MOTIVASI HIDUP ISLAM

Visit Namina Blog

Monday 10 August 2015

Hukum Memajang Foto di Facebook

Hukum Memajang Foto di Facebook
1. Memajang Foto Dengan Pasangan Di Dunia Maya
sumber : http://umisyifa.wordpress.com/…/memajang-foto-dengan-pasan…/
Dulu saya sempat membahas tentang hukum memajang gambar bernyawa di blog lama saya. Sekarang saya tergelitik untuk mengulasnya lagi setelah beberapa waktu lalu sempat melihat banyak pasangan yang kerap memajang fotonya, entah itu sebagai profile foto di facebook, friendster, blog, plurk, atau yahoo messenger.
Innamal a’malu bin niyyat… hadits itu artinya adalah segala sesuatu itu tergantung dari niat. Sehubungan dengan niatan, sesungguhnya apa yang ada di benak pasangan-pasangan tersebut ketika menampilkan foto mereka berdua di dunia maya? Apakah itu hanya iseng saja, atau sebagai informasi bahwa ini lho pasangan saya, atau ini lho istri/suami saya. Mending kalau mereka (pasangan tersebut) sudah menikah, jika belum? Sudah menikah pun kadang beberapa orang (termasuk saya) tetap enggan memajang gambar-gambar pribadi tersebut. Saya sebut pribadi karena bagi saya memajang gambar perempuan baligh (apalagi untuk konsumsi publik) tidak akhsan, meski saat dipajang sudah memakai jilbab.
Kembali kepada niat. Mungkin beberapa orang yang pro dengan pemajangan gambar di dunia maya berdalih, “kan ngga ada niat apa-apa…”, “lagian fotonya biasa aja kok, bukan foto yang neko-neko.”
Bisa saja memberikan pernyataan seperti itu, namun tidakkah mereka memperhatikan apa yang difikirkan oleh orang lain? Bisa jadi, foto mereka itu menjadi sesuatu yang “menarik” hati oknum-oknum yang tak bertanggung jawab sehingga kemudian “dikerjai”. Ada kasus bahwa wanita-wanita berjilbab pun (yang telah memajang gambarnya di dunia maya) bisa dibuat telanjang oleh oknum-oknum yang tidak diketahui identitasnya. Kalau demikian, siapa yang harus dipersalahkan?
Sama saja kasusnya dengan seorang wanita yang berpakaian minim. Ketika ada lelaki yang menggoda, sesungguhnya siapa yang salah? Dua-duanya. Lelaki salah karena tidak memberikan hak orang-orang yang lewat (salah satunya adalah tidak menggangu). Wanita salah karena dengan berpakaian seperti itu berarti ia merelakan dirinya untuk menjadi bahan tontonan, bahkan memancing syahwat kaum laki-laki. Na’uu dzubillaahi mindzaalik.
Dengan menulis tema semacam ini, saya tidak hendak membuat permusuhan (karena beberapa kawan juga memajang foto dengan pasangannya, baik dengan pasangan yang sah atau tanpa ikatan pernikahan). Saya hanya ingin mengajak kepada semua (termasuk diri saya sendiri) untuk berpikir dua kali sebelum bertindak. Berpikir tentang maslahat dan madharat yang akan ditimbulkan ketika melakukan sesuatu hal, apa pun itu, tidak hanya bagi diri kita sendiri, tapi juga orang lain yang ada di sekitar kita. Bila memang tak ada manfaatnya, kenapa musti memajang foto berdua di dunia maya?
2. Memajang Foto di Facebook
sumber : http://buletinalfityah.blogspot.com/…/memajang-foto-di-face…
Assalamu'alaikum.wr.wb
Bismillah...
Bagaimana hukumnya memajang foto ikhwan di facebook??
Anjar-Cikarang, Bekasi
Jawab :
Wa'alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh...
Untuk membahas persoalan ini harus kembali kepada persoalan yang banyak diributkan di zaman modern ini tentang hukum foto.
Ulama di zaman sekarang berbeda pendapat tentang hukum foto. Sebagian mengharamkan secara mutlak, sementara sebagian lainnya membolehkannya.
Para ulama yang memandang bolehnya foto menyebutkan beberapa syarat untuk pembolehan tersebut, yaitu :
Tujuan foto tersebut untuk perkara yang mubah, seperti penggunaannya untuk paspor, SIM dan yang semacamnya
Tidak ada campur tangan orang yang memotret untuk merubah atau memperindah gambar tersebut
Gambar foto tersebut bukanlah gambar yang diharamkan seperti gambar wanita yang bertabarruj dan yang semacamnya
Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullahu :
"Gambar fotografi yang kita melihatnya dimana alat tersebut mengeluarkan gambar secara otomatis, dan tidak ada campur tangan secara langsung dari manusia (dalam pembuatan gambar secara manual); kami memandang bahwa yang seperti ini tidak termasuk gambar yang diharamkan. Yang seperti hanyalah memindahkan gambar yang Allah ‘azza wa jalla ciptakan dengan perantara alat tersebut. Dia berbentuk cetakan, bukan perbuatan hamba dari sisi penggambaran (secara manual). Hadits-hadits yang menyebutkan (pengharaman gambar) hanya berlaku pada gambar yang dilakukan (dilukis secara langsung) oleh seorang hamba dan menandingi ciptaan Allah.
Hal ini bisa lebih jelas bagi Anda, jika seseorang menuliskan sebuah surat untuk Anda dan dia mencetaknya melalui alat fotografi, maka gambar yang keluar bukanlah berasal dari orang yang mengaktifkan dan menggerakkan alat tersebut. Karena orang yang menggunakan alat tersebut bisa saja tidak mengenal tulis-menulis. Semua orang mengetahui bahwa yang ini adalah tulisan orang yang pertama, sementara yang kedua sama sekali tidak ada campur tangannya.
Akan tetapi jika dia membuat gambar fotografi tersebut untuk tujuan haram, maka itupun menjadi haram dengan pengharaman sarananya". (Majmu Fatawa asy Syaikh al Utsaimin, II, pertanyaan no. 318)
Karenanya, menurut kami tidak masalah memajang foto tersebut jika ada maslahat yang jelas (seperti untuk menunjukkan identitas yang sebenarnya, foto-foto suatu kegiatan yang perlu dipublikasikan dan lain-lain), serta tidak menimbulkan fitnah atau kerusakan.
Adapun wanita, sama sekali tidak ada alasan untuk membolehkan memajang fotonya karena fitnah yang ditimbulkan sangat jelas, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Wallahu a'lam.
3. Akhii… Ukhti… Andai Kau Mau Renungkan Kaidah Ini Sebelum Memanfaatkan Facebook
sumber : http://alashree.wordpress.com/…/sadduz-dzariah-ibnul-qayyim/
(Renungan untuk Ikhwan-Akhwat Pengguna Facebook: bag.III)
Saya pernah “merinding” ketika membaca kaidah yang disebutkan Ibnul Qayyim di bawah ini (dalam kitab Ighatsatul lahfaan min Mashaayidis-Syaithaan -
Syariat mengharamkan segala sarana yang bisa mengantarkan pada hal yang haram, meskipun ketika memanfaatkan sarana tersebut “TIDAK DINIATKAN UNTUK BERBUAT HARAM“.
Renungkanlah kaidah di atas…
Boleh jadi, ketika kau memajang foto saudari kandung wanitamu, itu menjadi sebab teman-teman FB-mu yang lain melihat saudarimu itu!
Boleh jadi, ketika kau menautkan video (yang kau anggap bermanfaat) di wall FB-mu, sedangkan di dalamnya terdapat gambar wanita tidak memakai jilbab –dan ini terlarang dilihat secara syariat-, kau menjadi sebab orang lain melihat wanita-wanita itu. Padahal, mungkin kau telah tahu bahwa memandangi wanita bukan mahram adalah hal yang terlarang.
Dan masih banyak boleh jadi lainnya yang jika kau lakukan, kau menjadi sebab orang lain berbuat maksiat tanpa kau sadari.
Apa susahnya kau hapus foto-foto dan gambar mahkluk bernyawa dari facebookmu?
Justru dengan meremove mereka itulah kesempatan untuk dakwah…
Menyampaikan ilmu… Menyampaikan dalil… kepada mereka…
Bahwa gambar makhluk bernyawa adalah haram...
Memajang foto anak, foto wisuda, foto keluarga untuk kenangan adalah haram…
Berkomunikasi dengan lawan jenis tanpa hajah adalah sarana menuju haram…
Sampaikan pada mereka dalil kalau kita jujur mau manfaatkan facebook untuk dakwah…
Ingat!
Dakwah adalah menyampaikan, bukan diam ketika kita melihat kemungkaran, sedangkan lisan kita masih mampu menyampaikan…
Dan ingat pula bahwa ustadz bukan dalil!
Maka, jangan kau bilang, “Bukankah ustadz A pajang foto anak, ustadz B pajang foto diri…?”
Karena dalil syar’i adalah Allah berfirman… Rasulullah bersabda… Bukan ustadz berkata….
Jangan ikuti ustadz, kecuali kalau membawa dalil…
karena…
Jika para pendakwa tidak menopang argumentasinya dengan nash
Maka dia berada di atas selemah-lemahnya dalil
Renungkanlah kaidah di atas….
Agar kita bisa senantiasa berjalan di atas ilmu…
Jangan sampai kita merasa berilmu…
Namun ternyata kita bermaksiat tanpa kita sadari…
Dan jikalau kau ingin mengkritik risalahku…
Atau mencela ucapanku…
Renungkanlah dulu dan cobalah pahami dengan baik ucapan Ibnul Qayyim di atas, karena…
Berapa banyak orang mencela ucapan yang benar…
Penyebabnya adalah pemahaman yang buruk…
Share:

0 komentar:

Total Pageviews

Archive