مقامه بين يدي علام الغيوب »
"Orang yang berdzikir itu bukan orang yang hanya mengucapkan subhanallah wal hamdulillah sedangkan hatinya terus menerus terjerat dosa. Akan tetapi hakekat orang yang berdzikir adalah orang yang jika punya keinginan untuk bermaksiat dia teringat bahwa dia akan berdiri dihadapan Allah, Dzat yang mengetahui perkara ghaib."
[التذكرة في الوعظ]
Share:

- Usia Anak Laki-Laki Bisa Menjadi Mahram Saat Safar -


Tanya: Anak laki2 bisa dijadikn mahrom umur brp? Nuwun
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Kesimpulan dari keterangan para ulama, anak laki-laki bisa menjadi mahram bagi wanita di keluarganya dengan beberapa syarat,
> Baligh
> Berakal
> Mempunyai kemampuan (qudrah)

Berikut beberapa keterangan ulama,
Keterangan Ibnu Abidin – ulama hanafi –,
وقد اشترط في المحرم العقل والبلوغ
Disyaratkan untuk aturan mahram, harus berakal dan baligh. (Hasyiyah Ibn Abidin, 3/41)
Ibnu Qudamah – ulama hambali – mengatakan,
ويشترط في المحرم أن يكون بالغاً عاقلاً، قيل لأحمد: فيكون الصبي محرماً؟ قال: لا، حتى يحتلم؛ لأنه لا يقوم بنفسه فكيف يخرج مع المرأة! وذلك لأن المقصود بالمحرم حفظ المرأة ولا يحصل إلا من البالغ العاقل فاعتبر ذلك
Untuk mahram, disyaratkan harus baligh, dan berakal. Imam Ahmad ditanya, “Apakah anak kecil bisa jadi mahram?” Jawab Beliau, “Tidak, sampai dia baligh. Karena anak kecil tidak bisa ngurusi dirinnya sendiri, bagaimana dia bisa keluar safar bersama wanita!” Sementara tujuan adanya mahram adalah menjaga si wanita. Sehingga tidak mungkin tujuan itu terwujud, kecuali dari orang yang baligh dan berakal. Perhatikan hal ini. (al-Mughni, 3/192).
Share:

- Hindari Buruk Sangka -

- Hindari Buruk Sangka -
Ibnu Hajar mengatakan:
لا يمنعك سوء ظنك بنفسك و كثرة ذنوبك أن تدعو ربك فإنه أجاب دعاء إبليس حين قال
رب فانظرني إلى يوم يبعثون
(فتح الباري, جزء ١١ ص ١٦٨)
Buruk sangka anda terhadap diri sendiri dan dosa anda yang menggunung semestinya tak menghalangi anda untuk berdoa kepada Allah. Karena Dialah yang telah mengabulkan doa iblis ketika berucap
Wahai Rabb, tangguhkanlah aku hingga hari mereka dibangkitkan.
[Fath al-Baariy, juz 11 hal 168]
Share:

- Bantu Suamimu untuk Sukses!! -


Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَزِيدُ فِى الْعُمْرِ إِلاَّ الْبِرُّ
“Tidak ada yang bisa menambah usia, selain berbuat baik.” (HR. Ahmad, Turmudzi, Ibn Majah dan dihasankan al-Albani).
al-Munawi menjelaskan,
لأن البرّ يطيب عيشه فكأنما زيد في عمره
‘Berbuat baik akan mengantarkan hidup semakin nyaman. Sehingga seolah-olah usianya ditambah.’ (at-Taisir bi Syarh al-Jami’ as-Shagir, 1/570).
Terlebih ketika seseorang berbuat baik kepada orang tua, tentu balasannya akan semakin besar.
Karena itu, telah menjadi sunnatullah, anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya, lebih sukses dibandingkan mereka yang kurang berbakti.
Kepada para istri, anda tentu mendambakan suami yang sukses. Bantulah suami anda untuk berbakti kepada orang tuanya. Semoga mengantarkannya untuk sukses…
Share:

- Hukuman Bagi yang Meninggalkan Shalat -


Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Kaum Muslimin tidak berselisih pendapat bahwa meninggalkan shalat wajib dengan sengaja termasuk dosa besar yang terbesar, dan bahwa dosanya di sisi Allâh lebih besar daripada dosa membunuh, merampas harta orang, berzina, mencuri, dan minum khamr. Dan bahwa pelakunya menghadapi hukuman Allah, kemurkaanNya, dan kehinaan dariNya di dunia dan akhirat.
Kemudian ulama berbeda pendapat tentang (hukum) bunuh terhadapnya, tentang cara (hukum) bunuh terhadapnya, dan tentang kekafirannya.
(Imam) Sufyân bin Sa’id ats-Tsauri, Abu ‘Amr al-Auza’i, Abdullâh bin al-Mubârak, Hammad bin bin Zaid, Waki’ bin al-Jarrah, Mâlik bin Anas, Muhammad bin Idris asy-Syâfi’i, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahûyah dan murid-murid, mereka berfatwa bahwa orang yang meninggalkan shalat di (hukum) bunuh. Kemudian mereka berbeda pendapat tentang cara (hukum) bunuh terhadapnya. Mayoritas mereka berkata, “Dibunuh dengan pedang dengan cara dipenggal lehernya”. Sebagian pengikut imam Syâfi’i berkata, “Dia dipukul dengan kayu sampai dia shalat atau dia mati”. Ibnu Suraij berkata, “Dia ditusuk dengan pedang sampai mati, karena hal itu lebih sempurna di dalam menghentikannya dan lebih diharapkan untuk kembali (taubat)”. [Ash-Shalat wa Hukmu Tarikiha, hlm. 29-30]
Hukum bunuh tersebut tentu penguasa yang berhak melakukan setelah pelakunya diminta untuk bertaubat dan melakukan shalat, namun dia menolaknya.
Inilah sedikit keterangan mengenai kedudukan shalat yang sangat agung di dalam agama Islam, dan bahaya meninggalkannya. Semoga Allâh Subhanahu wa Ta’ala selalu menolong kita untuk melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya. Aamiin.
Share:

- Bahaya Tidak Menjaga Lisan -


Salah satu bahaya tidak menjaga lisan adalah menyebabkan pelakunya dimasukkan ke dalam api neraka meskipun itu hanyalah perkataan yang dianggap sepele oleh pelakunya. Sebagaimana hal ini banyak dijelaskan dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam salah satunya adalah hadits yang telah disebutkan di atas.
Atau dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ketika beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang amalan yang dapat memasukkannya ke dalam surga dan menjauhkannya dari neraka, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang rukun iman dan beberapa pintu-pintu kebaikan, kemudian berkata kepadanya: “Maukah kujelaskan kepadamu tentang hal yang menjaga itu semua?” kemudian beliau memegang lisannya dan berkata: “Jagalah ini” maka aku (Mu’adz) tanyakan: “Wahai Nabi Allah, apakah kita akan disiksa dengan sebab perkataan kita?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Semoga ibumu kehilanganmu! (sebuah ungkapan agar perkataan selanjutnya diperhatikan). Tidaklah manusia tersungkur di neraka di atas wajah mereka atau di atas hidung mereka melainkan dengan sebab lisan mereka.” (HR. At-Tirmidzi)
Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata mengenai makna hadits di atas, “Secara dzahir hadits Mu’adz tersebut menunjukkan bahwa perkara yang paling banyak menyebabkan seseorang masuk neraka adalah karena sebab perkataan yang keluar dari lisan mereka. Termasuk maksiat dalam hal perkataan adalah perkataan yang mengandung kesyirikan, dan syirik itu sendiri merupakan dosa yang paling besar di sisi Allah Ta’ala. Termasuk maksiat lisan pula, seseorang berkata tentang Allah tanpa dasar ilmu, ini merupakan perkara yang mendekati dosa syirik. Termasuk di dalamnya pula persaksian palsu, sihir, menuduh berzina (terhadap wanita baik-baik) dan hal-hal lain yang merupakan bagian dari dosa besar maupun dosa kecil seperti perkataan dusta, ghibah dan namimah. Dan segala bentuk perbuatan maksiat pada umumnya tidaklah lepas dari perkataan-perkataan yang mengantarkan pada terwujudnya (perbuatan maksiat tersebut). (Jami’ul Ulum wal Hikaam)
Share:

- Pentingnya Menjaga Waktu -


Inilah nasehat berharga dari para ulama kita. Sungguh di zaman ini, kita akan melihat banyak orang yang menyia-nyiakan waktu dan umurnya dengan sia-sia. Kebanyakan kita saat ini hanya mengisi waktu dengan maksiat, lalai dari ketaatan dan ibadah, dan gemar melakukan hal yang sia-sia yang membuat lalai dari mengingat Allah. Padahal kehidupan di dunia ini adalah kehidupan yang sangat singkat, tetapi kebanyakan kita lalai memanfaatkan waktu yang telah Allah berikan. Pada tulisan kali ini, kami akan menyajikan perkataan-perkataan ulama terdahulu mengenai pentingnya menjaga waktu. Semoga dengan merenungkan nasehat para ulama berikut, kita dapat menjadi lebih baik dan tidak menjadi orang yang menyia-nyiakan waktu.
Ketahuilah bahwa Engkau Seperti Hari-harimu
Hasan Al Bashri mengatakan,
ابن آدم إنما أنت أيام كلما ذهب يوم ذهب بعضك
“Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Tatkala satu hari itu hilang, maka akan hilang pula sebagian dirimu.”[1]
Waktu Pasti akan Berlalu, Beramallah
Ja’far bin Sulaiman berkata bahwa dia mendengar Robi’ah menasehati Sufyan Ats Tsauri,
إنما أنت أيام معدودة، فإذا ذهب يوم ذهب بعضك، ويوشك إذا ذهب البعض أن يذهب الكل وأنت تعلم، فاعمل.
“Sesungguhnya engkau adalah kumpulan hari. Jika satu hari berlalu, maka sebagian dirimu juga akan hilang. Bahkan hampir-hampir sebagian harimu berlalu, lalu hilanglah seluruh dirimu (baca: mati) sedangkan engkau mengetahuinya. Oleh karena itu, beramallah.”[2]
Waktu Bagaikan Pedang
Imam Asy Syafi’i rahimahullah pernah mengatakan,
صحبت الصوفية فلم أستفد منهم سوى حرفين أحدهما قولهم الوقت سيف فإن لم تقطعه قطعك
“Aku pernah bersama dengan orang-orang sufi. Aku tidaklah mendapatkan pelajaran darinya selain dua hal. Pertama, dia mengatakan bahwa waktu bagaikan pedang. Jika kamu tidak memotongnya (memanfaatkannya), maka dia akan memotongmu.”
Jika Tidak Tersibukkan dengan Kebaikan, Pasti akan Terjatuh pada Perkara yang Sia-sia
Lanjutan dari perkataan Imam Asy Syafi’i di atas, “Kemudian orang sufi tersebut menyebutkan perkataan lain:
ونفسك إن أشغلتها بالحق وإلا اشتغلتك بالباطل
Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).”[3]
Waktu Berlalu Begitu Cepatnya
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Waktu manusia adalah umurnya yang sebenarnya. Waktu tersebut adalah waktu yang dimanfaatkan untuk mendapatkan kehidupan yang abadi, penuh kenikmatan dan terbebas dari kesempitan dan adzab yang pedih. Ketahuilah bahwa berlalunya waktu lebih cepat dari berjalannya awan (mendung).
Barangsiapa yang waktunya hanya untuk ketaatan dan beribadah pada Allah, maka itulah waktu dan umurnya yang sebenarnya. Selain itu tidak dinilai sebagai kehidupannya, namun hanya teranggap seperti kehidupan binatang ternak.”
Kematian Lebih Layak Bagi Orang yang Menyia-nyiakan Waktu
Lalu Ibnul Qoyyim mengatakan perkataan selanjutnya yang sangat menyentuh qolbu, “Jika waktu hanya dihabiskan untuk hal-hal yang membuat lalai, untuk sekedar menghamburkan syahwat (hawa nafsu), berangan-angan yang batil, hanya dihabiskan dengan banyak tidur dan digunakan dalam kebatilan (baca: kesia-siaan), maka sungguh kematian lebih layak bagi dirinya.”[4]
Janganlah Sia-siakan Waktumu Selain untuk Mengingat Allah
Dari Abdullah bin Abdil Malik, beliau berkata, “Kami suatu saat berjalan bersama ayah kami di atas tandunya. Lalu dia berkata pada kami, ‘Bertasbihlah sampai di pohon itu.’ Lalu kami pun bertasbih sampai di pohon yang dia tunjuk. Kemudian nampak lagi pohon lain, lalu dia berkata pada kami, ‘Bertakbirlah sampai di pohon itu.’ Lalu kami pun bertakbir. Inilah yang biasa diajarkan oleh ayah kami.”[5]
Ya Allah, mudahkanlah kami selaku hamba-Mu untuk memanfaatkan waktu ini dalam ketaatan dan dijauhkan dari kelalaian. Amin Yaa Mujibas Saailin.
Share:

- Jagalah Allah dan Allah akan Menjagamu -


Menurut para ulama, menjaga Allah artinya menjaga batasan-batasan-Nya, hak-hak, perintah-perintah, serta larangan-larangan-Nya. Bentuk aplikasinya adalah dengan berkomitmen untuk menjalankan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, dan tidak melampaui batasan yang dilarang oleh-Nya. Jika semua itu dikerjakan, maka ia termasuk orang yang menjaga Allah sebaik-baiknya.2 Pemilik kriteria inilah yang disanjung oleh Allah Ta’ala,
هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ
“(Kepada mereka dikatakan), “Inilah nikmat yang dijanjikan kepadamu, kepada setiap hamba yang senantiasa bertobat (kepada Allah) dan menjaga (segala peraturan-peraturan-Nya).” (QS. Qaf: 32)
Di antara hak-hak Allah yang paling agung yang wajib dijaga oleh seorang hamba adalah memurnikan segala bentuk ibadah hanya kepada-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Mu’adz, “Wahai Mu’adz, tahukah engkau apa hak Allah atas hamba-Nya?” Mu’adz menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Kemudian Rasulullah bersabda, ‘Hak Allah atas hamba-Nya adalah beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya.” (HR. Bukhari: 2856 dan Muslim: 48)
Juga termasuk upaya menjaga Allah adalah menjaga shalat agar senantiasa tepat pada waktunya.
Demikian juga termasuk dalam upaya menjaga Allah adalah menjaga lisan dari segala bentuk kedustaan, perkataan kotor, adu domba, menggunjing, dan menjaga kemaluan serta menundukkan pandangan.
Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda;
اضْمَنُوالِيسِتًّامِنْأَنْفُسِكُمْأَضْمَنْلَكُمْالْجَنَّةَ،اُصْدُقُواإذَاحَدَّثْتُمْ،وَأَوْفُواإذَاوَعَدْتُمْ،وَأَدُّواإذَااؤْتُمِنْتُمْ،وَاحْفَظُوافُرُوجَكُمْ،وَغُضُّواأَبْصَارَكُمْ،وَكُفُّواأَيْدِيَكُمْ
“Jika kalian bisa menjamin enam hal, maka aku akan jamin kalian masuk surga: [1] Jujurlah dalam berucap; [2] tepatilah janjimu; [3] tunaikanlah amanatmu; [4] jaga kemaluanmu; [5] tundukkan pandanganmu; [6] dan jaga perbuatanmu.” (HR. Al Hakim:8066 dan Ibnu Hibban: 107)3
Jika seseorang telah menjaga Allah dengan menjaga hak, perintah, dan larangan-Nya, maka konsekuensinya Allah akan mengganti dengan yang lebih baik. Yaitu, “Niscaya Allah akan menjagamu.” Orang yang bersedia untuk menjaga Allah maka Allah akan membalasnya dengan penjagaan pula, bahkan penjagaan Allah tentu lebih baik.
Share:

- Berhubungan Badan Saat Sudah Berhenti Haid Tapi Belum Mandi -


Pertanyaan:
Bismillah. Ustadz, menyetubuhi istri ketika haid sudah selesai, tetapi belum bersuci, apakah ada kafarahnya? Bolehkah kafarah tersebut diberikan dengan memutihkan utang seseorang yang senilai dengannya? Syukran wa jazakallahu khair.
Jawaban:
Bismillah.
Melakukan hubungan dengan istri yang sedang haid di tempat keluarnya darah haid adalah perbuatan yang haram. Berdasarkan firman Allah,
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, ‘Haid itu kotoran. Karena itu, jauhilah wanita di tempat keluarnya darah haid (kemaluan). Janganlah kalian mendekatinya (jima’) sampai dia suci. Apabila dia (istrimu) telah mandi maka datangilah dia dari tempat sesuai dengan yang Allah perintahkan ….’” (Q.S. Al-Baqarah:222)
Barang siapa yang melakukannya maka dia wajib bertobat dan membayar kafarah berupa sedekah dengan satu atau setengah dinar. Hal ini berdasarkan hadis riwayat Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah, yang dinilai sahih oleh Al-Albani; dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa orang yang mendatangi istrinya ketika haid bersedekah satu dinar atau setengahnya.
Tentang jumlah dinar yang pasti untuk dikeluarkan, apakah satu ataukah setengah, ini dilihat dari masa haid ketika orang ini melakukan hubungan. Ketika seseorang melakukan hubungan pada saat darah masih deras maka dia bersedekah satu dinar. Akan tetapi, jika hubungan itu terjadi ketika darah yang keluar tidak terlalu banyak maka dia bersedekah setengah dinar.
Adapun orang yang melakukan hubungan dengan istri setelah putus darah haid, namun belum mandi, pendapat yang kuat: hukumnya terlarang dan pelakunya berdosa. Pendapat ini berdasarkan firman Allah di atas, yang artinya, “Janganlah kalian mendekatinya (jima’) sampai dia suci. Apabila dia (istrimu) telah mandi maka datangilah dia ….”
Allah belum mengizinkan seseorang untuk melakukan hubungan dengan istri yang haid, sampai dia mandi. Karena itu, pelakunya harus bertobat dan membayar kafarah dengan sedekah setengah dinar.
Catatan: satu dinar senilai 4,25 gram emas. (Disimpulkan dari Fatwa Islam: Tanya-Jawab, di bawah bimbingan Syekh Muhammad bin Shaleh Al-Munajjid)
Share:

- Do’a Pagi Hari Rasulullah -

- Do’a Pagi Hari Rasulullah -
Rasulullah apabila di pagi hari beliau berdzikir, “Ashbahna ‘ala fithratil Islam wa kalimatil ikhlas wa diini nabiyyina Muhammadin wa millati abiina Ibraahim, haniifan, musliman, wa maa ana minal musyrikin”(Kami berada di pagi hari dalam fitrah Islam di atas kalimat ikhlas, di atas agama nabi kami Muhammad dan ajaran bapak kami Ibrahim, yang lurus, sebagai seorang muslim dan aku bukan termasuk orang-orang yang musyrik)
Share:

- Hukum Keluar Kantor Saat Jam Kerja -


Karyawan atau pegawai memiliki kewajiban untuk masuk kantor dan berada di kantor selama jam kantor atau jam kerja yang telah disepakati baik di kantor ada pekerjaan yang perlu dilakukan atau pun tidak. Karena bekerja kepada orang lain adalah transaksi ijarah (jasa) mengharuskan hal ini, yaitu tetap di tempat kerja meski tidak ada pekerjaan.
Karyawan atau pegawai itu tergolong ajir khos. Ajir khos adalah orang yang diambil manfaat atau jasanya dalam ukuran waktu tertentu sehingga seorang karyawan memiliki kewajiban untuk mengkhususkan jam kerja yang disepakati hanya untuk pekerjaan saja. Seandainya permasalahan masuk kerja itu diserahkan kepada karyawan tentu banyak instansi baik negeri atau swasta bubar dan berbagai pekerjaan akan terbengkalai karenanya. Inilah ketentuan asal dalam dunia kepegawaian dan karyawan yaitu karyawan itu tergolong ajir khos yang memiliki kewajiban bekerja selama waktu tertentu.
Akan tetapi tentu saja ada pengecualian dalam hal ini yaitu jika ada kebutuhan yang mengharuskan seorang karyawan keluar dari tempat kerja karena keperluan pekerjaan atau kepentingan yang tidak bisa ditunda setelah jam kerja. Dalam kondisi ini, seorang karyawan boleh meninggalkan tempat kerja asal seizin pimpinan.
Sedangkan untuk pimpinan kantor boleh keluar kantor manakala ada kebutuhan mendesak yang tidak bisa ditunda setelah jam kerja. Hendaknya dia perlakukan dirinya dalam hal ini sebagaimana layaknya umumnya karyawan. Tidak boleh baginya untuk memberikan toleransi kepada dirinya dalam masalah keluar dari tempat kerja lebih longgar daripada toleransi yang berlaku untuk karyawan. Seorang pimpinan harus bisa menjadi teladan yang baik untuk bawahannya dengan bersikap lebih ketat untuk diri sendiri melebihi sikap ketat kepada bawahannya.
Realita menunjukkan bahwa jika para bawahan melihat atasannya sering keluar maka mereka pun bermudah-mudah dalam masalah keluar dari tempat kerja dan bekerja pun dengan seenaknya. Sehingga terjadilah dampak buruk yang besar karenanya.
Kepala kantor tidak boleh beralasan bahwa dia bisa memantau bawahannya melalui telepon genggam untuk bermudah-mudah meninggalkan kantor tanpa ada keperluan yang mendesak.
Demikian pula ngantor setelah jam kantor bukanlah alasan karena kewajiban kerja wajib dikerjakan pada waktunya, tidak boleh di luar waktunya. Pekerjaan itu termasuk amanah yang dibebankan kepada seseorang yang wajib dijalankan dengan penuh amanah baik ada pimpinan yang mengawasi atau tidak.
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah itu memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah.” (QS. An Nisa: 58).
Ketika menjelaskan ayat di atas Ibnu Katsir mengatakan, “Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk menunaikan amanah dengan baik. Dalam sebuah hadis dari Samurah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أد الأمانة إلى من ائتمنك، ولا تخن من خانك
‘Tunaikan amanah orang yang memberi amanah kepadamu dan janganlah engkau mengkhianati orang yang mengkhianatimu.’ (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan).
Amanah dalam ayat di atas mencakup semua amanah yang menjadi kewajiban seseorang baik berupa hak Allah semisal menjalankan sholat, membayar zakat, membayar kaffarah, melaksanakan nadzar, berpuasa dll. yang menjadi amanah seseorang yang boleh jadi orang lain tidak mengetahuinya. Demikian pula mencakup amanah yang diberikan oleh sesama manusia semisal titipan ataupun amanah selainnya yang modal pokoknya adalah kepercayaan sehingga sering sekali tanpa saksi dan bukti tertulis. Semua amanah tersebut Allah perintahkan agar dijalankan dengan baik, siapa saja yang tidak menjalankan dengan baik di dunia, maka dia akan mempertanggungjawabkannya di akherat nanti.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1:673).
Tidaklah berbagai pekerjaan terbengkalai kecuali karena pimpinan kantor bermudah-mudah untuk keluar kantor tanpa ada keperluan yang jelas. Sebaliknya suatu instansi yang pimpinan kantornya on time dalam masalah masuk kantor dan jarang keluar kantor kecuali untuk keperluan kantor para karyawannya akan disiplin dan bekerja dengan baik. Suatu hal yang sepatutnya disadari oleh para pimpinan kantor bahwa di antara tugas yang dibebankan kepada dirinya adalah mengawasi, memantau, mengevaluasi, dan mengarahkan bawahan serta membuat bawahan menyadari adanya pimpinan yang mengawasi dan memantau mereka.
Share:

- Menjamak Shalat karena Sibuk Kerja -


Syaikh Sholih al Fauzan mengatakan, “Terkait pertanyaan yang disampaikan bahwa penanya disibukkan dengan pekerjaan yang dibebankan kepadanya sehingga terkadang tidak memungkinkan untuk mengerjakan sholat pada waktunya lantas apa yang semestinya dia lakukan?
Kami katakan, Anda berkewajiban untuk memperhatikan sikon. Jika waktu sholat sudah tiba sebelum pekerjaan mulai dilakukan maka Anda wajib mengerjakan sholat pada awal waktu sholat sebelum melakukan aktivitas kerja.
Sedangkan jika waktu sholat baru tiba di tengah-tengah berjibaku dengan pekerjaan, jika memungkinkan untuk mengerjakan sholat pada saat kerja maka Anda wajib mengerjakan sholat saat jam kerja. Allah berfirman yang artinya, “Bertakwalah kepada Allah semaksimal kemampuan kalian.” (QS. At Taghabun:16)
Namun jika tidak memungkinkan bagi Anda untuk mengerjakan sholat dengan berhenti sejenak di tengah pekerjaan yang menjadi kewajiban dan waktu sholat berakhir sebelum pekerjaan selesai dan sholat tersebut adalah sholat yang bisa dijamak dengan sholat setelahnya, maka Anda bisa berniat untuk melakukan jamak ta’khir, semisal zhuhur dengan ashar atau maghrib dengan isya. Anda boleh mengerjakan sholat dengan cara jamak ta’khir menimbang sikon yang Anda hadapi yaitu Anda tidak mampu mengerjakan sholat yang pertama pada waktunya.
Mudah-mudahan hal ini termasuk sebab yang membolehkan untuk menjamak sholat bagi Anda karena pekerjaan yang Anda lakukan tidak memungkinkan untuk ditinggalkan meski hanya sejenak (semisal dokter yang akan/sedang mengoperasi, pen.) dan tidak mungkin mengerjakan sholat di tengah kesibukan kerja.
Kesimpulannya, Anda berkewajiban untuk memberikan perhatian terhadap sholat dan memperhatikan firman Allah yang artinya “Bertakwalah kalian kepada Allah semaksimal kemampuan kalian.” (QS. At Taghabun:16)” (Fatawa Muhimmah li Muwazhzhaf al Ummah, Hal 4).
Share:

- Cara Shalat Taubat -


Tanya :
Assalamu ‘alaikum, Ustadz. Saya ingin bertanya: bagaimana tata cara shalat taubat dan ayat-ayat apa yang harus dibaca? Terima kasih atas penjelasan Ustadz.

Jawab :
Bismillah.

Dalil tentang disyariatkannya shalat taubat
Dari Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ رَجُلٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا ثُمَّ يَقُومُ فَيَتَطَهَّرُ ثُمَّ يُصَلِّى ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ إِلاَّ غَفَرَ لَهُ
“Apabila ada orang yang melakukan suatu perbuatan dosa, kemudian dia berwudhu dengan sempurna, lalu dia mendirikan shalat dua rakaat, dan selanjutnya dia beristigfar memohon ampun kepada Allah, maka Allah pasti mengampuninya.” (HR. Ahmad 48, Abu Daud 1523, Turmudzi 408, dan dishahihkan al-Albani)
Tata Cara Shalat Taubat
> Berwudhu dengan sempurna (sesuai sunah)
> Shalat dua rakaat, tata caranya sama dengan shalat pada umumnya
> Tidak ada bacaan khusus ketika shalat. Anda bisa membaca al-Fatihah kemudian membaca surat apapun yang anda hafal.
> Berusaha khusyuk dalam shalatnya, karena teringat dengan dosa yang baru saja dia lakukan.
> Beristigfar dan memohon ampun kepada Allah setelah shalat.
> Tidak ada bacaan istigfar khusus untuk shalat taubat. Bacaan istigfarnya sama dengan bacaan istigfar lainnya, misalnya: astaghfirullah wa atuubu ilaih…

Inti dari shalat taubat adalah memohon ampun kepada Allah, dengan menyesali perbuatan dosa yang telah dia lakukan dan bertekad untuk tidak mengulanginya.
Share:

- 10 Cara Menolak Kejahatan Orang yang Hasad -


Al Imam Al Hafizh Ibnul Qayyim berkata selepas menjelaskan tentang hasad, sihir,dan ‘ain: “Kejahatan orang yang hasad terhadap yang dihasadi dapat ditolak dengan 10 cara, diantaranya:
1. Berlindung Kepada Allah Dari Kejahatannya
2. Bertakwa Kepada Allah
3. Bersabar Atas Musuhnya
4. Bertawakkal Kepada Allah
5. Mengosongkan Hati Dengan Tidak Memikirkannya
6. Bertaqarrub Dan Mengikhlaskan Diri Untuk Allah
7. Memurnikan Taubat Untuk Allah
8. Bersedekah Dan Berbuat Kebajikan Semampunya
9. Memadamkan Kedengkian Permusuhan Dan Gangguan Orang Dengan Berbuat Baik Kepadanya
10. Memurnikan Tauhid Untuk Allah
Share:

- Mengajarkan Hadis pada Anak -


Tanamkan pada diri anak kecintaan kepada Nabi shallallahu’alaihiwasallam. Ini merupakan pilar syahadat Muhammad Rasulullah. Dan masalah ini perlu kita utamakan. Sebab jiwa manusia secara umum pada periode perkembangannya akan berusaha menyerupai pribadi paling kuat yang ada di sekelilingnya, dan kemudian meniru serta meneladaninya.
Pendidikan Islam menuntut anak kecil maupun dewasa agar meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam. Karena beliau adalah teladan terbaik yang tak akan tergantikan. Beliau manusia paling sempurna dan utusan Allah ta’ala yang paling utama.
Pada hakikatnya, segala bencana dan penyakit yang menimpa umat manusia merupakan salah satu dampak menjauhi teladan yang baik dan enggan meneladani Nabi shallallahu’alaihiwasallam. Idola-idola baru bermunculan. Ironisnya sekarang ini, banyak sekali sosok yang diidolakan adalah pribadi yang sangat jauh dari bimbingan Ilahi. Maka tak mengherankan jika anak-anak tumbuh menjadi generasi yang menyimpang. Hidup mereka hampa dari ajaran sunnah dan sangat jauh dari petunjuk Allah. Mereka lebih cenderung kepada sikap glamour yang dicontohkan oleh idola mereka.
Dan setan berwujud manusia yang mereka idolakan itu akan menggiring mereka semakin menjauh dari agamanya. Dari sini kita menyadari urgensi kepribadian yang diteladani oleh anak kita.
Allah ta’ala menjelaskan bahwa tidak ada teladan yang lebih baik daripada Nabi shallallahu’alaihi wasallam dalam firman-Nya,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. (Yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat serta ia banyak mengingat Allah”. QS. Al-Ahzab : 21.
Apabila kecintaan kepada Nabi shallallahu’alaihiwasallam telah tertanam, niscaya jiwa anak akan tergerak menujuk kebaikan dan semangat keislamannya akan meningkat. Hal ini akan mendorongnya kepada setiap kebaikan dan memecahkan berbagai persoalan. Demikian pula segala musibah yang menimpa akan terasa ringan.
Di antara upaya untuk menumbuhkan kecintaan anak kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam adalah dengan mengajarkan sejarah hidup beliau. Yang akan memberikan gambaran kepada mereka tentang Nabi shallallahu’alaihiwasallam dalam segala kondisi dan keadaan beliau. Demikian juga mengiringinya dengan sejarah para sahabat, tabi’in dan orang-orang salih.
Termasuk perkara penting dalam masalah ini adalah menanamkan kecintaan anak kepada hadits-hadits Nabi shallallahu’alaihiwasallam dan segera melaksanakannya. Biasakanlah mereka membaca, menghafal dan mengamalkannya. Jangan lupa untuk memberikan pengajaran dan penjelasan singkat tentang hadits-hadits Nabi shallallahu’alaihiwasallam sesuai yang mereka butuhkan.
Pengajaran tersebut bisa diawali dari hal-hal yang ringan. Seperti adab keseharian. Contohnya adab makan, masuk dan keluar kamar mandi, berbicara dan lain-lain. Ajari anak untuk makan serta minum dengan tangan kanan. Masuk kamar mandi dengan mendahulukan kaki kiri. Mengucapkan salam saat masuk rumah. Menjaga kesopanan dalam berbicara. Demikian secara bertahap diajarkan kepada putra-putri kita. Sehingga mereka betul-betul selalu terikat dengan panutan kita semua; Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam.
Share:

Sebaiknya Jangan Buka Sosmed/Facebook Sebelum Mengerjakan Tugas Anda

Kita sudah tahu bahwa Facebook ibarat pedang bermata dua, jika kita gunakan secara bijak, maka sangat bermanfaat untuk dakwah dan silaturahmi. Facebook juga punya sisi negatif, terlalu berlama-lama dan terbawa arus dunia facebook juga bisa “wasting time”, buang-buang waktu yang tidak kita sadari.
Awalnya mungkin kita ingin sekedar refreshingatau ingin tahu kabar-kabar ringan sebelum mengerjakan tugas. Tapi ternyata setelah membuka beberapa link yang di posting oleh teman kita, kita menjadi pensaran, akhirnya kita telusuri berita politik terbaru, kita telusuri fenomena terbaru kita cari-cari tulisan-tulisan yang update masalah hangat. Padahal hakikatnya kita membuang-buang waktu, berita-berita itu tidak terlalu penting bagi kita.
Belum lagi ada status teman yang unik, menarik kemudian kita saling komentar, saling menunggu bahkan terkadang saling menunjukkan eksistensi kita, terkadang saling mengolok-ngolok ringan, tidak jarang akhirnya mengarah pada pembicaraan tidak jelas dan tidak bermanfaat.
Semua itu terkadang memakan waktu yang tidak sedikit, tanpa sadar ternyata kita sudah megotak-atik facebook selama 2 jam atau 3 jam. Tugas kita menjadi terbengkalai, rencananya ingin belajar karena besok ujian menjadi tertunda, karena setelah membuka facebook dan terlena dengan dunia maya, terkadang sulit mengembalikan “mood” mengerjakan tugas atau belajar.

Waktu yang sangat berharga
Orang-orang sukses tahu betapa berharganya waktu, waktu luang itu mahal, dan orang sukses akan “pelit” dengan waktunya serta akan sangat menyesal jika waktunya dihabiskan dengan sia-sia dan tanpa manfaat. Waktu luang harus kita syukuri dan manfaatkan. Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ
Dua kenikmatan yang sering dilalaikan oleh sebagian besar manusia yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang”.[1]

Pepatah Arab yang menggambarkan pentingnya waktu,
.الوقت أنفاس لا تعود
Waktu adalah nafas yang tidak mungkin akan kembali.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah menukilkan perkataan Imam Syafi’irahimahullah, beliau berkata,
صَحِبْتُ الصُّوفِيَّةَ فَلَمْ أَسْتَفِدْ مِنْهُمْ سِوَى حَرْفَيْنِ: أَحَدُهُمَا قَوْلُهُمْ: الْوَقْتُ سَيْفٌ، فَإِنْ قَطَعْتَهُ وَإِلَّا قَطَعَكَ “.
“Saya menemani orang sufi, aku tidak mendapat manfaat kecuali dua, salah satunya: Waktu laksana pedang. Jika engkau tidak menggunakannya, maka ia yang malah akan menebasmu”[2]

Dan orang sukses dunia-akhirat akan sangat menyesal jika waktunya terbuang percuma tanpa manfaat dan faidah. Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,
ﻣﺎ ﻧﺪﻣﺖ ﻋﻠﻰ ﺷﻲﺀ ﻧﺪﻣﻲ ﻋﻠﻰ ﻳﻮﻡ ﻏﺮﺑﺖ ﴰﺴﻪ ﻧﻘﺺ ﻓﻴﻪ ﺃﺟﻠﻲ ﻭﱂ ﻳﺰﺩ ﻓﻴﻪ ﻋﻤﻠﻲ.
Tiada yang pernah kusesali selain keadaan ketika matahari tenggelam, ajalku berkurang, namun amalanku tidak bertambah.[3]

Mereka juga pelit dengan waktu mereka, Hasan Al-Bashri rahimahullah berkat,
أدركت أقواما كان أحدهم أشح على عمره منه على درهمه
“aku menjumpai beberapa kaum, salah satu dari mereka lebih pelit terhadap umurnya (waktunya) dari pada dirham (harta) mereka”[4]

Bahaya Kecanduan facebook
Ada juga yang sudah kencanduan, seahari tidak buka facebook sepertinya ada yang kurang, bahkan bisa ga “mood” seharian. Bisa jadi facebook sudah menjadi rutinitas harian.
Mungkin seperti ini rutinitasnya:
-Setelah sholat subuh langsung buka laptop kemudian login, membuka-buka status yang sudah di update tadi malam [padahal statusnya kurang bermanfaat, sekedar curhat atau main-main],
-Kemudian di tempat kerja, ada waktu istirahat sedikit, langsung buka facebook, update status saat kerja, terkadang status mengeluh dengan pekerjaan, membicarakan atasan, membicarakan hal-hal yang kurang penting
-sore hari setelah istirahat juga langsung buka facebook lagi, mencari-cari berita terbaru dari link-link yang ada, awalnya berniat membuka link-link bermanfaat, akan tetapi ada juga yang friend yang menaruh link kurang bermanfaat, rasa penasaran muncul akhirnya sibuk dengan hal yang kurang bermanfaat. Atau akhirnya terlalu sibuk mengikuti perkembangan politik dan artis. “kasus ini, kasus itu, skandal ini, skandal itu”. Boleh sekedar tahu tetapi terkadang kita terjerumus rasa penasaran akhirnya terlalu mengikuti dan lalai. Padahal jika mendengar kasus-kasus tersebut kebanyakan kita sakit hati dengan kasus-kasus korupsi, ketidakadilan hukum dan kriminalitas yang telalu bebas disiarkan.
-magribnya juga terkadang ada saja yang buka update status
-kemudian ba’da isya menjelang tidur, buka facebook lagi, mencurahkan uneg-uneg, kejadian dan pengalaman selama sehari, terkadang status yang bisa menghapus pahala kita karena riya’, seperti kita sudah melakukan ibadah ini dan itu, baru selsai buka puasa sunnah dan lain-lainnya.

Jika seperti ini, kapan kita menuntut ilmu, berdakwah, waktu untuk keluarga, bersosialisasi dengan masyarakat dan beramal.
Hal ini kurang bermanfaat dan harus ditinggalkan, Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ
“Di antara tanda kebaikan keIslaman seseorang: jika dia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.”[5]

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata,
وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ
“Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan disibukkan dengan hal-hal yang batil”[6]
Inilah kaidah kehidupan, bahwa jika kita tidak mengisi kehidupan kita dengan kegiatan positif, kita tidak mencari kegiatan positif, maka PASTI kita isi dengan kegiatan yang negatif atau minimal sia-sia dan kurang bermanfaat. Tidak ada yang tengah-tengahnya.

Isi dengan kebaikan dan manfaatkan dengan bersyukur
Kita perlu ingat bahwa waktu kita akan ditanya dan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ، وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ

“Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu).”[7]
Nikmat waktu luang juga perlu kita syukuri dengan cara memanfaatkan dengan hal-hal yang bermanfaat bagi dunia-akhirat kita.
Ibnu Rajab rahimahullah menukil perkataan Ibnu Hazm rahimahullah,
كل نعمة لا تقرب من الله عز وجل، فهي بلية.
“Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah.”[8]
Allah Ta’ala berfirman,
وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ
Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (Ali Imron: 145).
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (Ibrahim: 7).

Demikian semoga bermanfaat dan semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis.
Share:

Total Pageviews