MOTIVASI HIDUP ISLAM

Visit Namina Blog

Wednesday, 12 August 2015

Apa Arti Zakat?

APA ARTI ZAKAT?

 
 
عنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه أَنَّ النَّبِىَّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ وَمَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا : اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ : اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا (رواه البخاري ومسلم)
 
Rasulallah saw bersabda: Setiap pagi hari turun dua malaikat kepada hamba2-Nya, kemudian salah satunya berdoa: “Ya Allah, berilah ganti kepada orang yang berinfaq (dermawan).” Sedangkan yang lain berdoa: “Ya Allah berilah kehancuran kepada orang yang tidak berinfak (pelit)”
 
Zakat dalam bahasa artinya pembersihan, penumbuhan atau pengembangan dan dalam ilmu fiqih adalah pengambilan tertentu dari harta tertentu untuk diberikan kepada golongan tertentu dengan niat.
 
Zakat adalah rukun islam ketiga diwajibkan pada tahun kedua Hijrah atas orang yang cukup syarat-syaratnya walau pun orang itu anak kecil atau gila. Dan bagi yang mengingkari zakat dikatagorikan kafir. Perintah zakat yang digandengkan dengan perintah sholat dalam Al Qur’an terdapat 82 kali. Hal ini menunjukkan betapa eratnya hubungan sholat dengan zakat
 
Dari Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa ada seorang badui mendatangi Nabi saw, lalu bertanya: “Tunjukkanlah kepadaku sebuah amalan, jika aku melakukannya aku masuk surga?”, beliau menjawab: “Beribadahlah kepada Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, mendirikan shalat, membayar zakat dan berpuasa pada bulan Ramadhan”. Orang badwi ini berkata: “Demi yang mengutus kamu dengan kebenaran, aku tidak akan menambah dari ini (dari apa yang kamu katakan)”. Ketika orang tersebut berpaling, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang ingin melihat seseorang dari penghuni surga maka lihatlah orang ini”. (HR Ahmad, al-Baihaqi dan dikuatkan dengan perbuatan sahabat).
 
Pada zaman Nabi saw, pertamanya Islam hanya hanya memerintahkan untuk memberi sedekah, sifatnya bebas tidak wajib. Namum pada kemudian hari menjadi suatu kewajiban. Dan pada zaman khalifah, zakat dikumpulkan oleh pegawai sipil dan dibagikan kepada kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu adalah orang miskin, janda, budak yang ingin membeli kebebasan mereka, orang yang terlilit hutang dan tidak mampu membayar. Imam Syafi’i telah mengatur dengan lebih detail mengenai zakat dan bagaimana zakat itu harus dibayarkan. – Lihat Fiqih Nabi oleh Habib Abdurahman bin Saggaf Assagaf
 
Islam mengutamakan dan mengajarkan kepada umatnya untuk berzakat, untuk menginfakan sebagian kecil dari harta yang dimiliki si kaya, Hal ini demi untuk mengajarkan kepada yang kaya agar jangan sekali kali merasa bangga tapi harus menengok kepada yang dibawah agar bisa mengimbangi jarak. Begitu pula kepada yang di bawah jangan selalu mengandalkan kepada yang diatas, jangan tinggal diam tapi harus berusaha itulah satu2nya modal agar yang dibawah bisa berhasil. Sementara yang diatas, jangan tamak, jangan sombong dan serakah. Itulah yang yang diajarkan agama agar kehidupan bersama antara si kaya dan si miskin bisa terjalin dengan baik sehingga jarak antara mereka tidak terpaut jauh
 
Setiap tahun saya tidak bosan bawakan cerita di bawah ini sebagai ibrah (contoh), semoga antum demikian pula. Saya selalu teringat berapa tahun yang lalu dengan berita seorang dermawan besar Hb Ismet Alhabsyi membagikan zakat dan sedakah di rumahnya. Ribuan fakir miskin datang menyerbu rumah kediamannya. Karena terlalu banyak yang datang, akibatnya terjadi eksident yang tidak diinginkan. Mereka berdesakan, ratusan orang berebut ingin mendapatkan uang tunai 20.000 rupiah plus sebuah sarung sedekah dari dermawan terkenal itu. Akibatnya empat wanita meninggal dunia karena jatuh dan terinjak injak. Peristiwa yang sangat menyedihkan ini sebetulnya mereka berencana jika uang dan sarung dari hasil sedekah didapat, mereka bisa membeli sesuatu yang bisa menggembirakan keluarganya di hari raya, tapi Allah berkehendak lain, mereka tewas sebelum kehandak mereka terwujud.
 
Tragedy itu, terus terang melukiskan betapa besar kemiskinan yang melanda di negara kita terutama di kota-kota besar. Kejadian seperti itu sudah tidak asing bagi kita untuk didengar, bahka banyak yang lebih kejam dari itu sering kita dengar. Memang dalam kondisi miskin semua serba sulit dikendalikan, termasuk emosi. Karena lapar telah mengubah sifat sabar menjadi berangasan. Sayyiduna Ali bin Abi Thalib ra berkata: “Jika seandainya kemiskinan itu menjelma menjadi manusia, maka saya akan bunuh”
 
Orang kaya dan dermawan seperti Hb Ismet Alhabsyi tidak sedikit bilangannya, begitu pula fakir miskin yang membutuhkan satunan dari mereka tidak terhitung banyaknya. Yang sulit kita dapatkan adalah perantara atau yang disebut Amil Zakat  yang berfungsi sebagai penyambung hubungan antara si kaya dan si miskin. Sehingga zakat dan sedakah mereka bisa terorganisir atau bisa disalurkan secara baik.
 
Amil zakat yaitu panitia zakat atau orang yang dipilih oleh imam untuk mengumpulkan dan membagikan zakat kepada golongan yang berhak menerimanya. Amil zakat harus memiliki syarat tertentu yaitu muslim, akil dan baligh, merdeka, adil (bijaksana), medengar, melihat, laki-laki dan mengerti tentang hukum agama. Pekerjaan ini merupakan amanah dan tugas baginya dan harus diberi imbalan yang sesuai dengan pekerjaaanya yaitu diberikan kepadanya zakat. Sayangnya, zakat fakir miskin kebanyakanya tersalur ke kantong-kantong si perantara Amil zakah atau mungkin sampai kepada mereka tapi setelah nilainya dikentit dan dicatut. Sehingga, maaf, bulan puasa merupakan panen bagi Amil zakat. Begitulah nasib fakir miskin di negara kita yang kebanyakanya hanya menerima sisa-sisa uang zakat dan sedakah atau mungkin tidak menerima sama sekali. Kalau Sayyiduna Abu Bakar Shiddik ra memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat, bagaimana dengan orang orang yang diberi amanah untuk membagikan zakat tapi enggan untuk menyampaikannya kepada yang berhak? Tentu ini lebih parah bukan?
 
“Ya Allah, berilah ganti kepada orang yang berinfaq (dermawan).”
“Ya Allah berilah kehancuran kepada orang yang tidak berinfak (menahan harta)”,
 
Wallahu’alam
Share:

0 komentar:

Total Pageviews

Archive