MOTIVASI HIDUP ISLAM

Visit Namina Blog

Monday, 21 September 2015

Jodoh Bertukar?

Jodoh Bertukar?
Soal:
Apakah jodoh bertukar dg orang lain???

Jawab:
Jodoh adalah bagian dari taqdir yang telah Allah tetapkan sejak kita berumur 4 bulan dalam kandungan ibu kita. Tidak ada satu pun di antara kita yang mengetahui siapa jodohnya, siapa yang akan menjadi suaminya. Hal itu tersimpan dalam rahasia ilmu Allah.

Istilah jodoh pun terkadang membawa opini bahwa jika kita sudah bertemu jodoh, maka berarti itu pasangan hidup selamanya? Ini adalah keliru.
Kenapa? Karena tidak semua orang ditaqdirkan akan mendapat suami atau istri. Ada orang yang sudah berumur tua, namun belum menikah juga. Ada juga yang meninggal dunia sebelum umur menikah. Jadi istilah jodoh adalah keliru, yang ada adalah istilah zauj wa zaujah, yakni suami dan istri.
Kita juga melihat ada yang sudah berkeluarga, bahagia, mempunyai anak, tahunya cerai, lalu nikah lagi.. Mana yang menjadi jodohnya?
Jadi, jika jodoh itu bermakna adalah suaminya atau istrinya, maka itu baru benar. Si fulan sudah mendapat istri artinya sudah mendapat jodoh. Si fulanah akan melangsungkan akad nikah, artinya dia sudah mendapat suami. Laki-laki yang berpoligami, dia berjodoh dangan lebih dari satu orang istri, atau wanita yang dimadu, maka dia berjodoh dengan laki-laki yang sudah punya istri. Jadi jodoh adalah taqdir mendapatkan pasangan hidupnya.
Kehidupan dan pasangan hidup semuanya adalah taqdir Allah, tidak ada di antara kita yang mengetahuinya.
Mungkin ada wanita yang mengatakan: "saya tidak mau menikah dengan si fulan", tahunya Allah taqdirkan mereka menikah, dan begitu sebaliknya.
Ada wanita yang mengatakan: "saya tidak mau dimadu atau dipoligami", jika taqdir yang mendahului, maka akan terjadi juga, itulah jodohnya.
Maksudnya tidak ada di antara kita yang mengetahui siapa pasangannya. Boleh jadi sekarang dia merasa fulan akan menjadi pasangannya, karena sudah ditetapkan waktunya, namun jika taqdir mendahuluinya, sesaat saja bisa berubah dan menjadi batal.
Saya memiliki teman, di waktu dia akan menikah, waktunya sudah ditetapkan oleh kedua belah pihak, yaitu sepekan sebelum hari H. Namun, tiba-tiba pihak perempuan membatalkan, akhirnya dia menikah dengan tetangga rumahnya sendiri yang sebelumnya tidak pernah terlintas di benaknya sedikit pun.
Jadi, bagi yang belum menikah atau yang sudah mendapat calon, tidak perlu khawatir. Allah telah menetapkan taqdir untuk hamba-Nya. Apa yang telah ditaqdirkan Allah untuk hamba-Nya itulah yang terbaik, maka terimalah taqdir Allah dengan itu lapang dada.
Wallahu 'alam.
Share:

- Hikmah Perintah Membunuh Cicak atau yang Sejenisnya -

- Hikmah Perintah Membunuh Cicak atau yang Sejenisnya -
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَتَلَ وَزَغًا فِى أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِى الثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ وَفِى الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ
“Barangsiapa membunuh cicak pada pukulan pertama maka ia mendapatkan seratus kebaikan, dan pada pukulan yang kedua lebih sedikit dari itu, dan pada pukulan yang ketiga lebih sedikit lagi.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
Mutiara Hadits:
1) Pengetahuan manusia sangat terbatas, sehingga terkadang ia mengetahui suatu hikmah dan terkadang tidak mengetahuinya, oleh karena itu yang terpenting baginya adalah tunduk dan patuh pada ketentuan syari’at.
2) Setiap ketetapan Allah ta’ala pasti mengandung hikmah, diantara hikmah besar dari perintah membunuh cicak maupun syari’at lainnya adalah ujian bagi hamba-hamba Allah ta’ala, apakah mereka akan tetap taat kepada-Nya, mendahulukan syari’at-Nya ataukah lebih mengedepankan akal, perasaan dan pendapat mereka sehingga mereka menolak perintah tersebut?!
Hikmah lain dari perintah membunuh cicak karena ia adalah hewan yang fasik (bertabiat jelek lagi memunculkan penyakit), diantara bukti kejelekannya adalah ia meniup api yang membakar Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Sebagaimana dalam riwayat,
أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم أَمَرَ بِقَتْلِ الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا
“Bahwasannya Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuh cicak dan beliau memberikan julukan kepadanya dengan: Hewan kecil yang fasik.” [HR. Muslim dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu’anhu]
Dan beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ يَنْفُخُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ
“Dahulu ia meniup api yang membakar Ibrahim ‘alaihissalam.” [HR. Al-Bukhari dari Ummu Syarik radhiyallahu’anha]
3) Ulama sepakat haram memakan cicak, tokek dan sejenisnya (Lihat Umdatul Qori, 16/62)
4) Jual beli tokek, cicak dan sejenisnya haram, sebab memakannya haram. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ
“Sesungguhnya Allah ta’ala apabila mengharamkan sesuatu maka Allah haramkan pula harganya.” [HR. Ahmad dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, Ghayatul Marom: 318]
5) Boleh membunuh cicak di tanah haram (Mekkah dan Madinah) dan boleh pula dilakukan oleh orang yang sedang ihram, pendapat ini dinukil dari Umar bin Khattab, Atha’ bin Abi Rabaah (Lihat Umdatul Qori, 16/62-63)
Share:

- Bayar Hutang Dulu atau Kurban Dulu ? -

- Bayar Hutang Dulu atau Kurban Dulu ? -
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Maap ustadz, saya ada unek-unek nih, barangkali ustadz bisa membantu menyelesaikan masalahnya, gini ustadz sebentar lagi kan hari raya idul qurban, saya ada keinginan niat untuk menunaikan ibadah qurban, tapi saya bingung ustadz, saya punya hutang yg banyak, ditagih ke sana kemari, kalo saya membeli hewan qurban, nanti hutang saya gak kebayar, sdh jatuh tempo, tapi kalo saya bayar hutang, saya gak bisa berkurban, padahal saya ingin sekali bisa berkurban, apa harus nunggu tahun depan lagi, mnt tlng dong ustadz apa yang harus saya lakukan terlebih dahulu sebaiknya, makasih ustadz...

Jawab :
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Syaikh Muhammad bin shaleh al-Utsaimin pernah ditanya pertanyaan serupa," Apa hukum berkurban jika seseorang memiliki kewajiban Huang? apakah dia harus meminta izin kepada orang yang menghutanginya bila dia ingin berkurban kurbannya jika dia telah meminta izin dari orang yang dia hutangi?
Beliau menjawab,"Saya berpendapat hendaknya seseorang tidak berkurban jika dia memiliki hutang, kecuali jika hutangnya memiliki tempo dan dia mengetahui bahwa dirinya mampu melunasi hutangnya, maka tidak mengapa baginya ketika itu untuk berkurban. Jika merasa tidak mampu, maka hendaknya uangnya dia simpan untuk melunasi hutangnya. Hutang itu penting wahai saudara-saudaraku. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah disodorkan jenazah, namun dia tidak menyalatkannya bila mayit itu punya hutang. Suatu hari Nabi disodori jenazah seorang Anshar, lalu ketika dia melangkah beberapa langkah, beliau bertanya, “Apakah orang ini punya hutang?” Mereka berkata, “Ya.” Maka beliau berkata, “Shalatkanlah saudara kalian.” Beliau tidak menshalatkannya, hingga Abu Qatadah radhiallahu anhu bangkit dan berkata, “Dua dinar (hutangnya) tanggungan saya.” Maka beliau berkata, “Apakah engkau mau menanggung orang yang berhutang dan mayat jadi bebas dari tanggungan?” Dia berkata, “Ya wahai Rasulullah, maka beliau maju dan menshalatkannya.”
Ketika beliau ditanya tentang orang yang mati syahid di jalan Allah dan bahwa dia menghapus segala sesuatu, beliau bersabda,

إلا الدَّيْن
“Kecuali hutang.”

Mati syahid tidak menghapus hutang. Hutang bukan perkara ringan wahai saudaraku. Selamatkan diri kalian. Tidaklah sebuah negeri ditimpa permasalah ekonomi di masa depan kecuali karna mereka berhutang dan meremehkannya, maka akibatnya sesudah itu mereka menjadi bangkrut, kemudian orang yang dihutangi mereka menjadi bangkrut pula. Masalah ini sangat berbahaya. Selama Allah Ta’ala telah memberikan kemudahan bagi hamba-hambaNya dalam ibadah harta yaitu bahwa mereka tidak diwajibkan kecuali memiliki keluangan, hendaklah dia memuji Allah dan beryukur kepadaNya.”Majmu’ Fatawa wa rasail al-Utsaimin 25/127-128
Share:

- Jangan Asal Komen -

- Jangan Asal Komen -
Apa yang anda lakukan ketika membaca sebuah berita, skandal, atau kasus yang sedang hangat di sosmed atau media lainnya? Atau mungkin yang lebih sederhana jika anda melihat saudara anda jatuh ke dalam kesalahan?
Trend yang berkembang saat ini adalah...
Comment...dan comment.

Sekarang begitu cepat kita memberikan comment atas nama kebebasan, terlepas karena ingin menyampaikan aspirasi, mengemukakan opini, atau hanya sekedar menunjukkan eksistensi dan kemampuan.
Jika commentnya positif dan dibangun diatas sebuah keikhlasan, maka tidak ada masalah.
Namun jika comment tersebut negatif, maka ada baiknya kita renungkan ucapan berikut ini:
إني لأرى الشيء أكرهه فما يمنعني أن أتكلم فيه إلا مخافة أن أبتلى بمثله. التاريخ الكبير
"Aku melihat sesuatu yang aku benci dan tidak ada yang menghalangiku untuk memberikan comment kecuali karena kekhawatiran suatu saat nanti aku yang mengalami hal tersebut."
Itulah kalimat yang meluncur dari lisan seorang ulama besar, Ibrahim An Nakha'i.

Dan semakin fatal jika orang yang kita komentari ternyata telah bertaubat dan menangis kepada ALLAH atas dosa-dosanya tersebut.
Simak apa yang diutarakan oleh Imam Hasan Al Bashri berikut ini:
كانوا يقولون: من رمى أخاه بذنب قد تاب منه لم يمت حتى يبتليه الله به. الصمت لابن ابي الدنيا
Sahabat mengatakan: "Barangsiapa yang mencela saudaranya karena dosa yang dikerjakannya (padahal saudaranya itu telah bertaubat dari dosanya tersebut), niscaya ia tidak akan meninggal kecuali setelah ia mengerjakan dosa yang serupa dengan yang dilakukan oleh saudaranya itu".
Tidakkah kita khawatir hal itu menimpa kita?
Pantaskah kita mengomentari sebuah dosa atau skandal yang bisa jadi telah dimaafkan dan diampuni oleh ALLAH?!
ALLAH telah menghapus dan memaafkan dan kita masih asik membicarakannya tanpa alasan syar'i?! Siapa kita...berani selancang itu dihadapan Rabbul 'alamin?!

Belum lagi jika kita mengingat bahwa seluruh comment kita akan dihisab:
﴿١٨﴾ مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
(18) Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.
(QS. Qaaf: 18)

Dan juga comment kita adalah parameter iman dan taqwa kita:
"Barangsiapa yang beriman kepada ALLAH dan hari kiamat, maka hendaklah berkata baik atau diam..." (HR. Bukhari)
Bagi ahli iman, jangankan saudaranya, anjing saja tidak berani ia komentari.

Ibnu Mas'ud bertutur:
لو سخرت من كلب خشيت أن أحول الكلب. الزهد لهناد بن السري

"Jika aku merendahkan seekor anjing, aku khawatir aku akan diubah menjadi anjing (atau ALLAH berikan sifat buruk anjing tersebut kepadaku)."
وفقني الله وإياكم لكل خير
"Catatan ini adalah sebuah nasehat untuk penulis dan yang membacanya"
Share:

# Kelakuan Buruk Orang-Orang Yahudi & Pendetanya #

# Kelakuan Buruk Orang-Orang Yahudi & Pendetanya #
Allah berfirman menceritakan kondisi orang-orang Yahudi:
وَتَرَىٰ كَثِيرًا مِّنْهُمْ يُسَارِعُونَ فِي الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka telah kerjakan. (al Maaidah: 62)
Dengan Allah, mereka berbuat itsmun/dosa
Dengan sesama mereka berbuat 'udwan/permusuhan
Dengan diri sendiri mereka memakan as Suht/yang diharamkan
Bahkan, bukan sekedar melakukan, mereka bersemangat melakukannya, sampai Allah menyebut "yusaari'un" (bersegera).
Ajibnya lagi, ulama dan pendeta mereka yang punya ilmu dan tahu bahwa perbuatan mereka itu salah, tidak melarang mereka.
لَوْلَا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ عَن قَوْلِهِمُ الْإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu. (al Maaidah: 63)
Allah ceritakan ini, tentunya bukan untuk ditiru, tapi untuk dijauhi oleh umat Islam, sejauh-jauhnya. Maka kalo ada yang ngaku ulama, tapi malah menghina-hina syariat dan menyulut permusuhan, maka kurang lebih dia telah mengikuti ulama Yahudi.
Share:

- Apakah yang Dimaksud dengan Mahrom?? -

- Apakah yang Dimaksud dengan Mahrom?? -
Berkata As-Suyuthi, “Para sahabat kami (para pengikut madzhab Syafi’i) mengatakan, Mahrom adalah wanita yang diharamkan untuk dinikahi untuk selama-lamanya baik karena nasab maupun dikarenakan sebab tertentu yang dibolehkan dan dikarenakan kemahroman wanita tersebut.” Definisi ini juga dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 9/413, dan ini merupakan definisi Imam An-Nawawi, (Al-Minhaj 14/153) dimana beliau berkata: المحرم هو كل من حرم عليه نكاحها على التأبيد لسبب مباح لحرمتها
Dari definisi ini maka diketahui bahwa:
(wanita yang diharamkan untuk dinikahi), maka bukanlah mahrom anak-anak paman dan anak-anak bibi (baik paman dan bibi tersebut saudara sekandung ayah maupun saudara sekandung ibu).
(untuk selama-lamanya), maka bukanlah mahrom saudara wanita istri dan juga bibi (tante) istri (baik tante tersebut saudara kandung ibu si istri maupun saudara kandung ayah si istri) karena keduanya bisa dinikahi jika sang istri dicerai, demikian juga bukanlah termasuk mahrom wanita yang telah ditalak tiga, karena ia bisa dinikahi lagi jika telah dinikahi oleh orang lain kemudian dicerai. Demikian juga bukanlah termasuk mahrom wanita selain ahlul kitab (baik yang beragama majusi, budha, hindu, maupun kepercayaan yang lainnya) karena ia bisa dinikahi jika masuk dalam agama Islam.
(dikarenakan sebab tertentu yang dibolehkan), maka bukanlah mahrom ibu yang dijima’i oleh ayah dengan jima’ yang syubhat (tidak dengan pernikahan yang sah) dan juga anak wanita dari ibu tersebut. Ibu tersebut tidak boleh untuk dinikahi namun ia bukanlah mahrom karena jima’ syubhat tidak dikatakan boleh dilakukan.
(dikarenakan kemahroman wanita tersebut), maka bukan termasuk mahrom wanita yang dipisah dari suaminya karena mula’anah (Mawahibul Jalil 4/116), karena wanita tersebut diharamkan untuk dinikahi kembali oleh suaminya yang telah melaknatnya selama-lamanya namun bukan karena kemahroman wanita tersebut namun karena sikap ketegasan dan penekanan terhadap sang suami. (Al-Asybah wan Nadzoir 1/261).

Dan jika telah jelas bahwa sang wanita adalah mahromnya maka tidak boleh baginya untuk menikahinya dan boleh baginya untuk memandangnya dan berkhalwat dengannya dan bersafar menemaninya, dan hukum ini mutlak mencakup mahrom yang disebabkan karena nasab atau karena persusuan atau dikarenakan pernikahan. (Al-Asybah wan Nadzoir 1/262).
Share:

-ISTIGFAR-

-ISTIGFAR-
Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَن أَكْثَرَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجاً، وَمِنْ كُلِّ ضَيْقٍ مَخْرَجاً، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ
Barangsiapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah akan merubah setiap kesedihannya menjadi kegembiraan, Allah akan memberikan solusi dari setiap kesempitannya (kesulitannya), dan Allah akan menganugerahkan rizki dari jalur yang tidak disangka-sangka.
[HR. Ahmad dan al-Hakim]
Share:

- Syarat Poligami -

- Syarat Poligami -
Poligami adalah salah satu di antara syariat Islam. Poligami juga adalah syariat yang banyak juga ditentang di antara kaum muslimin. Yang katanya merugikan wanita, menurut mereka yang memegang kaedah emansipasi perempuan.
Namun poligami sendiri bukanlah seperti yang mereka pikirkan. Para ulama menilai hukum poligami dengan hukum yang berbeda-beda. Salah satunya adalah Syaikh Mustafa Al-Adawiy. Beliau menyebutkan bahwa hukum poligami adalah sunnah. Dalam kitabnya ahkamun nikah waz zafaf, beliau mempersyaratkan 4 hal:
1- Seorang yang mampu berbuat adil
Seorang pelaku poligami, harus memiliki sikap adil di antara para istrinya. Tidak boleh ia condong kepada salah satu istrinya. Hal ini akan mengakibatkan kezhaliman kepada istri-istrinya yang lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Siapa saja orangnya yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung kepada salah satunya, pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan sebagian tubuhnya miring.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa-i, At-Tirmidzi)
Selain adil, ia juga harus seorang yang tegas. Karena boleh jadi salah satu istrinya merayunya agar ia tetap bermalam di rumahnya, padahal malam itu adalah jatah bermalam di tempat istri yang lain. Maka ia harus tegas menolak rayuan salah satu istrinya untuk tetap bermalam di rumahnya.
Jadi, jika ia tak mampu melakukan hal itu, maka cukup satu istri saja. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “…kemudian jika kamu khawatir tidak mampu berbuat adil, maka nikahilah satu orang saja…” (QS. An-Nisa: 3)
2- Aman dari lalai beribadah kepada Allah
Seorang yang melakukan poligami, harusnya ia bertambah ketakwaannya kepada Allah, dan rajin dalam beribadah. Namun ketika setelah ia melaksanakan syariat tersebut, tapi malah lalai beribadah, maka poligami menjadi fitnah baginya. Dan ia bukanlah orang yang pantas dalam melakukan poligami.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS. At-Taghabun: 14)
3- Mampu menjaga para istrinya
Sudah menjadi kewajiban bagi suami untuk menjaga istrinya. Sehingga istrinya terjaga agama dan kehormatannya. Ketika seseorang berpoligami, otomatis perempuan yang ia jaga tidak hanya satu, namun lebih dari satu. Ia harus dapat menjaga para istrinya agar tidak terjerumus dalam keburukan dan kerusakan.
Misalnya seorang yang memiliki tiga orang istri, namun ia hanya mampu memenuhi kebutuhan biologis untuk dua orang istrinya saja. Sehingga ia menelantarkan istrinya yang lain. Dan hal ini adalah sebuah kezhaliman terhadap hak istri. Dampak yang paling parah terjadi, istrinya akan mencari kepuasan kepada selain suaminya, alias berzina. Wal iyyadzubillah!
Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang memiliki kemapuan untuk menikah, maka menikahlah…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
4- Mampu memberi nafkah lahir
Hal ini sangat jelas, karena seorang yang berpoligami, wajib mencukupi kebutuhan nafkah lahir para istrinya. Bagaimana ia ingin berpoligami, sementara nafkah untuk satu orang istri saja belum cukup? Orang semacam ini sangat berhak untuk dilarang berpoligami.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Allah memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya…” (QS. An-Nur: 33)
Share:

- Puasa Khusus 8 Dzulhijjah -

- Puasa Khusus 8 Dzulhijjah -
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum, Adakah puasa sunah pada tanggal 8 Dzulhijah? Masyarakat di kampung saya banyak yg melakukannya.
Jawaban:
Wa ‘alaikumussalam
Mengkhususkan puasa pada hari tarwiyah, karena keyakinan memiliki keutamaan tertentu, termasuk perbuatan yang tidak ada dasarnya. Karena dalil yang menganjurkan puasa secara khusus pada tanggal 8 Dzulhijjah adalah hadis palsu. hadis ini menyatakan,

وله بصوم يوم التروية سنة
“Orang yang berpuasa pada hari tarwiyah maka baginya pahala puasa satu tahun.”
Imam Ibnul Jauzi menegaskan bahwa hadis ini adalah hadis palsu (Al-Maudhu’at 2:198). Demikian pula keterangan As-Suyuthi dalam Al-Lali’ Al-Masnu’ah, 2:107.

Oleh karena itu, tidak disyariatkan berniat khusus untuk puasa pada tanggal 8 Dzulhijjah. Namun jika seseorang berpuasa pada tanggal 8 Dzulhijjah karena mengamalkan anjuran memperbanyak ibadah di 10 hari pertama bulan Dzulhijah maka diperbolehkan.
Share:

- Beberapa Hadis Lemah dan Palsu Seputar Bulan Dzulhijjah -

- Beberapa Hadis Lemah dan Palsu Seputar Bulan Dzulhijjah -
HADITS 1
من صام العشر فله بكل يوم صوم شهر ، وله بصوم يوم التروية سنة، وله بصوم يوم عرفة سنتان
“Barangsiapa yang berpuasa di 10 (hari awal Dzulhijjah) baginya tiap hari seperti pahala puasa sebulan penuh, pahala puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah) senilai dengan puasa setahun penuh, dan pahala puasa ‘Arafah (9 Dzulhijjah) senilai pahala puasa selama dua tahun”
Maudhu’ (palsu), Ibnu Hibban berkata, “Jelas sekali nampak kedustaan di dalamnya hingga tidak perlu lagi dijelaskan derajat haditsnya” lihat Al Maudhu’at karya Ibnul Jauzi (2/112), dan Al Fawa’id Al Majmu’at Kitab Ash Shiyam hadits no. 30, At Tanzih Asy Syari’ah Al Marfu’at (2/187)
HADITS 2
صوم يوم التروية كفارة سنة، وصوم يوم عرفة كفارة سنتين
“Puasa hari Tarwiyah menjadi kafarah (penghapus dosa –pent) satu tahun, dan puasa hari ‘Arafah menjadi kafarah dua tahun”
Maudhu’, lihat Dha’if Al Jami’ no. 3501, Irwa’ul Ghalil 4/121
HADITS 3
من صام يوم ثمان عشرة من ذي الحجة ؛ كتب له صيام ستين شهراً
”Barangsiapa berpuasa pada hari ke-28 Dzulhijjah, akan dituliskan baginya pahala puasa 60 bulan”
Sanadnya dha’if (lemah), lihat Silsilah Al Ahadits Adh Dha’ifah 10/594
HADITS 4
صيام أول يوم من العشر يعدل مائة سنة واليوم الثاني يعدل مائتي سنة فإذا كان يوم التروية يعدل ألف عام وصيام يوم عرفة يعدل ألفي عام
“Puasa di 10 hari awal Dzulhijjah pahalanya senilai dengan puasa 100 tahun, hari kedua (Dzulhijjah) senilai puasa 200 tahun, puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah) pahalanya senilai 1000 tahun, dan puasa ‘Arafah (9 Dzulhijjah) senilai 2000 tahun.”
Tidak shahih, lihat Tadzkiratul Maudhu’at (119), Mausu’ah Al Ahadits wa Al Atsar Ad Dha’ifah wa Al Maudhu’at 13434
Share:

- Keutamaan Puasa Arafah -

- Keutamaan Puasa Arafah -
Salah satu amalan utama di awal Dzulhijjah adalah puasa Arafah, pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa ini memiliki keutamaan yang semestinya tidak ditinggalkan seorang muslim pun. Puasa ini dilaksanakan bagi kaum muslimin yang tidak melaksanakan ibadah haji.
Dari Abu Qotadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa Arofah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)
Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (6: 428) berkata, “Adapun hukum puasa Arafah menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah: disunnahkan puasa Arafah bagi yang tidak berwukuf di Arafah. Adapun orang yang sedang berhaji dan saat itu berada di Arafah, menurut Imam Syafi’ secara ringkas dan ini juga menurut ulama Syafi’iyah bahwa disunnahkan bagi mereka untuk tidak berpuasa karena adanya hadits dari Ummul Fadhl.”
Ibnu Muflih dalam Al Furu’ -yang merupakan kitab Hanabilah- (3: 108) mengatakan, “Disunnahkan melaksanakan puasa pada 10 hari pertama Dzulhijjah, lebih-lebih lagi puasa pada hari kesembilan, yaitu hari Arafah. Demikian disepakati oleh para ulama.”
Adapun orang yang berhaji tidak disunnahkan untuk melaksanakan puasa Arafah.
عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ بِنْتِ الْحَارِثِ أَنَّ نَاسًا تَمَارَوْا عِنْدَهَا يَوْمَ عَرَفَةَ فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ هُوَ صَائِمٌ وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَيْسَ بِصَائِمٍ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحِ لَبَنٍ وَهُوَ وَاقِفٌ عَلَى بَعِيرِهِ فَشَرِبَهُ
“Dari Ummul Fadhl binti Al Harits, bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada hari Arafah tentang puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian mereka mengatakan, ‘Beliau berpuasa.’ Sebagian lainnya mengatakan, ‘Beliau tidak berpuasa.’ Maka Ummul Fadhl mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau meminumnya.” (HR. Bukhari no. 1988 dan Muslim no. 1123).
عَنْ مَيْمُونَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِى صِيَامِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ عَرَفَةَ ، فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِحِلاَبٍ وَهْوَ وَاقِفٌ فِى الْمَوْقِفِ ، فَشَرِبَ مِنْهُ ، وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ
“Dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa orang-orang saling berdebat apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Arafah. Lalu Maimunah mengirimkan pada beliau satu wadah (berisi susu) dan beliau dalam keadaan berdiri (wukuf), lantas beliau minum dan orang-orang pun menyaksikannya.” (HR. Bukhari no. 1989 dan Muslim no. 1124).
Mengenai pengampunan dosa dari puasa Arafah, para ulama berselisih pendapat. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah dosa kecil. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika bukan dosa kecil yang diampuni, moga dosa besar yang diperingan. Jika tidak, moga ditinggikan derajat.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 51) Sedangkan jika melihat dari penjelasan Ibnu Taimiyah rahimahullah, bukan hanya dosa kecil yang diampuni, dosa besar bisa terampuni karena hadits di atas sifatnya umum. (Lihat Majmu’ Al Fatawa, 7: 498-500).
Setelah kita mengetahui hal ini, tinggal yang penting prakteknya. Juga jika risalah sederhana ini bisa disampaikan pada keluarga dan saudara kita yang lain, itu lebih baik. Biar kita dapat pahala, juga dapat pahala karena telah mengajak orang lain berbuat baik. “Demi Allah, sungguh satu orang saja diberi petunjuk (oleh Allah) melalui perantaraanmu, maka itu lebih baik dari unta merah (harta amat berharga di masa silam, pen).” (Muttafaqun ‘alaih). “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya” (HR. Muslim).
Semoga Allah beri hidayah pada kita untuk terus beramal sholih.
Catatan: Puasa Arafah tahun ini (2015), jatuh pada hari Rabu, 23 September 2015
Share:

# Inilah Shalat Arbain Yang Dianjurkan Nabi

# Inilah Shalat Arbain Yang Dianjurkan Nabi
-Shalat hadits Arbain sebanyak 40 kali berturut-turut dan tidak boleh sama sekali tertinggal takbiratur ihram haditsnya LEMAH
-Ada hadits Arbain juga yang shahih dan ada keutamaannya yaitu shalat 40 hari (bukan 40 kali) di masjid MANA SAJA akan dibebaskan dari neraka dan kemunafikan, sehingga bisa dilakukan siapa saja dan di mana saja
-Baca juga beberapa catatan mengenai shalat Arbain dengan hadits lemah, misalnya pergi shalat terburu-buru mengejar takbiratur ihram, yang tidak diprogram 8 hari di madinah (supaya 40 x shalat) memaksakan diri tinggal dll
Shalat Arba’in cukup dikenal oleh masyarakat haji Indonesia, yaitu shalat berjamaah sebanyak 40 kali berturu-turut di masjid Nabawi Madinah dan tidak boleh tertinggal takbiratur ihram. Menurut versi haditsnya yang lemah:
“Barang siapa shalat di masjidku empatpuluh shalat tanpa ketinggalan sekalipun, dicatatkan baginya kebebasan dari neraka, keselamatan dari siksaan dan ia bebas dari kemunafikan.”
Hadits arbain yang SHAHIH dan ada dasarnya
Terdapat hadits lain mengenai shalat Arbain yang shahih, akan tetapi berbeda dengan sebelumnya. Hadits tersebut:
Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Barang siapa yang shalat karena Allah empat puluh hari secara berjamaah tanpa ketinggalan takbir yang pertama, dicatatkan baginya dua kebebasan; kebebasan dari neraka dan kebebasan dari kemunafikan. 2
Beberapa catatan mengenai shalat arbain
Shalat Arbain juga memberikan beberapa konsekuensi karena harus berturut-turut dan tidak boleh tertinggal takbiratur ihram bersama imam.
Share:

Fawaid kajian bersama Syaikh Sulaiman at Tuwaijiri malam ini di Masjidil Haram:

Fawaid kajian bersama Syaikh Sulaiman at Tuwaijiri malam ini di Masjidil Haram:
1. Tidak ada dalil shahih yang menunjukkan bahwa semata mata memandang Ka'bah adalah ibadah namun biasanya orang itu lebih trenyuh jika memandangi Ka'bah.
2. Amal sholih di tempat mulia itu tata'addad/berbilang sedangkan dosa itu tetap satu tapi tata'azhom/tambah besar.
3. Penggandaan amal sholih di masjidil haram yang berdalil hanyalah sholat. Amal sholih lainnya tidak berdalil.
4. Penggandaan nilai tidak khusus dengan masjdil haram namun semua tanah haram. Alasannya karena di dua ayat dalam al Quran Allah menyebut Mekkah dengan nama Masjidil Haram. 1. ayat pertama surat al Isra 2. ayat pelarangan orang musyrik untuk masuk ke masjidil haram.
5. Tidak sah thowaf wada' tanggal 12 Dzulhijjah sebelum melaksanakan lempar jumroh hari tersebut.
Share:

BEBERAPA PERBUATAN WANITA YANG DICATAT SEBAGAI ZINA WALAUPUN TIDAK BERZINA

BEBERAPA PERBUATAN WANITA YANG DICATAT SEBAGAI ZINA WALAUPUN TIDAK BERZINA
1. Memakai parfum agar laki-laki mencium baunya
Agaknya perbuatan ini sangat marak dilakukan oleh para wanita di zaman modern ini. Mereka memakai parfum saat keluar rumah sehingga baunya tercium oleh kaum laki-laki yang bukan mahramnya. Dari bau yang menarik, akhirnya laki-laki bisa tertarik dan syahwatnya bisa tergoda.

Rasulullah menyebut wanita yang memakai parfum saat keluar rumah sehingga laki-laki lain mencium baunya dengan sebutan wanita pezina. Na’udzubillah.
- Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” (HR. An Nasa’i no. 5129, Abu Daud no. 4173, Tirmidzi no. 2786 dan Ahmad 4: 414)
2. Riba dan memakan harta riba
Riba merupakan dosa besar yang dosanya lebih berat daripada dosa zina. Satu dirham yang dimakan dari hasil riba lebih besar daripada zina 36 kali. Sedangkan dosa riba yang paling kecil, jika dilakukan laki-laki, seperti berzina dengan ibu kandungnya sendiri. Sebaliknya, dapat diqiyaskan jika riba itu dilakukan oleh wanita, dosanya seperti berzina dengan ayah kandungnya sendiri. Na’udzu billah.

- “Dari jabir radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat pemakan riba, pemberi riba, penulis dan kedua orang yang menjadi saksi atasnya” Ia berkata: “Mereka itu sama (saja).” (Hadits riwayat Muslim, 3/1219.)
- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini shahih)
- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. shahih Al Albani)
3. Bersentuhan kulit dengan laki-laki yang bukan mahramnya
Bersentuhan kulit dengan laki-laki yang bukan mahramnya sering kali dianggap biasa. Padahal itu termasuk dalam kategori zina tangan. Baik persentuhan, apalagi jika saling raba.

- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh)” (HR. Muslim)
Begitu hebatnya dosa persentuhan laki-laki dan wanita yang bukan mahramnya ini hingga oleh Rasulullah disabdakan lebih baik seseorang ditusuk dengan jarum besi.

- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seseorang yang ditusuk kepalanya dengan jarum dari besi itu lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya” (HR. Thabrani)
4. Lesbi
Dalam kitab Ad Daa’ wa Ad Dawaa’, Ibnu Qayyim Al Jauziyah menjelaskan salah satu penyakit dalam kategori kesucian diri adalah perbuatan lesbi.

“Disebutkan dalam sebagian atsar yang marfu’: Jika seorang wanita mendatangi wanita yang lain maka keduanya adalah pezina” tulis Ibnu Qayyim.
Menurut Ibnu Qayyim, lesbi tidak bisa disamakan atau diqiyaskan dengan homoseks karena dalam lesbi tidak ada kemaluan yang masuk. Sehingga tidak ada hukuman hadd atas perbuatan tersebut. Meskipun demikian, ia termasuk dalam kategori zina secara umum sebagaimana zina mata, zina tangan, zina kaki dan zina mulut.
5. Zina mata dan anggota tubuh lainnya
Mungkin perbuatan ini lebih ringan daripada perbuatan-perbuatan pada poin sebelumnya. Namun ia juga disebut sebagai bagian dari zina.

- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim)

Demikian lima perbuatan yang membuat wanita seakan-akan melakukan zina atau memikul dosa seperti dosanya zina. Semoga kita dimudahkan Allah untuk menjauhinya. (webmuslimah)
Share:

# Bagian Apa Yang Disunat Pada Khitan Wanita? (Syariat dan Medis)

# Bagian Apa Yang Disunat Pada Khitan Wanita? (Syariat dan Medis)
-Bagian yang dipotong pada khitan wanita adalah "clitoral hood" yaitu kulit penutup (maaf) klitoris, atau ulama menjelasakan "kulit penutup semacam biji/النواة " mirip seperti jengger ayam
-Dalam ilmu kedokteran ini "homolog" (sama asal pembentukannya ketika janin) dengan bagian kulit pada kelamin laki-laki yang potong (preputium)
-Jadi praktek yang kurang tepat selama ini adalah memotong klitorisnya, atau labiya minor bahkan labiya mayor, sehingga kemenkes sempat membuat PP melarang dilakukan sunat wanita (setahu saya sudah dicabut?)
-Harapannya ada pihak berwenang dari kalangan medis dan ulama bersama pemerintah, agar duduk bersama membuat protap SOP tetap sesuai syariat untuk sunat wanita sehingga bisa dilakukan di RS dan pusat kesehatan serta diajarkan di sekolah-sekolah
-Praktek selama ini ada yang hanya melukai dan mengorek-ngorek kulit klitoris sampai luka, apakah ino sudah termasuk dalam ajaran, maka perlu dilakukan penelitian bagaimana yang benar di tempat diturunkannya syariat. Lafadz dalam hadits adalah (اخفضي) yang bisa juga artinya membuat rendah. Tentu ini perlu ditanya ke ahlinya dan para ulama serta penelitian
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah,
Adapun wanita ada dua penghalang, salah satunya selaput keperawanannya dan yang lain adalah yang wajib dipotong yaituseperti jengger ayam pada bagian vagina, terletak diantara dua mulut vagina, jika dipotong maka pangkalnya akan tetap seperti biji [النواة].” [Tuhfatul Maudud1/191]
Share:

- Doa Pasca-Akad Nikah -

- Doa Pasca-Akad Nikah -
Ketika bertemu pertama kali setelah akad nikah, dianjurkan bagi suami untuk mendoakan istrinya. Caranya: suami meletakkan tangan kanannya di ubun-ubun istrinya –pastikan tidak ada orang ketiga– kemudian membaca tiga hal:
1. Basmalah
2. Mendoakan keberkahan untuk berdua, misalnya:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْها، وَبَارِكْ لَهَا فِيَّ
Allahumma barik laha fiyya wa barik lii fiiha
“Ya Allah jadikanlah dia berkah untukku, dan jadikanlah aku berkah untuknya.”
3. Membaca doa berikut,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
Allahumma inni as-aluka khaira-ha wa khaira ma jabaltaha ‘alaihi wa a-‘udzu bika min syarriha wa min syarri ma jabaltaha ‘alaihi
“Ya Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabiat yang ia bawa. Dan aku berlindung dari kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia bawa.”
Keterangan di atas berdasarkan hadis dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا تزوج أحدكم امرأة أو اشترى خادما فليأخذ بناصيتها وليسم الله عز وجل وليدع بالبركة وليقل: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا…
“Apabila kalian menikahi seorang wanita, maka peganglah ubun-ubunnya, sebutlah nama Allah, dan doakanlah memohon keberkahan, serta ucapkan: Allahumma inni as-aluka…. dst.” (HR. Bukhari dalam Af’al al-Ibad hlm. 77, Abu Daud 1/336, Ibn Majah 1/592, Hakim 1/185, dan dihasankan al-Albani)
Share:

PUJIAN YANG MEMBINASAKAN

PUJIAN YANG MEMBINASAKAN
Suatu hari ada seorang laki-laki yang memuji sahabatnya di hadapan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliaupun bersabda: "Celakalah engkau.. Engkau telah membunuh sahabatmu". Beliau mengucapkannya berulang-ulang. Selanjutnya beliau bersabda: "Jika salah seorang diantara kamu memuji sahabatnya maka katakanlah, "Aku kira si Fulan (begini dan begitu) dan Allah subhanahu wa taala yang berhak menilainya. Dan aku tidak mensucikan siapapun dihadapan Allah. Aku menilai dia begini dan begitu..>>"
Catatan:
Pada hadits diatas rasulullah mengilustrasikan kata-kata sanjungan dan pujian dengan kebinasaan, hal itu disebabkan kata-kata tersebut memiliki dampak buruk bagi jiwa, terutama bagi mereka yang selalu mendambakan pujian. Ia akan membuat orang yg dipuji takabbur dan merendahkan orang lain. Bila itu terjadi, maka mereka akan enggan menerima nasehat dan kritik, obsesi mereka adalah keharuman nama dan popularitas, sehingga tidak heran bila suara kebenaran akan lenyap, keadilan akan dikebiri. Karena semakin seseorang dipuji maka kemunafikan akan muncul pada dirinya, kepalsuan akan tumbuh dan pada akhirnya memicu penyakit mental. Itulah sebabnya mengapa rasulullah menyuruh untuk melemparkan debu ke wajah orang yang suka memuji.
Bila harus memuji orang lain, maka sebaiknya pujian tersebut obyektif dan terbingkai dengan kejujuran. Dalam arti bahwa apa yang kita sanjung benar-benar ada pada diri orang tersebut. Sembari mengatakan, "Saya tidak ingin menyucikan siapapun di hadapan Allah".
Jadi berhati-hatilah saat menyanjung/memuji orang lain.
Share:

Noda Membandel

Noda Membandel
Banyak di antara kita sangat memperhatikan penampilan lahiriah. Baju terkena noda sedikit, akan segera dicuci dan tidak rela membiarkannya membandel. Sebenarnya secara asal, perilaku seperti ini tidaklah mengapa. Sebab Islam menyukai penampilan yang indah dan mencintai kebersihan.
Dalam sebuah hadits sahih disebutkan,
“إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ”.
“Sesungguhnya Allah Maha indah dan mencintai keindahan”. HR. Muslim dari Ibnu Mas’ûd radhiyallahu’anhu.
Namun, amat disayangkan, kerap perhatian kita terhadap kebersihan luar tidak sebanding dengan perhatian kita terhadap kebersihan dalam. Alias kita lebih memperhatikan penampilan lahiriah dibanding penampilan batin. Padahal dampak buruk kotornya hati, jauh lebih berbahaya dibanding dampak kotornya baju. Sebab akan terasa hingga di akhirat.
Perlu diketahui, bahwa sebagaimana noda di atas baju jika dibiarkan akan membandel; begitu pula halnya saat noda dalam hati tidak segera dibersihkan.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam menjelaskan,
“إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، وَهُوَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَ اللَّهُ: {كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}”.
“Jika seorang hamba melakukan satu dosa, niscaya akan ditorehkan di hatinya satu noda hitam. Seandainya dia meninggalkan dosa itu, beristighfar dan bertaubat; niscaya noda itu akan dihapus. Tapi jika dia kembali berbuat dosa; niscaya noda-noda itu akan semakin bertambah hingga menghitamkan semua hatinya. Itulah penutup yang difirmankan Allah, “Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka lakukan itu telah menutup hati mereka” (QS. Al-Muthaffifin: 4). HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu. Hadits ini dinilai hasan sahih oleh Tirmidzy.
Bukanlah aib manakala seorang hamba terjerumus kepada perbuatan dosa, sebab tidak mungkin manusia biasa suci dari dosa. Namun aib itu bilamana setelah terjerumus kepada perbuatan dosa, seorang insan tidak segera memperbaikinya, malah justru ia semakin tenggelam dalam kubangan dosa.
Nabiyullah shallallahu’alaihiwasallam menasehatkan,
“اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُ كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا”.
“Bertakwalah kepada Allah kapanpun dan di manapun engkau berada. Serta iringilah perbuatan buruk dengan kebajikan supaya ia bisa menghapuskannya”. HR. Tirmidzy dari Abu Dzar radhiyallahu’anhu. Hadits ini dinyatakan sahih oleh al-Hakim.
Mari kita berusaha untuk terus menerus menjaga kebersihan hati kita. Tidak hanya sekedar memperhatikan kebersihan pakaian luar kita!
“اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِى تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا”.
“Ya Allah karuniakan ketakwaan pada jiwaku. Sucikanlah ia, sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik yang mensucikannya”. HR. Muslim dari Zaid bin Arqam radhiyallahu’anhu.
Share:

Friday, 18 September 2015

- Biografi Singkat Imam Abu Hanifah -

- Biografi Singkat Imam Abu Hanifah -
Kelahiran dan Masa Kecilnya
Sebagaimana orang-orang lebih mengenal Imam Syafii daripada nama aslinya yaitu Muhammad bin Idris, jarang juga orang yang tahu bahwa nama Imam Abu Hanifah adalah Nu’man bin Tsabit bin Marzuban, kun-yahnya Abu Hanifah. Ia adalah putra dari keluarga Persia (bukan orang Arab). Asalnya dari Kota Kabul (ibu kota Afganistan sekarang). Kakeknya, Marzuban, memeluk Islam di masa Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, lalu hijrah dan menetap di Kufah.
Imam Abu Hanifah dilahirkan di Kufah pada tahun 699 M. Ayahnya, Tsabit, adalah seorang pebisnis yang sukses di Kota Kufah, tidak heran kita mengenal Imam Abu Hanifah sebagai seorang pebisnis yang sukses pula mengikuti jejak sang ayah. Jadi, beliau tumbuh di dalam keluarga yang shaleh dan kaya. Di tengah tekanan peraturan yang represif yang diterapkan gubernur Irak Hajjaj bin Yusuf, Imam Abu Hanifah tetap menjalankan bisnisnya menjual sutra dan pakaian-pakaian lainnya sambil mempelajari ilmu agama.
Memulai Belajar
Sebagaimana kebiasaan orang-orang shaleh lainnya, Abu Hanifah juga telah menghafal Alquran sedari kecil. Di masa remaja, Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit mulai menekuni belajar agama dari ulama-ulama terkemuka di Kota Kufah. Ia sempat berjumpa dengan sembilan atau sepuluh orang sahabat Nabi semisal Anas bin Malik, Sahl bin Sa’d, Jabir bin Abdullah, dll.
Saat berusia 16 tahun, Abu Hanifah pergi dari Kufah menuju Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan berziarah ke kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Madinah al-Munawwaroh. Dalam perjalanan ini, ia berguru kepada tokoh tabi’in, Atha bin Abi Rabah, yang merupakan ulama terbaik di kota Mekah.
Jumlah guru Imam Abu Hanifah adalah sebanyak 4000 orang guru. Di antaranya 7 orang dari sahabat Nabi, 93 orang dari kalangan tabi’in, dan sisanya dari kalangan tabi’ at-tabi’in. Jumlah guru yang demikian banyak tidaklah membuat kita heran karena beliau banyak menempuh perjalanan dan berkunjung ke berbagai kota demi memperoleh ilmu agama. Beliau menunaikan haji sebanyak 55 kali, pada musim haji para ulama berkumpul di Masjidil Haram menunaikan haji atau untuk berdakwah kepada kaum muslimin yang datang dari berbagai penjuru negeri.
Seorang Ulama Berpengaruh
Imam Abu Hanifah menciptakan suatu metode dalam berijtihad dengan cara melemparkan suatu permasalahan dalam suatu forum, kemudian ia mengungkapkan pendapatnya beserta argumentasinya. Imam Abu Hanifah akan membela pendapatnya di forum tersebut dengan menggunakan dalil dari Alquran dan sunnah ataupun dengan logikanya. Diskusi bisa berlangsung seharian dalam menuntaskan suatu permasalahan. Inilah metode Imam Abu Hanifah yang dikenal dengan metode yang sangat mengoptimalkan logika.
Metode ini dianggap sangat efektif untuk merangsang logika para murid Imam Abu Hanifah sehingga mereka terbiasa berijtihad. Para murid juga melihat begitu cerdasnya Imam Abu Hanifah dan keutamaan ilmu beliau. Dari majlis beliau lahirlah ulama-ulama besar semisal Abu Yusuf, Muhammad asy-Syaibani, az-Zuffar, dll. dan majlis beliau menjadi sebuah metode dalam kerangka ilmu fikih yang dikenal dengan Madzhab Hanafi dan membuah sebuah kitab yang istimewa, al-Fiqh al-Akbar.
Imam Abu Hanifah beberapa kali ditawari untuk memegang jabatan menjadi seorang hakim di Kufa, namun tawaran tersebut senantiasa beliau tolak. Hal inilah di antara yang menyebabkan beliau dipenjara oleh otoritas Umayyah dan Abbasiah.
Wafatnya
Imam Abu Hanifah wafat di Kota Baghdad pada tahun 150 H/767 M. Imam Ibnu Katsir mengatakan, “6 kelompok besar Penduduk Baghdad menyolatkan jenazah beliau secara bergantian. Hal itu dikarenakan banyaknya orang yang hendak menyolatkan jenazah beliau.”
Di masa Turki Utsmani, sebuah masjid di Baghdad yang dirancang oleh Mimar Sinan didedikasikan untuk beliau. Masjid tersebut dinamai Masjid Imam Abu Hanifah.
Sepeninggal beliau, madzhab fikihnya tidak redup dan terus dipakai oleh umat Islam, bahkan menjadi madzhab resmi beberapa kerajaan Islam seperti Daulah Abbasiyah, Mughal, dan Turki Utsmani. Saat ini madzhab beliau banyak dipakai di daerah Turki, Suriah, Irak, Balkan, Mesir, dan India.
Share:

- Keajaiban Onta -

- Keajaiban Onta -
Dalam rutinitas jumatan, kita pasti akan mendengar sang imam membaca surat al-Ghasyiyah. Dalam surat ini, Allah menyebutkan beberapa ciptaan-Nya, yang itu menjadi bukti betapa Kuasa Sang Penciptanya.
Di surat al-Ghasyiah, Allah berfirman,
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ . وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ . وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ . وَإِلَى الْأَرْضِ كَيْفَ سُطِحَتْ
Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, dan langit, bagaimana ia ditinggikan? dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? dan bumi bagaimana ia dihamparkan? (QS. Al-Ghasyiyah: 17 – 20)
Kita mungkin akan bertanya, mengapa 4 makhluk ini yang disebutkan? Bukankah masih ada makhluk besar lainnya, selain onta atau gunung, yang layak disebutkan? Misalnya saja, matahari atau bulan, atau lautan.
Al-Quran Allah turunkan di tengah masyarakat arab, terutama daerah Hijaz (Mekah dan Madinah). Masyarakat Hijaz dikelilingi dengan pegunungan, dan padang gersang. Mereka bukan makhluk pesisir pantai, bukan pula masyarakat petani sawah. Karena itulah, yang mereka lihat setiap harinya sekitar 4 benda itu: onta sebagai kendaraan utama mereka, langit yang tinggi berikut isinya, pegunungan yang menjulang, dan hamparan bumi sebagai pijakannya. Inilah rahasia, mengapa Allah menyebutkan 4 makhluk ini secara bergandengan, agar mereka bisa merenungkannya.
Selanjutnya, dari keempat makhluk yang disebutkan itu, satu-satunya yang tergolong makhluk hidup adalah onta. Untuk itu, pembahasan kita kerucutkan ke onta. Jika kita perhatikan karakter onta, yang terbayang di benak kita adalah binatang penyabar dan tenang. Hidup di tengah alam yang sangat keras, padang pasir yang menantang.
Onta memiliki peran besar bagi masyarakat Jazirah arab. Onta menjadi kendaraan utama mereka untuk bisa melakukan perjalanan mengarungi samudera gurun pasir.
Karena saking pentingnya onta bagi masyarakat arab, mereka menyebutnya dengan nama-nama yang beragam. Seperti yang kita tahu, jika ada sesuatu yang sangat penting bagi masyarakat, mereka akan memberikan banyak nama untuk sesuatu itu.
Menurut catatan lembaga kemukjizatan al-Quran, bahwa sebagian ahli bahasa menyebutkan, ada sekitar 6000 kata dalam bahasa arab untuk menyebut onta. Diantara yang disebutkan di al-Quran: Ibil [arab:الإبل], naqah [arab: الناقة], jamal [arab: الجمل], Iir [arab: الْعِيرُ], Him [arab:الهيم], An’am [arab: الانعام], dan Ba’ir [arab: البعير]. Dan masing-masing nama, tentu saja memiliki karakter yang berbeda.
Kuatnya Onta
Dalam surat al-Ghasyiyah, Allah mengajak kita untuk merenungkan, bagaimana unta itu diciptakan.
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ
Perhatikan, bagaimana Allah menciptakan onta, sehingga dia menjadi hewan yang demikian kuat. Yang secara secara ukuran tentu saja jauh di bawah gajah, kulitnya tidak setebal badak, dan larinya tak sekencang kuda. Namun hewan ini mampu menjadi kendaraan utama mengarungi padang pasir yang demikian menakutkan.
Menurut catatan lembaga kemukjizatan al-Quran (al-Haiah al-Alamiyah lil I’jaz al-Ilmi fi al-Quran wa as-Sunnah) bahwa onta mampu berjalan sejauh 50 mil (sekitar 80 km) sehari, dengan kondisi bertahan tanpa makan dan minum selama 5 hari. Itu artinya dia mampu menempuh 250 mil (sekitar 400 km) tanpa bekal makan dan minum. Dan jarak itu sama dengan jarak antara Mekah dan Madinah. Tapi perlu juga dicatat, onta mampu minum hingga 200 liter air. Kira-kira satu drum.
Disamping itu, onta juga mampu berjalan sejauh 20 mil dalam sehari dengan membawa beban seberat 500 kg (½ ton), tanpa makan dan minum selama 3 hari berturut-turut. Subhanallah…, bukankah ini menunjukkan betapa Maha Kuasanya Dzat yang Menciptakannya. Pantas saja jika Allah mengajak kita untuk merenungkan penciptaan onta ini.
Onta Bagaikan Perahu
Diantara keunikan onta yang Allah sebutkan dalam al-Quran,
وَإِنَّ لَكُمْ فِي الْأَنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهَا وَلَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ كَثِيرَةٌ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ . وَعَلَيْهَا وَعَلَى الْفُلْكِ تُحْمَلُونَ
Sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat pelajaran yang penting bagi kamu, Kami memberi minum kalian dari air susu yang ada dalam perutnya, dan (juga) pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untuk kamu, dan sebagian daripadanya kamu makan, dan di atas punggung binatang-binatang ternak itu dan (juga) di atas perahu-perahu kamu diangkut. (QS. Al-Mukminun: 21 – 22)
Kita akan menggaris bawahi kalimat, ”di atas punggung binatang-binatang ternak itu dan (juga) di atas perahu-perahu kamu diangkut”
Dalam ayat itu, Allah mensejajarkan onta dengan perahu dari sisi rasa ketika manusia menungganginya. Orang yang naik onta, rasanya seperti naik perahu. Dihuyun-huyun dengan model jalannya onta, layaknya dihuyun ombak ketika naik perahu.
Jika kita perhatikan, cara jalan onta berbeda dengan cara jalan umumnya binatang berkaki empat. Onta berjalan yang kita sebut seperti robot: tangan dan kakinya maju bersamaan. Tangan kanan maju dengan kaki kanan, tangan kiri maju dengan kaki kiri.
Ini berbeda dengan umumnya binatang, mereka kaki tangan ketika berjalan sifatnya bersilang. Tangan kanan maju bersama kaki kiri, atau tangan kiri maju bersama kaki kanan.
Dengan cara jalan yang demikian, orang yang naik onta terhuyun-huyun seperti naik perahu.
Tunduk Kepada Manusia
Onta termasuk binatang yang sama sekali tidak memiliki senjata, tidak bertanduk, tidak bertaring dan tidak bercakar. Meskipun demikian, jika manusia bertarung dengan onta, sama-sama tidak membawa senjara, jelas kita akan kalah. Karena dia jauh lebih kuat dibandingkan kita.
Di sini, Allah ingatkan tanda kekuasan-Nya kepada kita. Onta yang demikian kuat, menjadi begitu tunduk kepada manusia. Tidak liar, dan tidak berontak, ataupun melawan.
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ . وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ
Apakah mereka tidak melihat bahwa Sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka Yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? ( ) dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; Maka sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebahagiannya mereka makan. (QS. Yasin: 71 – 72)
Yang lebih mengherankan, cara menyembelih onta, jauh lebih mudah dibandingkan cara menyembelih sapi. Karena onta ini disembelih dengan posisi berdiri. Mengenai tata caranya, Anda bisa lihat di:http://www.youtube.com/watch?v=aBlh-UlxNg0
Kaitannya dengan ini, Allah ingatkan,
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya. Sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (terikat satu kaki). Kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, Mudah-mudahan kamu bersyukur. (QS. Al-Haj: 36).
Karena begitu mudahnya cara menyembelih onta, Allah ingatkan nikmat itu dengan Allah akhiri firman-Nya, ”Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu”.
Sebenarnya masih banyak yang bisa kita lagi, semoga paparan di atas sudah cukup bagi kita untuk semakin termotivasi mengagungkan Allah Sang Pencipta semesta alam.
Share:

Total Pageviews