MOTIVASI HIDUP ISLAM

Visit Namina Blog

Sunday, 30 August 2015

- Orgasme ketika Haid -

Pertanyaan:
Assalamua’alaikum.
Begini Ustadz, saat haidh terkadang suami suka mencumbu saya hingga saya berorgasme. Tapi tidak berhubungan intim. Yang ingin saya tanyakan:
1. Bagaimana hukumnya dalam Islam wanita berorgasme dalam keadaan haid?
2. Bagaimana cara mandi junub saat haid masih keluar?
Syukron jazakallahukhair.
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du
Pertama, dibolehkan bagi suami istri untuk bermadu cinta ketika masa haid, selama tidak melakukan hubungan badan, anal seks, atau oral. Sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ
“Lakukan segala sesuatu selain hubungan intim.” (HR. Ahmad 12354 dan Muslim 302).
Hadis ini merupakan penjelasan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat, ketika beliau diberi tahu kebiasaan buruk yang dilakukan orang Yahudi dan Nasrani terhadap istri mereka ketika haid. Wanita haid menurut orang Yahudi, tidak boleh berkumpul bersama keluarga, tidak boleh makan bersama, tidur bersama, dst. Para wanita haid diposisikan di gubuk khusus di belakang rumah, sampai suci haid. Sebaliknya, orang Nasrani tidak mengindahkan aturan haid, dan mereka tetap melakukan hubungan badan ketika haid. Sampai kemudian Allah firman-Nya di surat Al-Baqarah ayat 222, yang mengarahkan kaum muslimin untuk menghindari tempat keluarnya darah haid, namun tetap memberlakukan wanita sebagaimana umumnya. Karena itu, suami istri masih dibolehkan memadu kasih ketika haid, selama tidak sampai melakukan hubungan badan.
Kedua, kami menyarankan kepada pasangan suami istri untuk tetap menjaga keharmonisan keluarga dengan melakukan solusi yang diberikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis di atas. Sehingga tidak selayaknya sang istri menolak ketika didekati suaminya dengan alasan haid, atau sebaliknya suami menjadi jijik dengan istrinya ketika sedang haid.
Kaitannya dengan hal ini, konsultasisyariah.com seringkali mendapatkan keluhan dari para suami ketika istrinya haid. Karena ketidakpahaman sang istri, dia menolak suami yang hendak menunaikan hajatnya dengan alasan haid. Akibat buruknya, suami terjebak dalam perbuatan maksiat dengan onani. Wal ‘iyadzu billah, kita perlindung kepada Allah dari penyimpangan semacam ini. Dan setelah terjadi demikian, tentu saja yang berdosa bukan hanya pelaku (suami), namun istrinya juga kecipratan, karena dia menjadi sebab suaminya bermaksiat.
Ketiga, ketika terjadi orgasme di masa haid
Ketika terjadi orgasme atau mimpi basah, yang dialami wanita pada saat haid, dia tidak diwajibkan untuk mandi junub. Karena fungsi mandi junub adalah menghilangkan hadats besar. Sementara mandi junub yang dilakukan wanita haid, tidak bisa menghilangkan status hadas besarnya karena kondisi haid. Imam asy-Syafii mengatakan,
إذا أصابت المرأة جنابة ثم حاضت قبل أن تغتسل من الجنابة لم يكن عليها غسل الجنابة وهي حائض، لأنها إنما تغتسل فتطهر بالغسل وهي لا تطهر بالغسل من الجنابة وهي حائض، فإذا ذهب الحيض عنها أجزأها غسل واحد، وكذلك لو احتلمت وهي حائض أجزأها غسل واحد لذلك كله، ولم يكن عليها غسل وإن كثر احتلامها حتى تطهر من الحيض فتغتسل غسلا واحداً
“Jika wanita mengalami junub, kemduian datang haid sebelum mandi junub maka dia tidak wajib mandi junub ketika haid. Karena tujuan dia mandi adalah agar dia menjadi suci. Sementara dia tidak bisa menjadi suci dari hadas junub ketika dia haid. Jika haidnya sudah selesai, dia cukup mandi sekali. Demikian pula ketika wanita mengalami mimpi basah pada saat haid, cukup mandi sekali untuk menghilangkan akibat hadats mimpi basah dan akibat haid. Dan dia tidak wajib mandi, meskipun sering bermimpi, sampai dia suci dari haid, kemudian cukup mandi sekali.” (al-Umm, 1:61).
Keterangan yang sama juga dinyatakan al-Muwaffaq Ibnu Qudamah,
إذا كان على الحائض جنابة، فليس عليها أن تغتسل حتى ينقطع حيضها، نص عليه أحمد وهو قول إسحاق، وذلك لأن الغسل لا يفيد شيئاً من الأحكام، فإن اغتسلت للجنابة في زمن حيضها صح غسلها، وزال حكم الجنابة نص عليه أحمد، وقال: تزول الجنابة، والحيض لا يزول حتى ينقطع الدم
“Jika wanita haid mengalami junub, dia tidak wajib mandi sampai haidnya berhenti. Demikian keterangan Imam Ahmad dan pendapat Ishaq bin Rahawaih. Karena mandi dalam kondisi ini tidak memberikan pengaruh hukum sedikitpun. Dan jika dia mandi junub di masa haidnya, mandinya sah dan hilang status junubnya, menurut keterangan Imam Ahmad. Beliau menegaskan, ‘Status junubnya hilang, namun status haidnya belum hilang sampai darah berhenti.” (al-Mughni, 1:154).
Share:

0 komentar:

Total Pageviews

Archive