MOTIVASI HIDUP ISLAM

Visit Namina Blog

Thursday 13 August 2015

Hukum Mati (Exsekusi)

(Di dalam artikel ini, terlampir beberapa foto hukum qishash. Saya tidak bisa melampirkan seluruhnya, karena di zaman serba permisif seperti saat ini, foto foto itu bisa dijadikan sebuah dokumen yang meyakinkan atau bisa pula dimangfaatkan musuh musuh islam untuk mempropagandakan bahwa islam agama yang kejam. Yang berminat melihat foto foto hukum kishash di Saudi, silahkan hubungi saya, terima kasih.)


     
DI LUAR dari faham yang ada, kita mengakui bahwa Saudi Arabia satu satunya negara Islam yang masih memegang hukum qishash (exsekusi) dan melaksanakan suatu keputusan yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Kubro (Pengadilan Agung) sesuai dengan ajaran Islam. Memang betul, hukum qishash di Saudi tidak dilaksanakan secara merata, terutama untuk golongan atasan, tapi secara global hukum qishash (exsekusi) telah menjadi ciri khas untuk diterapkan di negara itu secara hukum mengenai suatu perkara atau dalam istilah lainya lazimnya, apa bila semua persyaratan hukum telah dipenuhi, harus dilaksanakan hukum qishash (eksekusi).

Maka, pembunuh, perampok, pemerkosa, penjahat dan terpidana mati lainya yang dianggap telah merusak di muka bumi hukumnya lazim harus di bunuh artinya keputusan hukum itu secara hukum harus dieksekusi. pencuri hukumya lazim harus potong tangannya dan penzina hukumya dirajam. Kata “lazimnya” termasuk katagori yang lazim dipakai dalam keputusan hukum qishash (exsekusi).

Allah berfiman “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negri tempat kediamannya. Yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar “ Al Maaidah 33.

Allah berfirman “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya At Taurat bahwasanya jiwa dibalas dengan jiwa , mata dengan mata , hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka pun ada qishashnya. Barang siapa yang melepaskan hak qishashnya, maka kelepaskan hak itu menjadi penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang yang zalim” Al Maaidah 45.


Dibawah ini saya akan bawakan cerita nyata sebagai contoh atau ‘itibar agar dapat menjadi renungan bagaimana keputusan hukum qishash (hukum penggal) di Saudi dilaksanakan tanpa kompromi.

Masjid jami’ Imam Turki, yang letaknya tidak berjauhan dengan Mahkamah Kubro, sangat luas dan  berkapasitas 10 ribu orang bisa bersolat jama’ah. Lokasinya di tengah tangah kota Riyadh, sangat indah dan menarik. Didalamnya dihiasi dengan lampu lampu beraneka warna model antik dan digelar dengan tikar permadani / sujadah mewah, empuk dan enak diinjak. Dimuka masjid terdapat halaman terbuka yang berukuran super lebar dan lantainya dihiasi dengan marble putih berukir. Di pojok halaman dihiasi dengan air mancur dan spot light yang beraneka warna sehingga sedap dipandang mata. Tempat ini biasanya digunakan untuk rekreasi atau hiburan. Setiap hari atau malam libur. Tidak sedikit kelompok orang asing berkumpul di tempat itu, mereka banyak duduk-duduk dan ngobrol, menghilangkan sumpek dan kekesalan dari pekerjaan

Halaman masjid itu di namakan “ Saahatul Adl “ atau tempat menghukum orang yang terpidana mati, rajam, potong tangan, atau cambuk (dera).  Semua korban hukum mati dipenggal kepalanya dengan pedang tajam oleh Algojo di tempat itu. Hukum rajam bagi penzina muhshon (penzina yang sudah bersuami atau beristri) yang normalnya sangat langka atau hampir tidak pernah tejadi karna sulitanya mencari 4 saksi – dilempari dengan batu sampai mati. Dan semua korban potong tangan dipotong pergelangan tangan kanannya sampai putus. Begitupula yang dihukum cambuk/dera dan lain lainya. Ini semua dilakukan biasanya pada hari Jumat setelah solat Jumat secara terang-terangan di muka publik.

Semenjak saya hidup di Saudi, tiga kali saya menyaksikan kejadian eksekusi. Ketiga korban hukum mati itu telah melakukan diantaranya; pembunuhan, pemerkosaan dan penyelundupan heroin. Ketiga tiganya dikenai sangsi hukum mati dan semua para korban hukum mati itu kepalanya dipenggal dengan pedang.

Kejadian pertama (karena baru pertama kali menyaksikan) saya menyaksikanya dengan serius dan penuh konsentrasi. Setelah solat Jum’at, saya segra mengambil posisi paling depan, hal ini agar saya bisa melihat dengan jelas cara pemenggalan orang yang dihukum mati. Dimuka lingkaran manusia, tidak sedikit tersebar tentara yang menjaganya dengan ketat. Pada saat itu orang yang akan dipenggal masih berada didalam mobil polisi. Kemudian seorang tentara membacakan keputusan Menteri Dalam Negri yang berisi pengakuan terpidana atas perbuatannya yang keji dan kejam sehingga ia telah diputuskan hukuman mati oleh Mahkamah kubro.

Kemudian terpidana dikeluarkan dari dalam mobil, matanya ditutup, kedua tangannya diborgol dan kedua kakinya diikat dengan rantai yang berukuran hanya cukup untuk melangkah setapak. Dari sebelah kiri dan kanannya dua tentara menuntunnya perlahan-lahan sehingga tiba di tengah lingkaran manusia. Kemudian kedua tentara menyuruhnya agar ia berlutut dan menekan kepalanya agar tunduk ke tanah. Tiba-tiba, seorang Algojo, pencabut nyawa, keluar dari dalam mobil polisi, dan segra mencabut pedangnya yang tajam. Kemudian algojo mengarahkanya kearah leher terpidana yang lagi berlutut dan dengan segera dipenggalnya.  Seketika itu juga terpidana jatuh tersungkur tidak berkutik lagi.

Setelah pemenggalan, sebagian penonton ada yang bertepuk tangan, bahkan ada yang berteriak “yahyal ald “ yang artinya hidup keadilan. Lima menit setelah terpidana terdampar di tanah, seorang doctor datang memeriksa mayat itu untuk menyakinkan bahwa ia sudah tidak bernafas lagi. Kemudian dimasukan kedalam mobil ambulan yang sudah tersedia disana dan langsung dibawa kerumah sakit. Tiga kejadian yang bersamaan itu saya saksikan dengan mata kepala saya untuk saya jadikan ‘itibar begitulah  hukum Allah semestinya dilaksanakan.

Hukum potong tangan saya tidak pernah menyaksikannya, hanya saya mendengar ceritanya dari orang yang pernah menyaksikan. Pencuri yang berturut turut mencuri tiga kali pencurian, digiring di Sahatul Adl untuk dipotong tangan kananya. Sesuai dengan firman Allah “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana “ Al Maaidah 38. Pemotongan tangan dilakukan pula oleh seorang algojo dengan mempergunakan pisau tanjam yang bisa memutuskan pergelangan tangan kanannya. Setelah putus, tangannya digantung untuk beberapa saat agar semua yang menyaksikan bisa melihatnya. Adapun orang yang dipotong tangannya, menurut ceritanya, ujung tangannya yang putus direndam dengan minyak panas untuk menghidari bleeding (pendarahan).

Adapun hukum rajam bagi penzina muhshon (yg sudah bersuami istri), ini normalnya sangat langka dilakukan di Saudi atau hampir tidak pernah tejadi karna sulitanya mencari 4 orang saksi. Sedang Rasulallah saw sendiri pun selalu menunda-nunda hukum rajam kecuali pelakunya mengaku berulang-ulang kali dihadapanya yang ia telah melakukan perbuatan itu.

Diriwatkan, seorang perempuan dari Bani Ghamid datang kepada Rasulallah saw dan berkata “Wahai Rasulallah sesungguhnya aku telah berzina, maka sucikanlah aku”. Beliau pun berkata “pulanglah kamu”. Pada hari berikutnya perempuan itu datang lagi kepada Nabi dan berkata “Wahai Rasulallah sucikanlah aku, sesungguhnya aku telah berzina dan aku hamil”. Maka beliau berkata “Pulanglah dan tunggu sampai kamu melahirkan”. Setelah melahirkan, wanita itu datang lagi kepada Rasulallah saw membawa bayinya yang baru lahir dan masih merah seraya berkata “Wahai Rasulallah aku telah melahirkan dan ini anakku , maka sucikanlah aku”. Nabi pun berkata “Pulanglah dan susui anakmu dua tahun”. Setelah anaknya berusia dua tahun dan disapi, wanita itu datang lagi kepada beliau bersama anaknya yang memegang sepotong roti. Perempuan itu berkata “Wahai Rasulallah ini anakku sudah makan roti, maka sucikanlah aku”.

Kemudian Rasulallah saw menyuruh sahabatnya mengambil anaknya dan memerintahkan orang-orang yang berada disekitarnya untuk merajamnya dengan batu. Khalid bin Walid yang menyaksikan kejadian itu mengambil batu besar dan menyambit kepala perempuan itu sampai darahnya muncrat kebajunya. Khalid mengutuk perempuan itu dan kutukannya didengar oleh Rasulallah saw. Lalu beliau berkata kepadanya “ Hati-hati kamu wahai Khalid. Demi diriku yang berada di tanganNya, sesungguhnya perempuan itu telah bertaubat dan jika taubatnya dibagikan kepada tujuh puluh orang dari ahli Madinah maka mereka akan kebagian menerima taubatnnya”.

Itulah hukum rajam pada zaman Rasulallah yang mana beliau selalu menunda-nunda pelaksanaan hukumannya. Begitu pula di sini, boleh dikatakan hampir tidak didapatkan pelaksanaan hukum zina muhshon karna sulitnya mendapatkan para saksi atau sulitnya orang yang mau mengaku atas perbuatan zina yang dilakukanya.

Surat kabar “Al Riaydh “ pernah membawa wawancara seorang algojo paling senior, Ahmad Rizkullah yang menyatakan dirinya sebagai professional Algojo paling senior di Saudi Arabia. Ia mengisahkan sebelum pelaksanaan pemenggalan biasanya mahkamah memberi kesempatan keluarga korban untuk memaafkan orang yang akan dieksekusi. Mereka diminta jika mereka mau memberi maaf atau jika uang denda (blood money) telah diterima sebagai diah. Kadang kadang ini benar-benar terjadi disaat-saat terakhir. Jika gagal, maka Algojo itu siap untuk memenggalnya.

Ketajaman dan kekuatan tubuh pedang merupakan hal yang sangat penting, tentu saja si Algojo harus punya keberanian dan percaya diri. Ahmad Rizkullah, Algojo senior, telah mengeksekusi lebih dari 300 orang. 70 dari mereka perempuan. “Orang-orang beranggapan”, kata Ahmad “perempuan lunak dan lemah. Padahal pada banyak kasus lelaki justru roboh. Ketika mereka dengar bahwa mereka dimaafkan, lelaki banyak yang pingsan, sebagian malah ada yang gila. Bagaimanapun perempuan pada umumnya berhati kuat”. Kita bisa lihat contoh perempuan yang datang kepada Nabi saw untuk minta dieksekusi. Betapa hebat dan kuat hatinya.

Koran Al Riyadh menjelaskan bahwa orang-orang memandang Ahmad, Algojo senior, seolah ia datang dari pelanet lain. Mereka selalu berusaha untuk menghindar berhubungan dengannya”. “Pernah”, kata Ahmad “waktu itu aku berada dalam suatu majlis, seseorang datang duduk dekatku, ketika dia tahu pekerjaanku, dia jadi tidak nyaman dan berbasa-basi untuk menghindar”.  Itulah kisah seorang Alqojo Saudi yang pekerjaannya memenggal kepala orang yang terpidana.

Terakhir, saya mengajak berfikir, seandainya di negara kita dilakasanakan hukum qishash dengan secara jujur dan tidak pandang bulu, maka apa yang akan terjadi?

Walalhu’alam,
Share:

0 komentar:

Total Pageviews

Archive